Jakarta (ANTARA News) - Akibat belum turunnya Peraturan Presiden soal penyaluran subsidi BBM bagi nelayan, ratusan kapal milik anggota koperasi perikanan dan ribuan anak buah kapal (ABK) saat ini belum bisa melaut karena ketidakmampuan mereka membeli BBM. "Kami minta ada solusi secepatnya sehingga kondisi ini segera teratasi," kata Ketua Koperasi Mina Jaya DKI Jakarta Fachruddin kepada pers di sela Rapat Anggota Tahunan (RAT) ke-31 di Mega Mendung, Bogor, Kamis. Menurut dia, 40 persen armada atau sekitar 300 kapal nelayan anggota Koperasi Mina Jaya di Muara Angke, Jakarta, kini hanya bersandar di dermaga tanpa dioperasikan karena ketidakmampuan membeli BBM. Mereka, lanjutnya, tidak bisa melaut sejak pemerintah menaikkan harga BBM Oktober tahun lalu. "Para nelayan mengalami kerugian karena ABK banyak yang menganggur," katanya. Jumlah ABK yang kini menganggur, menurut dia, mencapai sekitar 2.100 orang dengan perincian setiap satu kapal diawaki oleh tujuh ABK. Kondisi tersebut juga berdampak kepada penurunan produksi tangkapan para nelayan sekitar 14 persen. Namun, katanya, penurunan produksi itu untung saja tidak diikuti dengan penurunan omset karena secara otomatis harga mengalami kenaikan akibat suplai yang berkurang. Sementara itu Ketua Umum Induk Koperasi Perikanan Indonesia Wibisono mengatakan, kondisi para nelayan sudah sangat parah. "Kondisi mereka kini sudah babak belur," katanya. Kapal yang tidak melaut, lanjutnya, hampir terjadi di semua sentra perikanan. Bahkan di Pekalongan yang kondisi koperasi perikanannya cukup maju, kini keadaannya juga menyedihkan. "Pabrik es yang menopang usaha mereka pun kini terhenti operasinya karena banyaknya kapal yang tidak melaut," katanya. Berdasarkan peninjauannya ke Pekalongan, Wibisono menyebut sekitar 400 kapal anggota KUD Makaryo Mino tidak melaut karena tidak bisa memperoleh BBM dengan harga yang terjangkau. Untuk kapal berbobot 30 gross ton (GT) ke atas, katanya, tidak bisa memperoleh BBM di stasiun BBM yang ada. Stasiun BBM yang memberikan harga subsidi hanya untuk kapal kurang dari 30 GT. "Padahal mereka yang mempunyai kapal 30 GT ke atas umumnya adalah pendiri koperasi tersebut," katanya. Menyusul kenaikan harga BBM sejak Oktober 2005, Departemen Kelautan dan Perikanan telah mengusulkan pemberian subsidi bagi nelayan. BBM bersubsidi diberikan kepada nelayan dengan bobot kapal kurang dari 30 GT. Sementara itu untuk armada berbobot lebih dari 30 GT diberikan subsidi sebanyak 25 kilo liter per bulan. Namun pemberian subsidi tersebut belum bisa dilakukan karena belum turunnya Peraturan Presiden. Menteri Koperasi dan UKM Suryadharma Ali usai membuka RAT tersebut berjanji untuk membantu kesulitan nelayan tersebut. "Ini bagian dari masalah yang akan difokuskan solusinya oleh pemerintah dalam hal ini Meteri Kelautan dan Perikanan, Menteri Koperasi dan Menteri Energi," katanya. Mengenai kapan waktu penyelesaiannya, Menteri tidak berani berjanji dan hanya berharap segera terselesaikan. "Semua masalah nelayan itu sudah diketahui Menteri Perikanan dan mereka sedang bekerja keras agar keputusan ini bisa cepat keluar," katanya. Kementerian Koperasi, lanjutnya, akan terus mendorong koperasi perikanan ini untuk terus berkembang dan siap mendukung peningkatan permodalan lembaga keuangan mikro seperti Koperasi Simpan Pinjam yang dibentuk para nelayan. "Permodalan koperasi perikanan ini akan kita tingkatkan karena memang meningkatnya biaya operasional perlu modal tinggi," katanya.(*)

Editor: Bambang
Copyright © ANTARA 2006