Salah satu asumsi yang sering luput dari perhatian dalam melakukan kerja-kerja kedaruratan, rehabilitasi, dan rekonstruksi pascabencana, soal keadilan gender
Palu (ANTARA) - Upaya mencegah dan menangani kekerasan berbasis gender dan kekerasan terhadap anak menjadi perhatian serius, terutama para pemangku kepentingan rehabilitasi dan rekonstruksi wilayah terdampak bencana tahun 2018 di Kota Palu, Kabupaten Sigi, dan Donggala, Provinsi Sulteng.

Bencana alam yang melanda sejumlah daerah tersebut, berupa gempa bumi, tsunami, dan likuefaksi.

Menurut Perserikatan Bangsa Bangsa (PBB), kekerasan berbasis gender (KBG) dan kekerasan terhadap anak (KTA) termasuk kategori masalah kemanusiaan yang besar diakibatkan ketidaksetaraan gender, diskriminasi, kepercayaan, dan praktik kebiasaan yang negatif. 

Sebanyak dua kondisi pascabencana disorot PBB, yakni lokasi pengungsian korban bencana yang kurang aman, suasana pascabencana, banyak pekerja sosial masuk wilayah bencana, dan masuknya banyak pekerja dalam upaya rehabilitasi dan rekonstruksi (rehab dan rekon). 

Dalam situasi yang demikian, kelompok perempuan, anak-anak, remaja, lanjut usia (lansia), dan difabel adalah kelompok sangat rentan korban KBG dan KTA.

Selain itu, KBG dan KTA di lingkungan proyek konstruksi berupa eksploitasi seksual atasan terhadap bawahan, pelecehan seksual terhadap pekerja maupun masyarakat sekitar, mempekerjakan anak di bawah umur, prostitusi dan permintaan kebutuhan seksual, dan paling parah berupa pemerkosaan. 

KBG dan KTA berpotensi dialami masyarakat di lokasi bencana serta lingkungan staf atau pekerja proyek.

Kementerian Pekerjaan Umum dan Perumahan Rakyat (PUPR) sebagai pimpinan sektor penanganan kegiatan pascabencana di Sulawesi Tengah dibantu Dinas Pemberdayaan Perempuan dan Perlindungan Anak (DP3A) setempat sejak awal telah memberikan perhatian serius dalam mengawal pencegahan KBG dan KTA. 

Bahkan, dua lembaga pemerintahan telah menandatangani nota kesepahaman sebagai bentuk kerja sama pencegahan KBG dan KTA di daerah terdampak bencana 2018 di Sulteng, selama masa rehab dan rekon.

Baca juga: Pemprov Sulteng: Perpanjangan Inpres rehab-rekon demi penuhi hak warga

Kerja sama antara Kementerian PUPR dan pemda itu langkah taktis dan strategis mencegah secara dini berbagai kekerasan tersebut. Kerja sama tersebut juga usaha menjamin keterlibatan secara sinergis, pembagian peran dan saling melengkapi dalam semua upaya membangun partisipasi gender, serta melakukan upaya mitigasi risiko dan penanganan kekerasan tersebut.

Kerja sama kedua pihak untuk menjamin layanan bermutu dan komprehensif, termasuk efektivitas layanan komunikasi, informasi, dan edukasi, pencegahan serta pelayanan terpadu korban kekerasan perempuan dan anak, meningkatkan advokasi pemberdayaan perempuan serta perlindungan anak.

Serius 

Pertimbangan aspek gender dalam perencanaan pembangunan menjadi perhatian serius. Perempuan memiliki peran berbeda dengan laki-laki sehingga kebutuhan mereka pun berbeda. Beberapa kebutuhan ini bersifat praktis, sedangkan lainnya bersifat strategis.

Salah satu asumsi yang sering luput dari perhatian dalam melakukan kerja-kerja kedaruratan, rehabilitasi, dan rekonstruksi pascabencana, soal keadilan gender karena dampak bencana dianggap bersifat netral secara gender. 

Anggapan tidak ada perbedaan dampak bencana bagi laki-laki dan perempuan, serta tidak adanya data terpilah dan analisa terhadap kelompok rentan, yakni perempuan, anak-anak, remaja, penyandang disabilitas, dan lansia, kerap mengabaikan bahwa laki-laki dan perempuan memiliki pengalaman menghadapi bencana yang berbeda.

Dalam proyek konstruksi di daerah terdampak bencana pascabencana, dua hal diperhatikan yaitu saat konstruksi dan pascakonstruksi. Mitigasi risiko KBG di proyek konstruksi disebabkan masuknya sejumlah pekerja yang berinteraksi dengan masyarakat sekitar. 

Penanggung jawab proyek harus menjaga reputasi dan nama baik kontraktor, komunitas, dan masyarakat, memastikan keselamatan dan kesehatan pekerja, serta mitigasi risiko, termasuk KBG di area kerja.

Pascakonstruksi, semua infrastruktur beserta hunian yang dibangun pada akhirnya ditujukan memenuhi kebutuhan masyarakat terdampak bencana, utamanya korban bencana yang kehilangan tempat tinggal, mata pencaharian, dan sanak keluarga, dalam suatu lingkungan yang tertata dan memiliki aksesbilitas bagi semua atau inklusif, termasuk permasalahan gender. 

