Bagi Indonesia, tentu persoalan harga pangan termasuk yang lain, sebenarnya justru blessing. Tapi, di sisi lain tentu terdapat sisi negatifnya ke inflasi
Jakarta (ANTARA) - Kepala Badan Kebijakan Perdagangan Kementerian Perdagangan Kasan menyampaikan bahwa tantangan pangan global memiliki dua sisi bagi Indonesia, yakni sisi positif dan negatif.

"Bagi Indonesia, tentu persoalan harga pangan termasuk yang lain, sebenarnya justru blessing. Tapi, di sisi lain tentu terdapat sisi negatifnya ke inflasi," kata Kasan saat menghadiri Gambir Talk 2022 #6 ditayangkan virtual, Selasa.

Bulan lalu, lanjut Kasan, inflasi tahunan Indonesia sudah lebih dari 4 persen. Namun, di negara maju, angka inflasinya sangat tinggi. Bahkan, negara-negara di Eropa dan Amerika, angka inflasinya menyentuh lebih dari 8 persen.

"Ini tantangan kita di dalam konteks bagaimana inflasi global ini kaitannya dengan kesiapan kita dan bagaimana juga menyikapinya baik saat ini maupun ke depan," kata Kasan

Food Security and Nutrition Officer Food Agriculture Organization (FAO) PBB Dewi Fatmaningrum menyampaikan, setelah badai COVID-19 melanda, terdapat tantangan baru dari dampak perang antara Rusia dan Ukraina, yakni ketersediaan pangan.

"Di Asia sendiri, komoditas yang terdampak karena adanya perang adalah gandum dan tepung terigu," kata Dewi.

Selain itu, pupuk juga mulai terdampak, karena Indonesia menjadi salah satu pengimpor pupuk dari Rusia sebesar persen untuk memenuhi kebutuhan pokok pangan.

"Ke nasionalnya sendiri ada sisi positif dan negatifnya. Di sisi positifnya sendiri ada permintaan yang lebih tinggi dan harga untuk ekspor meningkat 44 persen di Maret 2022," ujar Dewi.

Sementara sisi negatifnya, karena ada pasokan yang menurun dan harga naik, akhirnya memberikan dampak pada pemasukan petani dan pada produksi agrikultur.

Untuk gandum, terjadi disrupsi sebanyak 27 persen di Ukraina. Hal itu akan memengaruhi harga gandum. Untuk itu Indonesia dinilai harus mencari sumber gandum dari negara lain.

"Pada komoditas gandum, setiap negara punya kebijakan tersendiri untuk menyelamatkan negaranya masing-masing. Kayak India stop ekspor gandumnya," ujar Dewi.

Untuk itu, Dewi menyampaikan bahwa FAO memberikan rekomendasi berupa mitigasi krisis pangan kepada negara-negara di dunia.

"Pertama yakni harus benar-benar membuka global food trade. Tidak hanya perdagangan, termasuk pupuk juga karena menjadi agricultural input yakni bahan pokok produksi pangan," ujar Dewi.

Selanjutnya, perlunya mencari negara baru pemasok komoditi yang dibutuhkan dan terganggu pasokannya.

Kemudian, menghindari ad hoc policy reaction dengan melihat lebih jauh dampak dari kebijakan yang akan diambil tersebut.

"Terakhir yakni perlu juga memerhatikan adanya penyebaran penyakit pada hewan. Dan penting dilakukan dialog serta transparansi," tukas Dewi.

Dengan demikian, lanjut Dewi, seluruh negara di dunia bisa memitigasi hal-hal yang berkaitan dengan menjaga ketahanan pangan untuk masyarakat.

Baca juga: Pengamat: Inflasi energi dan pangan jadi tantangan di 2022
Baca juga: Bank Dunia sarankan tiga langkah atasi tantangan ketahanan pangan
Baca juga: Erick harapkan RNI adaptif hadapi tantangan perkuat ketahanan pangan

 

Pewarta: Sella Panduarsa Gareta
Editor: Biqwanto Situmorang
Copyright © ANTARA 2022