Jakarta (ANTARA) - Sejumlah warga kawasan elit Pantai Mutiara mencemaskan banjir pesisir atau rob akibat gelombang tinggi di perairan Jakarta Utara.

"Belakangan ini semua warga mengalami kesulitan tidur, karena memikirkan rumah-rumah kami yang terancam punah karena ancaman banjir rob," kata Ketua Rukun Warga 016 Perumahan Pantai Mutiara, Pluit, Jakarta Utara, Santoso Halim melalui keterangan tertulis di Jakarta, Senin.

Guna membahas potensi banjir pesisir, penghuni RW 16 Perumahan Pantai Mutiara Pluit, menggelar acara diskusi bertemakan "Serap Aspirasi Masyarakat" di Jakarta, Minggu (17/7).

Diskusi tersebut menghadirkan anggota Komisi VI DPR RI dari Fraksi PDIP Darmadi Durianto, anggota DPRD Komisi C DKI Jakarta Gani Suwondo Lie dan beberapa pejabat negara dari instansi terkait, termasuk dan Pemprov DKI Jakarta, Direktorat Jenderal Bina Marga, Dinas Sumber Daya Air (SDA) DKI Jakarta, Jakpro dan Badan Pengelolaan Aset Daerah (BPAD) DKI.

Santoso menuturkan rob merupakan genangan air di tepi pantai akibat permukaan air laut lebih tinggi atau pasang daripada bibir pantai atau daratan.

Baca juga: Wagub DKI nilai program penanganan banjir cukup berhasil

Santoso menyebutkan, awalnya perumahan Pantai Mutiara Pluit sebagai satu-satunya komplek yang memiliki fasilitas dermaga dan marina di Indonesia.

"Namun, kini terancam tenggelam karena turunnya permukaan daratan dan naiknya air laut," tutur Santoso.

Santoso mengungkapkan berdasarkan studi yang dilakukan Institut Teknologi Bandung (ITB) permukaan lahan di wilayah Pantai Mutiara menurun sekitar 10 sentimeter per tahun.

Apabila tidak ada perbaikan dan mitigasi, Santoso menyatakan, kawasan Perumahan Pantai Mutiara berpotensi tenggelam pada dua tahun mendatang.

Kepala Bidang Pengendalian Rob dan Pengembangan Pesisir Pantai Dinas Sumber Daya Air DKI Jakarta, Ciko Tricanescoro menjelaskan, keberadaan kawasan Pantai Mutiara menyatu dengan daratan di wilayah utara Jakarta.

"Kalau kita tidak amankan, Jakarta juga akan berisiko. Itu harus kita hadapi secara jernih, mau nggak mau karena memang sudah ada di situ, ya negara harus hadir," kata Ciko.

Baca juga: Anies dinilai belum miliki solusi signifikan tanggulangi banjir

Ciko mengungkapkan, Dinas SDA Pemprov DKI Jakarta sudah merencanakan pembangunan tanggul dengan investasi sebesar Rp800 miliar dan pintu air senilai Rp50 miliar yang diagendakan selama dua tahun mendatang.

Anggota DPR RI Komisi VI dari Fraksi PDIP, Darmadi Durianto mengusulkan forum masyarakat Pantai Mutiara membuat proposal kepada perusahaan milik negara/BUMN agar dapat berpartisipasi membiayai pintu air melalui dana tanggung jawab sosial.

Kepala Badan Pengelolaan Aset Daerah (BPAD) Provinsi DKI Jakarta Reza Phahlevi juga menyampaikan rencana pengalihan aset dari pengembang PT Taman Harapan Indah (THI) ke warga melalui kelurahan.

Reza berjanji memberi sanksi kepada pengembang yang tidak mematuhi aturan dengan menghentikan seluruh izin kegiatan perusahaan.

Selain itu, warga juga meminta pihak pengembang perumahan tidak mengenakan biaya sewa bagi warga yang menggunakan balai pertemuan maupun fasilitas umum.

Baca juga: PSI pertanyakan banjir terjadi padahal anggaran sudah keluar triliunan

Perwakilan dari Direktorat Jenderal Bina Marga Ilham juga siap merevitalisasi lampu penerangan jalan di Pantai Mutiara.

Kawasan Pantai Mutiara mulai dikembangkan sejak 1986 dari program reklamasi pantai bagian utara di pesisir Jakarta dengan jumlah penghuni lebih dari 5.500 jiwa.

Pantai Mutiara berdiri di lahan tanah seluas 750.000 meter persegi atau 75 hektare dengan berbagai pengembangan perumahan elit, konsep "town house", apartemen pemandangan laut, seperti Apartemen Regatta dan Apartemen Pantai Mutiara, kavling darat, dan rumah dengan akses laut.

Warga setempat mengusulkan pembangunan "mini sea wall" sebagai tanggul, pintu air pasang surut laut (Flood Gate) untuk mengendalikan banjir rob, dan membuat turap dengan tetrapod atau "sheetpile" untuk menyerap energi dari aliran air atau ombak.

Warga setempat juga memprotes alih fungsi rumah tinggal menjadi restoran karena tidak sesuai dengan izin peruntukkan.

Pewarta: Taufik Ridwan
Editor: Sri Muryono
Copyright © ANTARA 2022