Pekanbaru, (ANTARA News) - Sebanyak sepuluh ekor gajah liar tangkapan tim penangkap gajah dari Balai Konservasi Sumber Daya Alam (KSDA) Riau bekerjasama dengan Dinas Kehutanan sebagai penyandang dana, kondisinya kini terancam mati. Ketika kawanan gajah liar tersebut ditinjau, Kamis (23/3) di lokasi penambatan di perkebunan karet masyarakat di Kelurahan Balai Raja Kecamatan Pinggir Kabupaten Bengkalis, kondisinya mengkhawatirkan, kelaparan dan mengalami dehidrasi. Tubuh besar hewan langka itu terlihat terbalut kulit dengan tulang belulang yang menonjol, muka cekung akibat stres, dehidrasi bahkan di beberapa bagian tubuh hewan malang itu terdapat luka baik pada kaki karena ikatan rantai besi maupun bekas luka yang infeksi akibat tembakan obat bius. "Kondisi gajah-gajah ini telah melemah, malah kakinya juga ada yang berdarah," ujar Ketua Posko Amuk Gajah Duri Berton Panjaitan ketika menyaksikan hewan berbelalai itu terikat tak berdaya dengan tubuh yang kurus kering. Menurut dia, meskipun masyarakat di kampungnya meminta kawanan hewan yang mengganggu tanaman itu ditangkap, namun ia tidak mengira kondisi sadis dialami hewan langka itu. "Kami tidak mengira, jika gajah ditangkap jadi begini, telantar dan kurus kering. Kasihan," ujarnya pelan. Masyarakat yang bermukim di Kelurahan Balai Raja pada pertengahan Februari lalu diamuk gajah, tiga rumah warga, puluhan hektare tanaman perkebunan dan palawija rusak, sementara keberadaan gajah ini sempat mengganggu jalan lintas timur Pekanbaru-Dumai. Amukan gajah tersebut menyebabkan masyarakat mengungsi ke kantor kelurahan selama dua pekan dan meminta dinas kehutanan menangani masalah gajah liar tersebut. "Sayangnya, setelah tim turun dan gajah ditangkap kondisinya seperti ini," ulang Berton seakan menyesal telah meminta agar gajah liar ditangkap dari kampungnya. Kesedihannya bertambah pula, saat melihat kumpulan hewan mamalia besar itu terikat tak berdaya dan tiba-tiba seekor induk gajah tumbang, tak sadarkan diri. "Kondisinya sangat lemah, ia mungkin lapar dan haus," ujar Berton memelas ketika menyaksikan seekor induk gajah yang diperkirakan masih menyusui bayinya rebah begitu saja karena kehilangan tenaga. Kelaparan Melihat kondisi memelaskan dari kawanan gajah liar itu, Koordinator Human Elephant Conflict WWF Riau, Nurchalis Fadli menyatakan kekhawatirannya karena gajah tangkapan dengan kondisi kelaparan itu dapat menyebabkannya mati. "Perlakuan seperti inilah yang kami khawatirkan bila gajah ditangkap, sebab ini dapat menyebabkan kematian," ujar Nurchalis. Ia mengatakan, WWF sangat prihatin dengan kondisi gajah tangkapan tersebut dan itu sebabnya pihaknya membawa tim medis untuk memeriksa kesehatan hewan malang itu. Tim medis yang dibawanya tidak hanya dari Pusat Latihan Gajah (PLG) Riau tetapi juga dari Jakarta. "Luka bekas tembakan obat bius telah menjadi abses (infeksi yang bernanah), ditambah pula dehidrasi dan kelaparan," katanya. Menurut dia, kawanan hewan langka itu saat ini tidak diperhatikan baik oleh pemerintah dalam hal ini KSDA maupun perusahaan swasta yang ada di daerah tersebut. Bahkan, PT Chevron yang berjanji mau membantu menyediakan makanan kawanan gajah liar tersebut tidak menepati janjinya, sehingga hewan berbelalai itu kelaparan dan hanya memakan batang pisang, makanan yang tidak bergizi. "Penanganan hewan ini sejak awal telah salah urus. Lokasi pemindahan tidak ada tetap saja ditangkap jadinya begini, kekerasan dan kelaparan yang mereka alami," ujar Nurchalis seraya menunjukkan luka berdarah pada salah seekor kaki anak gajah yang dililit rantai besi. Ia mengatakan, jika kondisi gajah tersebut lemah tak berdaya seperti itu, hewan tersebut tidak bisa direlokasi bahkan untuk diberi antibiotikpun pada luka yang infeksi tidak bisa dilakukan karena tingginya tingkat dehidrasi yang dideritanya. Dari sepuluh ekor gajah yang berhasil ditangkap tim, terdapat lima ekor jantan dan lima betina, tiga diantaranya gajah muda dan dua induk. Salah seekor induk sedang menyusui dan bayinya masih berkeliaran di dalam kawasan hutan Balai Raja.(*)

Copyright © ANTARA 2006