Washington DC (ANTARAm News) - Pemerintah Indonesia melalui Departemen Kelautan dan Perikanan (DKP) telah melakukan klarifikasi di Amerika Serikat, berkaitan dengan masalah-masalah yang bisa membahayakan ekspor komoditi udang dari Indonesia ke negara tersebut. "Kami telah melakukan sejumlah pertemuan di AS untuk memberikan pejelasan dan juga menerima masukan dari mereka berkaitan dengan ekspor udang kita," kata Direktur Jenderal Pemasaran dan Pengolahan Hasil Perikanan DKP, Dr. Martani Huseini, di Washington DC, Jumat. Selama di AS, delegasi Indonesia pimpinan Martani antara lain mengunjungi Pameran Perikanan Internasional di Boston, dan serta bertemu dengan pejabat Deplu AS dan FDA (Food Drug Administration) di Washington DC. Kedatangan mereka terkait dengan isu yang bisa membahayakan ekspor udang Indonesia, seperti dugaan "transshipping" udang dari China oleh eksportir Indonesia, dan sejumlah persyaratan birokrasi yang ditetapkan FDA. "Di Boston kami bertemu dan berdiskusi denga para stakeholder perikanan, dan juga National Fishery Institute, atau masyarakat perikanan AS," kata Martani. Sebelumnya ada kecurigaan dari bea cukai tentang masuknya bahan baku udang yang berasal dari China yang terkena tarif antidumping. Udang tersebut masuk melalui Indonesia yang kemudian diekspor ke AS sebagai udang dari Indonesia. "Dari data yang ada di kami dan di duane, ada lonjakan yang cukup signifikan. Itu yang dipermasalahan, padahal tahun-tahun ini kita memang sedang meningkatkan budidaya udang," katanya. Diduga ada juga pihak-pihak yang memasukkan udang dari perusahaan yang terkena antidumping, dan itu menjadi objek penyelidikan pihak yang berwenang, katanya. Sejak Desember 2004, Indonesia sudah melarang impor udang dari China. "Jadi sebetulnnya saat ini tidak ada masalah, karena tidak ada lagi pemasukan udang dari China. Tapi mungkin pada awal 2005 masih ada sisa-sisa dari udang dari China," tambahnya. Hal lainnya yang perlu diklarifikasikan adalah mengenai penafsiran soal diperbolehkannya mengekspor udang dari China, asalkan sudah dilakukan perubahan bahan baku udang tersebut. Para stakeholder di Indonesia banyak yang berpendapat perubahan bahan baku atau subsential transformation itu diartikan sebagai asal diolah, asal direbus, atau dihilangkan kepala udangnya, sementara pihak AS menganggapnya itu masih sebagai udang dari perusahaan China yang terkena kebijakan antidumping. Masalah-masalah itu tentunya perlu klarifikasi sehingga potensi pasar udang Indonesia di AS yang cukup besar tidak terganggu. Sejauh ini, kata Martadi, tidak ada ancaman bahwa AS akan melakukan embargo atas komoditi udang Indonesia. Bahkan jumlah ekspor udang Indonesia ke AS akhir-akhir ini terus meningkat. "Kami tidak tahu dari mana datangnya isu embargo, menurut kami itu masih jauh, tapi kalau benar ada maka akan sangat membahayakan bagi petambak kita yang jumlahnya jutaan," ujarnya. Oleh sebab itulah antisipasi terus dilakukan dengan mempelajari berbagai permasalahan yang ada sebelum menjadi besar. (*)

Copyright © ANTARA 2006