Mereka sebenarnya bisa kapan saja mendapatkannya tanpa harus bermain politik dan menerobos masuk ke Mar-a-Lago,
Washington (ANTARA) - Biro Investigasi Federal (FBI) Amerika Serikat telah menyita 11 set dokumen rahasia, termasuk yang tergolong sangat rahasia, selama menyisir kediaman mantan Presiden Amerika Serikat Donald Trump, kata Departemen Kehakiman, Jumat (12/8).

Departemen itu juga mengungkapkan keyakinan bahwa penggeledahan perlu dilakukan berdasarkan kemungkinan ada pelanggaran Undang-Undang Spionase.

Ungkapan yang mengejutkan itu tercantum dalam surat perintah penggeledahan yang disetujui oleh seorang hakim pengadilan AS serta dokumen-dokumen penyerta.

Dokumen-dokumen tersebut diterbitkan empat hari setelah para petugas FBI menggerebek kediaman Trump, Mar-a-Lago di Palm Beach.

UU Spionase, yaitu salah satu undang-undang yang disebutkan dalam permohonan penerbitan surat perintah penggeledahan, mulai diberlakukan pada 1917.

Menurut UU tersebut, tindakan menerbitkan informasi yang bisa mengancam keamanan nasional merupakan kejahatan.

Trump, melalui pernyataan di platform media sosial miliknya, mengatakan dokumen-dokumen tersebut "semuanya sudah tidak lagi tergolong rahasia" dan disimpan di "tempat penyimpanan yang aman."

"Mereka tidak perlu 'menyita' apa pun. Mereka sebenarnya bisa kapan saja mendapatkannya tanpa harus bermain politik dan menerobos masuk ke Mar-a-Lago," kata pengusaha asal Partai Republik yang kemudian menjadi politisi itu.

Penggeledahan dilaksanakan sebagai bagian dari investigasi federal untuk menyelidiki kemungkinan Trump secara ilegal memindahkan dokumen ketika ia meninggalkan kantor saat masa jabatannya berakhir pada Januari 2021.

Dua bulan sebelum itu, Trump mengalami kekalahan dari Joe Biden, kandidat dari Partai Demokrat, dalam pemilihan presiden.

Agen-agen FBI pada Senin (8/8) mengangkut dokumen-dokumen yang ditandai sebagai rahasia.

Mereka antara lain menyita sedikitnya 30 barang, termasuk lebih dari 20 kardus, sejumlah album foto, dan sebuah catatan berisi tulisan tangan.

Ketiga UU, yang dipakai sebagai dasar perintah penggeledahan, menetapkan bahwa kesalahan dalam menangani dokumen pemerintah adalah suatu kejahatan, terlepas dari kenyataan apakah dokumen itu digolongkan rahasia atau tidak.

Dengan demikian, pengakuan Trump --bahwa ia sudah mengeluarkan dokumen itu dari daftar rahasia-- tidak berpengaruh pada kemungkinan bahwa ia melakukan pelanggaran hukum.

Menurut surat perintah, para petugas FBI diminta untuk menggeledah sebuah ruangan yang disebut "Kantor 45" --Trump adalah presiden ke-45 AS.

Selain itu, mereka diminta menyisir ruangan-ruangan dan bangunan lainnya di kompleks kediaman, yang digunakan Trump atau stafnya, tempat kardus-kardus atau dokumen kemungkinan disimpan.

Departemen Kehakiman mengatakan dalam permohonan penerbitan surat penggeledahan, yang disetujui oleh Hakim Pengadilan Magistrat AS Bruce Reinhart, bahwa pihaknya memiliki keyakinan mendasar bahwa pelanggaran terhadap UU Spionase sudah terjadi di kediaman Trump.

Departemen Kehakiman belakangan ini menggunakan UU Spionase itu pada berbagai kasus menghebohkan, termasuk terkait mantan pegawai kontrak Badan Keamanan Nasional Edward Snowden, mantan analis intelijen militer Chelsea Manning, serta pendiri WikiLeaks Julian Assange.


Sumber: Reuters
Baca juga: Trump: FBI gerebek rumahnya di Florida dan geledah brankasnya
Baca juga: FBI periksa puluhan demonstran Capitol setelah seorang polisi tewas
Baca juga: FBI tahan dua perusuh gedung Kongres AS yang fotonya viral

Penerjemah: Tia Mutiasari
Editor: Atman Ahdiat
Copyright © ANTARA 2022