Singapura (ANTARA) - Saham-saham Asia berakhir jatuh ke level terendah dua tahun pada Jumat dan menuju kerugian mingguan, sementara dolar berada di jalur untuk kenaikan minggu ketiga setelah putaran baru kenaikan suku bunga secara global memperdalam kekhawatiran tentang prospek pertumbuhan ekonomi dunia.

Meskipun taruhan untuk kenaikan 100 basis poin dari Federal Reserve AS akhir bulan ini sedikit mereda ketika pejabat Fed mengurangi kemungkinan itu, pasar obligasi tetap memperkirakan kenaikan tajam.

Ekonomi China adalah kekhawatiran besar lainnya yang berkontraksi tajam pada kuartal kedua, sebagaimana data yang dirilis pada Jumat. Sementara investor juga bingung dengan ancaman pembeli rumah untuk menghentikan pembayaran kembali KPR.

Indeks MSCI dari saham Asia-Pasifik di luar Jepang menyentuh posisi terendah dua tahun dan terakhir turun 0,6 persen. Saham properti di Hong Kong merosot 3,0 persen dan bank-bank daratan turun 1,0 persen, meskipun harapan stimulus menjaga pasar dari kerugian lebih lanjut.

"Angka Juni yang mendasari menunjukkan pemulihan yang cukup baik," kata Woei Chen Ho, ekonom di UOB di Singapura.

"Tetapi dalam hal paruh kedua ... tampaknya mereka memiliki lebih banyak masalah yang muncul," tambahnya, mengutip pasar properti sebagai masalah terbesar.

Prospek rapuh China memukul harga-harga komoditas, mengirim bijih besi Dalian anjlok 9,1 persen dan indeks pertambangan Australia ke level terendah sembilan bulan, terbebani lebih lanjut oleh peringatan dari Rio Tinto tentang kekurangan tenaga kerja.

Indeks Hang Seng Hong Kong ditutup jatuh 2,2 persen, indeks saham unggulan China CSI300 merosot 1,70 persen, indeks KOSPI Korea menguat 0,4 persen dan indeks ASX Australia melemah 0,7 persen.

Indeks Nikkei Jepang adalah pengecualian, naik 0,6 persen dalam perdagangan tipis sebelum akhir pekan yang panjang. Induk Uniqlo Fast Retailing melompat 8,0 persen setelah menaikkan perkiraan labanya, dengan pendapatan internasionalnya terbantu oleh jatuhnya yen.

Sentimen positif yang moderat juga datang dari dua pejabat Fed yang menanggapi pembicaraan tentang kenaikan suku bunga 100 basis poin pada Juli, dengan latar belakang kenaikan tajam di Kanada, Selandia Baru, Korea Selatan dan pengetatan kejutan di Singapura dan Filipina.

Pasar berjangka memperkirakan sekitar 30 persen peluang kenaikan 100 basis poin dan melihat suku bunga acuan AS mencapai sekitar 3,6 persen pada Maret tahun depan sebelum dipotong kembali menjadi 3,0 persen pada akhir 2023.

Indeks S&P 500 berjangka naik 0,3 persen di Asia dan berjangka Eropa naik 1,0 persen.

Data penjualan ritel AS adalah titik data berikutnya yang diawasi ketat pada Jumat.

Kelemahan lebih lanjut akan mengkhawatirkan investor yang berpikir angka inflasi putih-panas minggu ini dan data Kamis (14/7/2022) berikutnya yang menunjukkan kenaikan kuat pada harga produsen menunjukkan pelepasan kenaikan suku bunga tajam pada ekonomi yang melemah.

Obligasi pemerintah AS jangka pendek bertahan di Asia, tetapi imbal hasil dua tahun pada 3,1159 persen, sekitar 17 basis poin lebih tinggi dari imbal hasil 10-tahun, sebuah inversi yang tidak biasa dari kurva imbal hasil yang sering menunjukkan resesi.

"Pembalikan itu, saya pikir, masih cukup panjang karena kita belum benar-benar menentukan perkiraan yang tepat dalam resesi itu," kata ekonom ING Rob Carnell.

Di pasar mata uang dolar AS adalah raja. Euro jatuh serendah 0,9952 dolar semalam dan telah turun 1,5 persen untuk minggu ini. Terakhir stabil di 1,0022 dolar. Yen meluncur menuju 140 per dolar, dan terakhir dibeli 139,02.

"Greenback tidak hanya didukung oleh hawkishness Fed yang hampir terus-menerus bergerak lebih tinggi ... tetapi dolar AS mendapat dukungan dari aliran safe-haven," kata Jane Foley, ahli strategi mata uang senior di Rabobank di London.

Minyak mentah berjangka Brent bertahan di 99,96 dolar AS per barel dan emas berada di 1.708 dolar AS per ounce, tepat di atas level terendah satu tahun semalam.


Baca juga: Saham Asia menguat ketika investor bersiap untuk data inflasi AS
Baca juga: Valuasi saham Asia capai level terendah sejak Maret 2020
Baca juga: Pasar saham Asia berhati-hati di tengah data ekonomi AS yang lemah

Penerjemah: Apep Suhendar
Editor: Faisal Yunianto
Copyright © ANTARA 2022