Surabaya (ANTARA News) - Ketua Umum Pengurus Pusat Muslimat Nahdlatul Ulama (NU) Dra Hj Khofifah Indar Parawansa menduga, kelompok penolak Anti-Pornografi dan Pornoaksi (APP) belum membaca Rancangan Undang-Undang (RUU) itu, sehingga mereka tidak tahu apa yang dikritisi sudah diakomodir. "Muslimat NU mendukung RUU APP itu, karena generasi muda memang harus diselamatkan dari eksploitasi itu, apalagi RUU APP itu sudah mengakomodir prinsip pluralisme," ujarnya usai berbicara dalam acara yang digelar Pengurus Wilayah (PW) Muslimat NU Jawa Timur di Surabaya, Sabtu. Di sela-sela "Sosialisasi Hasil Rakornas YPM-NU dan Percepatan KF (Keaksaraan Fungsional)" yang dihadiri sekitar 100 pengurus Pengurus Cabang (PC) Muslimat NU se-Jatim itu, ia menjelaskan, Muslimat NU sudah membahas RUU APP itu secara tuntas pada 7 Maret 2006. "Karena itu, bagi Muslimat NU, RUU APP itu sudah clear, apalagi RUU APP itu dibangun di atas prinsip pluralisme, seperti kemungkinan penerapan bagi suku-suku di pedalaman Papua atau Kalimantan yang suka buka baju atau seperti orang desa di Jawa yang pakai kemben," ujarnya. Oleh karena itu, jika ada kelompok yang mempersoalkan RUU APP, berarti mereka belum membaca draft RUU APP. "Kalau mereka menyempatkan diri untuk membaca, tentu tidak akan memunculkan Islamisasi atau Islam fobia. Semuanya tidak benar," paparnya. Menurut mantan Menteri Negara Pemberdayaan Perempuan di era Presiden KH Abdurrahman Wahid (Gus Dur) itu, masyarakat Bali juga tak perlu memprotes RUU APP itu, karena RUU APP juga sudah mengakomodir daerah pantai, gedung fesyen, dan semacamnya dengan kategori diizinkan. "Jadi, Muslimat NU menilai RUU APP itu sudah tidak ada persoalan dari aspek pluralisme, budaya, ekonomi, dan hukum. Karena itu, kalau masih juga diprotes tentu mereka perlu mengetahui adanya 3,3 juta remaja putri dalam tahun yang melakukan aborsi akibat pornografi," ucapnya. Politisi senior NU itu menyatakan, Muslimat NU sendiri mendukung RUU APP atas dasar kepentingan menyelamatkan generasi muda, sehingga perlu ada pengaturan atau regulasi untuk pornografi. "Regulasi itu berbeda restriksi, karena regulasi itu pengaturan, sedangkan restriksi itu pembatasan. RUU APP itu sendiri bukan pembatasan, tapi pengaturan, karena prinsip pluralisme, budaya, ekonomi, dan hukum sudah diakomodir di dalamnya," ujarnya, menjelaskan. NU sendiri memiliki doktrin bahwa tugas pemimpin itu ada lima, yakni hizbul mal (menyelamatkan harta negara), hizbun-nafsi (menyelamatkan jiwa/nyawa), hizbul aqli (menyelamatkan kebebasan berpendapat), hizbud-din (menyelamatkan kehidupan beragama), dan hizbun-naslih (menyelamatkan harkat dan martabat). "Nah, Muslimat NU menganut doktrin NU dalam kepemimpinan itu, khususnya hizbun-naslih atau menyelamatkan harkat dan martabat generasi muda yang terkait dengan RUU APP itu," tuturnya. Secara terpisah, Wakil Ketua PWNU Jatim Drs H Ibnu Anshori MA mengemukakan, NU mendukung RUU APP, karena draft RUU APP yang sekarang dibahas DPR RI itu, sudah disusun secara komprehensif dan menampung berbagai kepentingan. "Kalau ada yang mempersoalkan, berarti mereka perlu dipertanyakan kaitannya dengan industri pornografi yang konon dapat menghasilan Rp12 triliun dalam satu bulan. Tapi hal itu merusak masyarakat Indonesia secara sistematis," demikian Khofifah. (*)

Editor: Priyambodo RH
Copyright © ANTARA 2006