"Kalau dimulai dari uang dan mereka (di Depdiknas-red) tidak siap (dengan program-red), untuk apa uangnya? Depdiknas bisa jadi gudang korupsi," kata Faisal Basri.
Jakarta (ANTARA News) - Pengamat ekonomi, Faisal Basri, mengkhawatirkan keputusan Mahkamah Konstitusi (MK) yang mengharuskan pemerintah mengalokasikan 20 persen anggaran APBN untuk pendidikan akan membuat Depdiknas menjadi "gudang korupsi" karena faktor ketidaksiapan menyerap dana itu. Usai Seminar tentang Restitusi Pajak dan Ekspor Fiktif di Jakarta, Kamis, dia menjelaskan bahwa kekhawatiran itu didasarkan atas pola pendekatan yang saat ini digunakan di Depdiknas, yakni pendekatan input yang menyediakan uang terlebih dahulu baru dicarikan penggunaannya. "Ini adalah paradigma yang harus ditinggalkan dan beralih pada pendekatan output, yaitu pemerintah harus menentukan dulu apa yang ingin dihasilkan dari pendidikan," katanya Dia menjelaskan dengan tujuan yang sudah ditetapkan, pemerintah tinggal melihat kondisi yang ada sekarang serta baru dicarikan anggarannya, dan bukan sebaliknya. "Kalau dimulai dari uang dan mereka (di Depdiknas-red) tidak siap (dengan program-red), untuk apa uangnya? Depdiknas bisa jadi gudang korupsi," katanya. Dia juga mengatakan saat ini baru ada dua negara yang menetapkan besaran angka persentase dalam konstitusinya, Indonesia dan Taiwan. "Tapi Taiwan itu negara kaya dan penduduknya sedikit," katanya. Meski menolak menyalahkan siapa-siapa atas masuknya detil besaran angka persentase dalam UUD 1945, dia menjelaskan hal itu adalah kesalahan konstitusi atau "Constitutional Failure". "Pendidikan itu tanggung jawab bersama, harus ada `sharing` dengan publik. Boleh 20 persen, tetapi kalau masyarakat semakin mampu, kontribusinya harus semakin banyak," katanya. Menurutnya, MK juga harus konsisten dengan keputusannya, karena menurut Pasal 31 ayat (4) UUD`45, bukan hanya 20 persen dari APBN, tetapi juga dari APBD provinsi dan APBD kabupaten. "Jadi akan lebih dari 20 persen secara total. Tapi bagaimana dengan Kabupaten Landak (Provinsi Kalimantan Barat-red)?", katanya. Hal itu, tambahnya, menjadi tanda bahwa sebetulnya yang salah adalah desain konstitusinya sehingga sulit menerapkan konstitusi itu. Dia mengatakan seharusnya pemerintah diwajibkan dulu mendesain sistem pendidikan yang jelas dengan segala kebutuhannya sehingga 20 persen itu jelas peruntukkannya. Dalam sidang uji materiil Undang-Undang nomor 13 tahun 2005 tentang APBN 2006 pada Rabu (22/3), Mahkamah Konstitusi (MK) memutuskan bahwa UU tersebut bertentangan dengan pasal 31 ayat 4 UUD 1945 karena anggaran pendidikan yang tercantum belum mencapai 20 persen dari total APBN. Menanggapi hal tersebut, Dirjen Anggaran dan Perimbangan Keuangan Depkeu, Achmad Rochjadi memperkirakan pemerintah membutuhkan tambahan anggaran pendidikan sekitar Rp41,6 triliun untuk menambah anggaran pendidikan dalam APBN 2006, yaitu anggaran untuk Depdiknas sebesar Rp36,7 triliun dan pendidikan di Depag sebesar Rp7,1 triliun.(*)

Editor: Heru Purwanto
Copyright © ANTARA 2006