Sebetulnya, sebelum masuk pasal-per pasal pada rancangan RKUHP itu punya problem serius soal kecacatan proses pembentukannya.
Makassar (ANTARA) - Aktivis hak asasi manusia (HAM) Haris Azhar menilai Rancangan Kitab Undang-Undang Hukum Pidana (RKUHP) yang sedang dibahas di DPR RI memiliki pasal-pasal yang diduga akan membelenggu hak kebebasan berekspresi

"Sebetulnya, sebelum masuk pasal-per pasal pada rancangan RKUHP itu punya problem serius soal kecacatan proses pembentukannya," kata Azhar kepada wartawan, di Warung Kopi Lagota Makassar, Sulawesi Selatan, Rabu.

Ia menjelaskan, ada beberapa kelemahan dalam pasalnya serta tidak pernah dibahas secara berkelanjutan. Selain itu, ini pernah dibahas dan diinisiasi di era Yusril Ihza Mahendra saat menjabat Menteri Hukum dan HAM. Adanya konteks rancangan ini muncul, kata dia, karena pernah mengikuti serangkaian workshop secara tematik saat itu.

Namun belakangan terhenti karena ada perubahan konstelasi politik dan berbagai persoalan lain, tetapi kemudian kembali dibahas. Ia menuturkan, intinya, tidak ada pembahasan berkelanjutan dan periodenya terlalu lama.

"Saya khawatir. Dan kelihatan betul rancangan ini tidak visioner. Kenapa tidak visioner, karena diskusinya bukan sekadar undang-undang tapi ini adalah KUHP," ujar mantan Koordinator Komisi untuk Orang Hilang dan Korban Tindak Kekerasan atau KontraS ini menekankan.
Baca juga: Pakar: Pasal perzinaan RKUHP berpotensi menimbulkan persekusi
Baca juga: CSIS: Pembukaan ruang publik jadi kunci optimalkan pembahasan RKUHP



Menurut dia, KUHP itu memuat berbagai macam hal, beda dengan undang-undang. Undang-undang itu hanya satu tema saja, kalau kitab ini bermacam-macam, ada soal kejahatan, benda, dan terhadap orang. Jadi, bukan hal yang gampang diubah sesuai dengan kebutuhan, tapi harus visioner.

"Jadi saya khawatir pembahasan yang tidak menyeluruh dan tidak berkelanjutan itu menyebabkan ada banyak kelompok yang tidak terwakili. Rancangan tidak partisipatif, dan tidak banyak melibatkan kelompok masyarakat, sehingga muncul banyak kritik dan pertanyaan, karena dibahas diam-diam," katanya lagi.

Pendiri Lokataru ini mengemukakan, misalnya pasal terkait kebebasan menyampaikan pendapat itu bisa dianggap dengan hinaan. Bagaimana kalau argumentasi disampaikan profesor dari hukum pidana ataupun Menteri Hukum dan HAM juga dianggap sama, itu tentu menjadi aneh.

"Nah siapa pun yang menyampaikan kritik termasuk jurnalis, dia akan dengan mudah dipidanakan. Subjeknya itu kan kepala negara. Hukum pidana itu untuk menjaga martabat seseorang bukan martabat profesi," katanya menjelaskan.

Selain itu, beberapa pasal lainnya dalam RKUHP itu juga menjadi perdebatan, dan ternyata di dalam drafnya rancangan itu ada sejumlah hal yang dinilai justru menguntungkan penguasa dan malah sangat merugikan rakyat.
Baca juga: Anggota DPR: RKUHP tidak ancam kebebasan pers
Baca juga: Komnas HAM: Semangat RKUHP harus melindungi bukan menghukum

Pewarta: M Darwin Fatir
Editor: Budisantoso Budiman
Copyright © ANTARA 2022