"Pengaruh teman sebaya yang konstruktif dan produktif dapat menjadi benteng remaja untuk tidak terjerumus dalam tindakan kekerasan ataupun hal-hal negatif lainnya,"
Jambi (ANTARA) - Penanganan kasus kekerasan yang melibatkan dua siswa SMP di Kabupaten Merangin tidak sekadar penegakan hukum namun perlu pendalaman latar belakang keluarga, edukasi dan kondisi psikologisnya sehingga kasus serupa tak terulang di tempat lain.

Hal itu diungkap Ketua Himpunan Psikologi (Himpsi) Jambi Novrans Setia Saputra di Jambi, Kamis.

Menurut Novrans yang juga Wakil Dekan Bidang Kemahasiswaan dan Alumni Fakultas Kedokteran dan Ilmu Kesehatan Universitas Jambi (Unja) kasus penusukan yang menewaskan seorang pelajar SMP di Merangin termasuk dalam kategori tindakan kekerasan pada remaja (peer violence).

Peer Violence dapat berkembang dengan cara yang berbeda. Sejak kecil, beberapa remaja menunjukkan perilaku kenakalan yang secara bertahap meningkat hingga berubah menjadi bentuk agresi yang lebih parah dibandingkan teman sebayanya.

Ketidakadaannya pemantauan ataupun pembatasan dalam mengakses media dari orang tua menjadikan anak-anak terpengaruh oleh publikasi kekerasan yang dihadirkan oleh media.

Hal ini dapat mendorong hadirnya anak-anak bertindak agresif. Peran media dalam mendorong hadirnya citra remaja yang positif perlu ditingkatkan sehingga remaja mampu menemukan role model dari figure atau remaja lainnya yang dianggap produktif dan berprestasi.

Terdapat pula pengaruh dari teman sebaya yang menjadi salah satu faktor penyebab kekerasan remaja. Pada sebagian remaja yang telah mendapatkan edukasi seputar kekerasan remaja dari orang tuanya di rumah, mereka juga perlu mendapatkan pemantauan terhadap dengan siapa mereka bergaul.

"Pengaruh teman sebaya yang konstruktif dan produktif dapat menjadi benteng remaja untuk tidak terjerumus dalam tindakan kekerasan ataupun hal-hal negatif lainnya," kata Novrans.

Orang tua diharapkan dapat terlibat dalam memantau teman sebayanya agar tidak terjerumus dalam pertemanan yang merusak pola pikir anak.

Keluarga juga, kata dia wajib mengetahui hal apa saja yang dilakukan oleh anaknya sehingga mereka bisa menjadi "alert system" bagi anaknya ketika ia ingin mencoba sesuatu yang merugikan dirinya sendiri ataupun orang lain.

Keterlibatan pemangku kepentingan seperti pemerintah dan sekolah juga tidak kalah pentingnya. Institusi-institusi tersebut dapat berperan dalam menekan tingkat kekerasan yang terjadi pada remaja.

"Pemerintah dapat menginisiasi program-program remaja sesuai bakat dan minatnya, termasuk pula mengadakan kegiatan-kegiatan kompetisi sehingga dapat membangun mental remaja secara positif," katanya.
Baca juga: Kasus kekerasan terhadap anak dan perempuan di Riau meningkat
Baca juga: Mukomuko dampingi delapan anak korban kekerasan seksual
Baca juga: Komnas PA: Kejahatan seksual dominasi kasus pelanggaran pada anak

 

Pewarta: Syarif Abdullah
Editor: Muhammad Yusuf
Copyright © ANTARA 2022