Pemerintah daerah akan bersikap menghentikan penyaluran berbagai bantuan baik saat darurat bencana maupun menyiapkan rumah relokasi jika mereka tetap bertahan di sempadan sungai
Garut, Jabar (ANTARA) - Banjir bandang yang melanda 14 kecamatan menyebabkan 6.314 kepala keluarga (KK) atau 19.546 jiwa terdampak banjir di Kabupaten Garut, Jawa Barat, akibat hujan deras yang berlangsung lama sehingga aliran sungai besar meluap pada Jumat (15/7) 2022 malam.

Bencana banjir itu dilaporkan melanda 90 desa/kelurahan tersebar di Kecamatan Garut Kota, Tarogong Kaler, Tarogong Kidul, Banyuresmi, Bayongbong, Karangpawitan, Cilawu, Samarang, dan Pasirwangi. Banjir juga melanda wilayah selatan yakni Banjarwangi, Cigedug, Cikajang, dan Singajaya, lalu wilayah utara seperti Kecamatan Cibatu.

Bencana tersebut tidak menimbulkan korban jiwa. Hanya kerusakan pada rumah dan fasilitas umum seperti jembatan, serta lingkungan warga menjadi kotor karena banyak material lumpur yang dibawa arus banjir.

Bencana banjir melanda permukiman warga di wilayah Garut Kota maupun di wilayah selatan sudah seringkali dilaporkan pada musim penghujan, dan laporan terakhir yang cukup besar terjadi pada Jumat (15/7) malam.

Namun kondisi serupa pernah terjadi juga pada 20 September 2016, di mana bencana banjir melanda wilayah perkotaan Garut menyebabkan banyak korban jiwa, tercatat 34 orang meninggal dunia karena tenggelam, ada juga belasan orang dilaporkan hilang, dan ribuan warga harus mengungsi.

Bencana banjir bandang yang dilaporkan pemangku kebijakan akibat luapan sungai, kini setelah sekian tahun terjadi lagi, menerjang pemukiman warga di wilayah yang pernah terjadi sebelumnya.

Sejumlah warga yang terdampak banjir bandang mengaku tidak menyangka rumahnya akan kembali diterjang banjir, apalagi kejadiannya bukan di saat musim hujan, melainkan saat masuk musim siklus kemarau.

Seperti yang diungkapkan seorang warga korban banjir, Slamet (28), warga Kampung Cipeujeuh, Kecamatan Garut Kota. Ia mengatakan banjir menggenangi pemukiman rumah warga yang sebelumnya tidak diduga akan terjadi banjir lagi.

"Dulu pernah terjadi banjir juga, sekarang terulang lagi," kata Slamet.

Selain kampung itu, banjir yang sudah menjadi langganan setiap turun hujan deras yaitu di kawasan Cimacan atau Sudika Indah, Desa Haurpanggung, Kecamatan Tarogong Kidul, daerah itu berdekatan dengan bibir Sungai Cimanuk, sungai terbesar yang mengitari wilayah perkotaan Garut.

Pada bencana banjir tahun 2016, Desa Haurpanggung merupakan daerah yang dilaporkan paling parah, dan juga banyak warga terbawa arus sungai dan meninggal dunia.

Sebagian warga di daerah itu sudah direlokasi oleh pemerintah yang disiapkan rumah tapak dan rumah susun, namun seiring waktu kawasan itu kembali lagi ramai dan ditempati masyarakat sebagai tempat tinggal.

Warga di kampung itu mengharapkan adanya perhatian yang lebih serius dari pemerintah untuk melakukan perbaikan kawasan bantaran, dan pelebaran Sungai Cimanuk, atau direlokasi ke daerah yang lebih layak dan berkeadilan.

"Juga pembenahan lahan yang sudah alih fungsi jadi lahan garapan, relokasi atau penggantian atau yang beradab dan berkeadilan, adil bukan berarti merata," kata Kurniawan salah seorang warga yang terdampak banjir di daerah itu.

Kosongkan Sempadan Sungai

Pada penanggulangan banjir 2016, pemerintah sudah merelokasi semua warga yang tinggal di sempadan sungai, atau daerah yang rawan diterjang banjir luapan sungai ke tempat lebih aman.

Relokasi bagi korban banjir pada waktu itu disiapkan komplek perumahan berikut disiapkan fasilias umumnya seperti jaringan listrik dan penyediaan air bersih di sejumlah titik tidak jauh dari perkotaan Garut.

Tempat tinggal yang disiapkan pemerintah dan dari berbagai bantuan instansi pemerintah, swasta, maupun personal itu kondisinya dinilai cukup layak, masyarakat korban banjir bersedia pindah dan meninggalkan rumah lamanya yang terdampak banjir.

Program relokasi yang dinilai telah berhasil itu akan dilakukan kembali oleh Pemerintah Kabupaten Garut dalam menanggulangi korban banjir yang terjadi Jumat, 15 Juli 2022, warga yang rumahnya di sempadan sungai wilayah perkotaan maupun pelosok Garut akan direlokasi.

Bupati Garut Rudy Gunawan dalam kunjungannya ke Kampung Cimacan sempat menyatakan bahwa warga di kampung tersebut sebelumnya sudah direlokasi, namun ternyata masih ada warga yang tinggal di kampung rawan banjir itu.

