Lagu itu melambangkan keelokan alam dan budaya, kebanggaan atas sejarah sebagai salah satu daerah penghasil tokoh bangsa dan penyala semangat generasi penerusnya. Itulah lagu Mars Sumatera Barat.
Padang (ANTARA) - Irama menghentak sarat semangat mengalun tegas dari aula Kantor Gubernur Sumatera Barat pada pertengahan Agustus 2022 yang lembab, menjelang perayaan HUT ke-77 RI.

Gerimis yang jatuh tidak lagi terasa sendu. Hangat terbakar gairah lagu yang lantang menderu. Samar-samar lirik lagu itu terdengar asing, namun terasa menusuk kesadaran. Menyentuh rasa kebanggaan.

Alunan khas talempong yang menjadi pembuka lagu langsung menjelaskan asal usulnya. Itulah lagu Sumatera Barat. Namun iramanya tidak konsisten dengan irama lagu daerah Sumatera Barat yang biasanya mendayu-dayu.

Lagu itu memang berbeda. Gubernur Sumatera Barat Mahyeldi menegaskan hal itu. Statusnya bukan hanya sekadar lagu daerah seperti misalnya "Ayam den lapeh" yang cukup dikenal di tingkat nasional.

Lagu itu melambangkan keelokan alam dan budaya, kebanggaan atas sejarah sebagai salah satu daerah penghasil tokoh bangsa dan penyala semangat generasi penerusnya. Itulah lagu Mars Sumatera Barat.

Tidak aneh bila lagu itu masih terasa asing, karena baru diperkenalkan kepada publik. Lagu Mars yang diciptakan oleh B. Andoeska itu baru ditetapkan dalam Peraturan Daerah (Perda) pada 22 Juni 2022 setelah melewati proses yang lumayan panjang sejak akhir 2021.

Penetapan itu menjadi salah satu catatan dalam sejarah panjang Provinsi Sumatera Barat yang akan berusia 77 tahun pada 1 Oktober 2022. Menyudahi rentang waktu sebagai provinsi tanpa lagu Mars sejak pertama ditetapkan sebagai salah satu provinsi di Indonesia.

Lagu itu kemudian diperlombakan dalam rangkaian memeriahkan HUT ke-77 RI sekaligus untuk menyosialisasikannya kepada masyarakat.

Ketua DPRD Sumatera Barat, Supardi memandang penting keberadaan lagu Mars yang ia sebut sebagai salah satu instrumen untuk menumbuhkan semangat kebersamaan dan rasa cinta terhadap daerah serta mengokohkan rasa cinta tanah air dalam kerangka NKRI.

Penilaian itu tidak terlalu berlebihan karena Lagu Mars memang diciptakan dengan komposisi irama yang teratur, cepat dan menghentak. Lagu yang awalnya untuk kalangan militer itu identik dengan semangat, riang gembira, kekompakan, jiwa persatuan dan kesatuan

Namun jika dikaji kembali lirik dan iramanya, lagu Mars Sumatera Barat itu memiliki makna yang jauh lebih mendalam. Setidaknya, begitu yang disampaikan sang penulis lagu dan komponis B.Andoeska.

Sumatera Barat yang terletak di garis khatulistiwa seakan ditakdirkan untuk memanjakan masyarakatnya. Iklim yang teratur, tanah yang subur, hutan lebat, ratusan aliran sungai besar dan kecil, sumber daya alam yang melimpah, alam nan elok bak lukisan maestro, pantai dan danau yang cantik, laut dengan kekayaan yang tidak akan habis dikuras dan kearifan nilai-nilai budaya yang dimiliki secara turun temurun, semua ada di Sumatera Barat.

Tetapi anugerah yang tiada tara dari Sang Maha Kuasa itu tidak melulu memberikan kebaikan. Masyarakat yang terlalu dimanjakan alam dan sejarah yang gilang gemilang itu juga rentan dengan penyakit kronis: malas.

B. Andoeska menilai makin berkurangnya tokoh nasional yang berasal dari Sumatera Barat adalah salah satu indikator kemalasan itu. Malas membaca yang tersurat dan tersirat, malas mempelajari keteladanan tokoh-tokoh besar yang pernah muncul dari ranah Sumatera Barat padahal semua bahan dan literatur banyak berserak di depan mata.

Beranjak dari penilaian yang didapatkan dari hasil riset kecil dan tinjauan lapangan itulah B.Andoeska menuliskan lirik dan menggubah irama lagu Mars Sumatera Barat. Lewat liriknya ia ingin mengingatkan bahwa Sumatera Barat pernah memiliki tokoh besar. Bahkan salah seorang founding father Indonesia, Sang Proklamator Bung Hatta berasal dari daerah itu.

