Jakarta (ANTARA News) - Zannuba Ariffah Chafsof atau yang biasa dipanggil Yenny Abdurrahman Wahid akhirnya juga mengungkapkan kekhawatirannya atas draft Rancangan Undang Undang Antipornografi dan Pornoaksi (RUU APP), setelah draft itu banyak diprotes orang. "Kalau saya sih, jangan sampai digolkan draft yang sekarang ini," tuturnya kepada ANTARA News di Wahid Institut, Jakarta. Staf Khusus Presiden bidang Komunikasi Politik itu menyetujui bahwa pornografi adalah problem masyarakat, namun baginya problem utama adalah pada distribusi dan produksi pornografi. "Itulah seharusnya yang diatur dalam UU, (yaitu) akses kepada pornografi bagi anak-anak di bawah umur, itu yang tidak boleh. Bukan sebuah UU yang punya ekses mengekang kebebesan sekelompok masyarakat tertentu, misalnya perempuan," paparnya. RUU APP mendapatkan penolakan dari berbagai kalangan, salah satunya dari para aktivis perempuan. Salah satu pasal yang dianggap diskriminatif adalah yang menyebutkan bahwa "setiap orang dewasa dilarang mempertontonkan bagian tubuh tertentu yang sensual" (pasal 25:1). Dari penjelasan, yang dimaksud dengan bagian tubuh yang sensual itu adalah alat kelamin, paha, pinggul, pantat, pusar, dan payudara perempuan, baik terlihat sebagian maupun seluruhnya. "Saya sangat setuju akan ada revisi terhadap draft tersebut. Sekarang kan pansus APP mengatakan akan ada revisi," kata Yenny. Sore hari setelah diskusi, menurut rencana para penggiat seni dan aktivis perempuan akan menyampaikan surat keberatan atas RUU kepada Presiden melalui melalui Yenny. Namun hal itu belum sempat dilaksanakan karena diskusi mengenai RUU APP belum selesai dilakukan oleh kalangan yang menolak tersebut. Mengenai surat keberatan tersebut, Yenny mengatakan bahwa ia berjanji akan menyampaikannya kepada Presiden dan menurutnya perbedaan pendapat adalah sebuah hal yang biasa di negara demokrasi seperti Indonesia. "Ini demokrasi, semua yang merasa hak mereka akan terpasung, bahwa kedudukan mereka dimata hukum nantinya akan tercederai dengan adanya RUU APP itu, tentunya berhak untuk mengeluarkan keberatannya. Ya, sangat wajar," katanya.(*)

Editor: Ruslan Burhani
Copyright © ANTARA 2006