Atas kondisi seperti itu maka Bupati Garut memutuskan daerah Kampung Cimacan maupun kawasan lainnya yang berada di sempadan sungai harus dikosongkan karena akan diterjang lagi banjir dan membahayakan keselamatan jiwa.
Wakil Bupati Garut Helmi Budiman menijau daerah terdampak banjir di Muara Sanding, Kecamatan Garut Kota, Kabupaten Garut, Jawa Barat, Rabu (21/7/2022). (FOTO ANTARA/HO-Diskominfo Garut)


Pernyataan Bupati itu sebagai kebijakan mengakhiri banjir yang tidak menerjang permukiman warga atau menimbulkan kerugian materi, karena bagaimana pun sempadan sungai memiliki potensi tinggi diterjang banjir, dan berbahaya bagi penghuninya.

"Ini harus dikosongkan, makanya dengan kejadian ini ada hikmahnya, makanya kami akan melakukan secara humanis," kata Rudy saat meninjau daerah yang terdampak banjir di Kampung Cimacan, Desa Haurpanggung, Kecamatan Tarogong Kidul, Senin (18/7).

Pernyataan sama juga didukung oleh Wakil Bupati Garut Helmi Budiman yang memutuskan sepanjang sempadan sungai harus dikosongkan dari pemukiman rumah warga karena berada di daerah rawan banjir.

Wabup selama tanggap darurat banjir mendatangi sejumlah daerah yang terdampak banjir dan meminta masyarakat untuk bersedia direlokasi sebagai langkah antisipasi adanya bahaya dari ancaman banjir di lingkungannya.

Ia menyebutkan wilayah perkotaan terdapat banyak sungai, seperti sungai besar yakni Sungai Cimanuk, kemudian sungai lainnya yang bermuara ke Sungai Cimanuk memiliki potensi luapan air jika intensitas hujan tinggi.

Hasil dari peninjauannya di lapangan itu sebagian warga yang tinggal di daerah rawan banjir seperti di Kecamatan Garut Kota bersedia untuk direlokasi, begitu juga warga yang terdampak banjir di wilayah selatan Kecamatan Banjarwangi juga bersedia direlokasi.

Ia dalam kunjungannya menyampaikan pemerintah daerah, dibantu pemerintah provinsi dan pusat siap mengalokasikan anggaran untuk menyiapkan atau membangun rumah relokasi bagi korban banjir di Garut.

"Alhamdulillah BNPB kemarin sudah siap mem-'backup' (dana) yah... untuk membangunkan rumah," kata Helmi.

Tidak Dapat Bantuan

Keseriusan pemerintah merelokasi warga terbukti dengan telah dilakukan pendataan rumah yang berada di sempadan sungai, dan juga menyiapkan lahan untuk relokasi di tempat aman.

Namun pemerintah juga sepertinya tidak mau kecolongan dengan adanya masyarakat yang kembali nekat menempati kembali rumah di sempadan sungai. Jika itu terjadi maka pemerintah menyiapkan sanksi yaitu tidak memberikan bantuan apabila nanti terdampak banjir lagi.

Pernyataan itu disampaikan Kepala BPBD Kabupaten Garut sekaligus Sekda Pemkab Garut Nurdin Yana yang menilai cara itu agar masyarakat sadar dan bersedia untuk pindah dari lokasi rawan banjir ke tempat yang lebih aman.

Ia menjelaskan pemerintah daerah akan bersikap menghentikan penyaluran berbagai bantuan baik saat darurat bencana maupun menyiapkan rumah relokasi jika mereka tetap bertahan di sempadan sungai.

Nurdin dalam kesempatan itu menyampaikan juga bahwa daerah sempadan sungai harus ada kejelasan aturannya, untuk itu melalui peraturan bupati nanti akan ada ketetapan terkait pemanfaatan lahan di sempadan sungai.

Aturan itu menjadi dasar hukum bagi pemerintah daerah agar di kemudian hari pemerintah bisa memutuskan tidak menyalurkan bantuan kepada masyarakat yang terdampak banjir di sempadan sungai.

"Kalau mereka kembali lagi ke sempadan setelah direlokasi, maka tidak akan dikasih bantuan," kata Nurdin saat kunjungannya meninjau daerah sempadan Sungai Cimanuk di Kampung Paminggir, Kecamatan Garut Kota.

Sejumlah solusi lain untuk mengatasi banjir telah diupayakan oleh pemerintah, namun begitu faktor lingkungan seperti menjaga kelestarian alam dan kondisi hutan di hulu sungai juga harus menjadi perhatian pemerintah maupun masyarakat.

Ke depan bencana banjir tidak lagi dituduhkan karena intensitas hujan yang tinggi, karena bagaimana pun kondisi hujan di zaman dulu maupun sekarang terjadi sama seperti itu, hanya saja persoalannya daya resapan tanahnya saat ini lebih sedikit karena adanya dampak pembangunan, sehingga air lebih lama berada di permukaan. 

Baca juga: BNPB: Beberapa rumah di daerah terdampak banjir Garut harus direlokasi

Baca juga: Wabup Garut sebut 6.314 KK terdampak banjir bandang

Baca juga: 1.000 paket sembako dikirim bagi warga Garut-Bogor terdampak banjir

Baca juga: Kepala BNPB beri bantuan tanggap darurat untuk Kabupaten Garut




 

Editor: Andi Jauhary
Copyright © ANTARA 2022