Untuk mendukung inklusivitas konstruksi agar dapat diakses oleh semua, maka desain fisik infrastruktur yang dibangun harus mampu memfasilitasi kebutuhan-kebutuhan materiil, termasuk dalam waktu lama dapat mengatasi kemungkinan kesenjangan.

Sosialisasi 

Berdasarkan laporan Tim Khusus Kekerasan Berbasis Gender Untuk Proyek Rehabilitasi dan Rekonstruksi Pascabencana Sulteng, sosialisasi KBG dan KTA telah dilaksanakan di lingkungan perusahaan yang mengerjakan proyek rehab dan rekon di Sulteng, dimulai dari pembekalan di level manajerial hingga para pekerja. 

Upaya selanjutnya, memantau kinerja pemangku kepentingan terkait apakah kasus KBG dan KTA masih tinggi, berkurang, atau bahkan nol kasus. 

Baca juga: Wapres Ma'ruf-Pemda tanam pohon di lokasi pembangunan huntap Palu

Sosialisasi tersebut untuk membekali para pekerja dan pemangku kepentingan terkiat dengan pengetahuan dasar tentang pencegahan dan penanganan KBG dan KTA, termasuk pengelolaan kasus, pemulihan dan dukungan psikososial, serta mekanisme rujukan dalam proses rehabilitasi dan rekonstruksi pascabencana di daerah tersebut, termasuk memberikan pengetahuan praktis tentang alur pencegahan dan penanganan. 

Sosialisasi juga untuk memastikan tata cara penerapan kode etik pencegahan KBG dan KTA, konsekuensi pelanggaran, serta komitmen bersama. 

Pada prinsipnya, sosialisasi dan penerapan kode etik kewenangan perusahaan di wilayah kerja terdampak bencana, yang mana merupakan bagian dari kewajiban kontraktor tertuang dalam kontrak kerja, dalam upaya mencegah KBG dan KTA. 

Dengan model seperti itu, Kementerian PUPR dan pemda melakukan pendampingan dan pemantauan, antara lain berupa penyediaan tim ahli, peta jalan pencegahan dan penanganan KBG dan KTA, materi sosialisasi, tujuan yang hendak dicapai, hingga mekanisme pengelolaan berbagai keluhan dan pengaduan. 

Kanal

Terkait dengan mekanisme pengaduan, telah disediakan kanal-kanal pengaduan, seperti Layanan Informasi dan Pengelolaan Pengaduan Masyarakat (LIPPM).

Ada berbagai kanal pengaduan KBG dan KTA, baik secara langsung maupun tidak langsung. Proyek menyediakan dan mengelola kanal pengaduan melalui mekanisme LIPPM yang dapat diakses 24 jam. 

Layanan itu wujud komitmen proyek, dalam hal ini Kementerian PUPR, meminimalisasi dan mencegah dampak negatif pengerjaan proyek rehab dan rekon pascabencana di Sulteng, termasuk KBG dan KTA. 

Baca juga: Wapres minta PUPR dahulukan bangun jalan strategis Palu pascabencana

Layanan tersebut untuk menampung, mencatat, menelaah, menyalurkan atau merujuk, mengonfirmasi, mengklarifikasi, memberikan alternatif solusi kepada pelapor dan mendokumentasikan serta menyosialisasikan hasilnya kepada masyarakat dan pihak terkait, serta memastikan kasus KBG dan KTA ditangani sesuai dengan kode etik dan kualitas layanan yang baik.

Layanan dapat diakses oleh semua kalangan dan dimanfaatkan khususnya penerima manfaat proyek, mereka yang terdampak proyek secara langsung atau tidak langsung, para pekerja proyek, termasuk pekerja konstruksi.

Mekanisme LIPPM untuk mendukung proses transparansi dan akuntabilitas proyek rehab dan rekon pascabencana di Sulteng, serta panduan layanan informasi dan penanganan pengaduan dalam menyelesaikan berbagai permasalahan terkait dengan pelaksanaan proyek. Layanan itu diharapkan menjamin akses dan hak korban dapat dipenuhi sesuai dengan aturan. 

Standar penyelesaian masalah yang masuk LIPPM dan pengelolaan secara profesional dengan melibatkan instansi terkait dan para ahli di bidangnya, tentunya menjadi jaminan penyelesaian secara terukur, cepat, dan tepat.

Yang tidak kalah penting, kanal pengaduan untuk berbagai kasus KBG dan KTA melalui instansi terkait pemerintah daerah, lembaga, dan yayasan kemanusiaan atau lembaga swadaya masyarakat (LSM) peduli penanganan KBG dan KTA.

Harapannya, kolaborasi dan kemitraan antara pemerintah daerah dan LSM ke depan lebih terintegrasi dalam meminimalisasi kasus-kasus KGB dan KTA, khususnya kegiatan rehab dan rekon pascabencana 2018 di Sulteng.

Baca juga: Satgas: dana stimulan perbaikan rumah tidak dimanfaatkan semestinya
Baca juga: DPD RI: Tuntaskan masalah agar pinjaman untuk rehab rekon Sulteng cair
Baca juga: Wamen PUPR minta selesaikan persoalan terkait rehab rekon di Sulteng

Editor: M. Hari Atmoko
Copyright © ANTARA 2022