Jakarta (ANTARA) - Kedutaan Besar RI untuk Australia di Canberra mempromosikan batik kontemporer melalui lokakarya pada Senin (15/8) dalam rangka memeriahkan Hari Ulang Tahun ke-77 Republik Indonesia. 

Kegiatan tersebut diikuti oleh para guru di sekolah-sekolah Canberra dan para istri duta besar dari berbagai negara yang sedang bertugas di Canberra, menurut keterangan tertulis dari KBRI Canberra yang diterima di Jakarta, Senin.

Menurut Atdikbud Canberra, Mukhamad Najib, tujuan lokakarya itu adalah untuk memperkenalkan salah satu warisan dunia milik Indonesia, yaitu batik, kepada para guru dan masyarakat dunia yang berada di Canberra.

“Kami berharap para guru memiliki pengalaman yang menarik dalam workshop ini. Dengan mengenalkan teknik membatik kontemporer, kami juga berharap agar dunia semakin tau bahwa batik Indonesia bisa beradaptasi dengan situasi kekinian”, ujar Najib.

Batik kontemporer menurut Najib memiliki sejumlah perbedaan dengan batik klasik.

“Batik klasik lebih bersifat tradisional dengan motif yang sudah digunakan secara turun temurun. Dalam batik tradisional, identitas budaya sangat kuat bahkan ada nuansa spiritual maupun mistis,” kata dia.

Warnanya, lanjut dia, juga cenderung gelap dengan corak simbolik seperti parang dan kawung.

“Sementara batik kontemporer cenderung lebih bersifat dinamis dengan corak warna yang lebih cerah. Dari sisi desain atau motif, batik kontemporer tidak terpaku pada motif lama,” ujar Najib.

Pengetahuan soal batik kontemporer diajarkan dalam lokakarya batik di KBRI Canberra melalui kegiatan menggambar motif batik dengan pendekatan tematik kekinian --tidak terpaku pada pakem motif batik yang sudah banyak dikenal, seperti parang, kawung, dan sogan.

Instruktur batik asal Yogyakarta, Dias Prabu, menyebut motif batiknya sebagai Batik Kontemporer “Flowing Lifelines”. Batik kontemporer, katanya, sangat cocok untuk semangat kemerdekaan karena seni batik kontemporer bebas dari pola-pola lama.

Menurut Dias, desain yang dikembangkan dalam batik kontemporer dapat berasal dari cerita rakyat dan legenda Indonesia. Semua cerita ditampilkan secara kontemporer namun tetap tidak kehilangan identitas Indonesia-nya.

“Dapat dikatakan batik kontemporer yang kita kembangkan ini adalah batik tematik atau batik yang bercerita. Khusus untuk di Australia ini kita mencoba merangkai sejarah kedekatan Indonesia dan Australia di masa lalu melalui sebuah batik. Jadi batik yang dihasilkan membawa tema hubungan Australia Indonesia”, ujarnya. 

Lokakarya

Para peserta lokakarya batik kontemporer ini mengikuti beberapa tahap proses pengerjaan, yaitu dari pembuatan sketsa, proses mencanting, pewarnaan, pelorotan, hingga pengeringan.

Proses yang memakan waktu pengerjaan selama tiga jam itu cukup untuk menghasilkan karya batik yang utuh. Setelah itu, peserta dapat membawa ke rumah hasil karyanya masing-masing.

Setiap peserta yang mengikuti lokakarya tersebut mendapatkan satu set alat dan bahan untuk membuat karya gambar batik. Alat-alat yang disediakan adalah kain, malam, canting, dan bahan kelengkapan untuk melorot.

Guru-guru di sekolah Canberra mengaku senang mengikuti lokakarya. Mereka menyatakan sangat kagum pada kesenian batik dan merasa beruntung bisa mencoba secara langsung bagaimana menggambar batik.

Salah seorang guru dari sekolah Canberra, Yumi, mengatakan membatik adalah seni yang luar biasa.  

“Saya baru kali ini mencoba menggambar batik, ternyata tidak mudah ya. Tapi buat saya ini menarik dan mengasyikkan”, ujarnya.


Baca juga: Mahasiswa Indonesia di Australia Kampanye "Yuk Pakai Batik"

Baca juga: Pewarna batik ramah lingkungan karya diaspora di Australia



 

Menengok pentas Sekolah Indonesia Pelangi di Sydney

 

Pewarta: Azis Kurmala
Editor: Tia Mutiasari
Copyright © ANTARA 2022