Banyak kearifan, keuletan, tekad dan rasa nasionalisme yang bisa dipelajari dari para tokoh itu. Banyak buku dan literatur yang bisa dibaca bahkan buku karya para tokoh itu sendiri. Generasi saat ini tinggal mencari, membaca, mempelajari, memahami dan menjadikannya teladan.

Lewat lirik itu pula ia menggambarkan kekayaan budaya Sumatera Barat yang meskipun mayoritas etnis Minangkabau, tetapi juga ada etnis Mentawai, Mandailing dan etnis lain yang telah tumbuh dan berkembang di Sumatera Barat.

Dengan arif, ia memilih frasa "Tungku Tigo Sajarangan" dalam lirik alih-alih "Adat Basandi Syarak, Syarak Basandi Kitabullah" yang saat ini menjadi polemik dalam penetapan UU Provinsi Sumatera Barat.

Tungku Tigo Sajarangan yang melambangkan tokoh agama, tokoh adat dan cerdik pandai dinilai lebih bisa menggambarkan semua etnis karena masing-masing etnis tentu memiliki tiga komponen itu.

Dalam irama lagu Mars itu juga sengaja diselipkan not "jebakan" untuk "memaksa" orang yang akan menyanyikan untuk membaca notasi agar iramanya tidak "lari".

"Mereka yang tidak mau membaca not dan mempelajarinya akan sulit menyanyikan dengan sempurna," ujarnya.

Dan itu terbukti saat lomba Lagu Mars Sumatera Barat yang digelar dalam rangkaian HUT RI oleh pemprov setempat. Sebagian besar peserta hanya mempedomani rekaman lagu, tidak mau sulit-sulit membaca dan mempelajari not lagu sehingga tidak bisa menundukkan "jebakan" not yang dibuat.


Lagu "tertidur" 37 tahun

Meskipun upaya menetapkan lagu Mars Sumatera Barat dilakukan sejak akhir 2021 dan ditetapkan menjadi Perda pada 2022, namun "usia" lagu itu ternyata sudah cukup tua.

B.Andoeska menuturkan lagu Mars itu telah selesai ia buat pada 1985 atau 37 tahun yang lalu beranjak dari kecintaannya pada Sumatera Barat. Butuh waktu satu bulan untuk membuat lagu yang "berat" itu. Tetapi karena saat itu belum ada kesadaran kepala daerah untuk membuat lagu Mars daerah, maka lagu itu tersimpan hingga puluhan tahun.

Baru pada 2021, menjelang masa jabatannya berakhir, Gubernur Irwan Prayitno berinisiatif untuk membuat lagu Mars Sumatera Barat. Sayembara pun dibuat untuk mewujudkan keinginan tersebut. Uniknya lagu yang kemudian dipilih, tidak ikut dalam sayembara itu.

Lagu itu terpilih karena puluhan lagu yang ikut dalam sayembara ternyata tidak bisa memuaskan tim panel yang melakukan penilaian. Di tengah kebingungan karena gubernur terus mendesak, B. Andoeska yang juga merupakan salah seorang tim panel, mengeluarkan kertas usang dari dalam tasnya. Lagu yang telah tersimpan 37 tahun itu ia bagikan pada tim panel.

Enam orang yang berada dalam tim sepakat lagu itu sudah sesuai dengan ekspektasi. Gubernur sebelumnya, Irwan Prayitnopun ternyata memiliki penilaian yang sama, demikian juga tim kajian akademis yang dibentuk kemudian.

Maka lagu ciptaan B.Andoeska itulah yang kemudian resmi menjadi Mars Sumatera Barat, yang diharapkan bisa membangkitkan semangat masyarakat untuk tidak lelap dimanjakan alam dan sejarah. Kembali melahirkan tokoh-tokoh yang berpengaruh di tingkat nasional.

Lagu Mars Sumatera Barat
Cipt B. Andoeska

Sumatra Barat persada hamba
Ranah pusaka bunda
Tumpah darah para pejuang nan
gagah pendiri dan proklamator bangsa

Ranah nan indah ranah nan ramah
hamparan zamrut katulistiwa
Gemulai flora gemuruh ombak
Samudra menarik menari s’luruh hamba

Hai upik dan buyung pewaris negeri
lestarikan budaya jaga pusaka
Teruka jiwanya teruka raganya
Tungku tigo sajarangan genggam amanah

Tuah sakato buhul tali rasa
Tiada gunung tinggi tiada lurah dalam
Ranah pesona satu Nusantara
Bhakti hamba sembahkan.


Baca juga: Perwakilan 77 negara belajar seni budaya Minang di Padang

Baca juga: Komunitas seni Sumbar gelar konser musikalisasi puisi

Baca juga: Sumbar kirim lima utusan ikuti Festival Jalur Rempah 2021

Baca juga: Pemkab Tanah Datar buat film pendek publikasikan cagar budaya

 

Editor: Andi Jauhary
Copyright © ANTARA 2022