Secara umum Indonesia kuat untuk bertahan.
Jakarta (ANTARA) -
Guru Besar Fakultas Ekonomi Universitas Indonesia Miranda S Goeltom mengatakan, di tengah krisis dunia akibat pandemi, peperangan, dan faktor lainnya, dunia mengakui keberhasilan Indonesia dalam menjaga kondisi perekonomian tetap stabil.
 
"Secara umum Indonesia kuat untuk bertahan. Sepanjang sejarah perekonomian beberapa dekade terakhir, belum pernah dalam sejarah inflasi Indonesia lebih rendah daripada inflasi Amerika Serikat," kata Miranda Gultom saat menjadi moderator dalam Kuliah Umum Indonesia’s Economic Resilience and Future Challenges bagi peserta PPRA 63 dan 64 Lemhannas RI, di Gedung Lemhannas, Jakarta, Senin.
 
Inflasi Indonesia hanya 4 sampai 5 persen, sementara Amerika Serikat mencetak inflasi mencapai 9 persen.
 
Menurut dia, hampir seluruh dunia mengakui Indonesia memiliki kebijakan keuangan dan kebijakan fiskal yang baik.
 
"Kita tidak perlu ragu kalau semua sudah mengakui kemampuan Indonesia dalam menghadapi krisis. Tapi tetap harus hati-hati," kata mantan Deputi Senior Gubernur Bank Indonesia tersebut.
 
Kondisi saat ini Indonesia tidak terlalu rentan sebagaimana tahun 1998 dahulu, karena didukung oleh berbagai kebijakan dan dukungan pemerintah menjaga kestabilan perekonomian.
 
"Saya merasa karena Indonesia tidak vulnerable seperti dulu. Sekarang Indonesia memiliki sektor keuangan yang bagus, kebijakan secara umum kondisinya juga baik, tools lebih banyak, finansial instrumen lebih banyak, juga dukungan pemerintah seperti peraturan pemerintah pengganti undang-undang dan sebagainya," katanya dalam siaran persnya.
 
Ketika ditanya, bagaimana potensi perekonomian Indonesia di tengah memburuknya perekonomian global, Miranda Goeltom menyebutkan ada potensi hal tersebut, namun tidak perlu khawatir karena Indonesia sudah memiliki cushion (bantalan) agar perekonomian tak semakin memburuk.
 
"Apakah Indonesia akan ikut memburuk? Bisa saja terjadi begitu, tetapi yang penting sebetulnya kita sudah punya tools (alat-alat). Indonesia punya monetary space yang cukup besar. Indonesia juga punya broad based industry yang beragam, saat satu harga turun, yang satu naik, juga harga komoditas, di satu sisi turun, harga komoditas lainnya naik," ujar Miranda pula.
 
Akibat dari langkah-langkah tersebut, Indonesia termasuk dari sedikit negara yang dalam masa pandemi dari 2020 hingga 2022 tidak terlalu jauh turun pertumbuhan ekonominya dari yang diharapkan.
 
Selain itu, kata dia, juga akan ada dampak akibat krisis Ukraina dan Rusia pada perekonomian global.
 
"Bila krisis Ukraina dan Rusia tidak selesai, tentu saja ada dampaknya. Akan tetapi, faktor itu tidak sendirian, perekonomian China juga berdampak ke Indonesia. Indonesia punya bantalan yang cukup untuk menghadapinya. Saya cukup optimistis, saat ini Indonesia memiliki berbagai tools dan instruments yang bisa dipakai," kata Miranda Goeltom.
 
Terkait dengan upaya Indonesia yang memfokuskan dalam pembangunan infrastruktur, memang terjadi perlambatan, tapi ke depannya justru akan membaik dan memperkuat perekonomian.
 
Dalam kesempatan ini, peserta PPRA 63 dan 64 Lemhannas RI diharapkan dapat menerima informasi dan mendapatkan pemahaman yang tepat mengenai kondisi Indonesia dan dunia dari IMF.
 
Wakil Gubenur Lemhannas RI Letnan Jenderal TNI Mohamad Sabrar Fadhilah dalam sambutannya menyebutkan Indonesia tetap perlu waspada.
 
"Prospek ekonomi dunia semakin membaik, akan tetapi terdapat faktor geopolitik yang perlu diwaspadai. Prospek kondisi ekonomi dunia meningkat, namun potensi risiko lainnya tetap tinggi karena situasi mengetatnya kondisi keuangan global dan penyebaran varian Omicron, serta krisis geopolitik yang tengah terjadi," kata mantan Pangdam I/Bukit Barisan ini pula.
Baca juga: IMF nilai reformasi jadikan Indonesia lebih tahan guncangan
Baca juga: IMF yakin ekonomi Indonesia tumbuh positif

Pewarta: Syaiful Hakim
Editor: Budisantoso Budiman
Copyright © ANTARA 2022