Jakarta (ANTARA) - Perhimpunan Dokter Spesialis Kulit Indonesia (PERDOSKI) menyampaikan bahwa infeksi cacar monyet dapat memicu komplikasi berat hingga kematian.

"Meskipun cacar monyet ini dikatakan ringan, tapi komplikasinya bisa kemana-mana," ujar perwakilan PERDOSKI Prasetyadi Mawardi dalam konferensi pers daring yang diikuti di Jakarta, Selasa.

Menurutnya, penyakit tersebut bisa menjadi lebih serius bagi sebagian orang dan berpotensi mengakibatkan kematian.

Ia mengemukakan komplikasi awal cacar monyet terjadi pada kulit, yaitu terjadinya infeksi sekunder pada kulit sehingga menyebabkan ruam.

Baca juga: Perdoski: Cacar monyet tidak masuk kelompok infeksi menular seksual

Baca juga: BRIN: Riset jadi pilar pencegahan penyebaran cacar monyet


Infeksi cacar monyet dapat berlanjut dan menyebabkan komplikasi pada bagian tubuh lain, seperti radang paru, pneumonia.

"Kemudian bisa masuk ke otak, bisa ensefalitis (radang otak) dan berlanjut tingkat keparahannya sampai meninggal," tuturnya.

Dalam kesempatan sama, Ketua Satgas Monkeypox PB IDI, Hanny Nilasari mengimbau masyarakat untuk selalu menerapkan Perilaku Hidup Bersih dan Sehat (PHBS) guna mengurangi risiko penularan penyakit menular seperti cacar monyet yang melanda dunia.

"Secara umum PHBS adalah sesuatu hal yang mesti kita lakukan bersama-sama untuk mencegah penyakit ini (monkeypox)," katanya.

Selain itu, kata dia, masyarakat juga diimbau untuk disiplin protokol kesehatan seperti menggunakan masker dan menjaga higienitas tangan.

Guna menghindari terkena virus cacar monyet, ia juga mengimbau agar masyarakat untuk menghindari kontak langsung dengan hewan penular cacar monyet, seperti hewan pengerat, marsupial, primata non-manusia, baik hewan mati atau hidup.

Ia menambahkan, jika seseorang mengalami ruam, disertai demam atau gejala klinis mencurigai infeksi cacar monyet, segera hubungi fasilitas pelayanan kesehatan setempat.

"Masyarakat diimbau secara sukarela memberikan informasi yang jujur apabila mengalami gejala ataupun memiliki kontak dengan pasien monkeypox," tuturnya.*

Pewarta: Zubi Mahrofi
Editor: Erafzon Saptiyulda AS
Copyright © ANTARA 2022