New York (ANTARA) - Harga minyak melonjak sekitar tiga persen pada akhir perdagangan Kamis (Jumat pagi WIB), karena data ekonomi AS positif dan konsumsi bahan bakar AS yang kuat mengimbangi kekhawatiran bahwa perlambatan pertumbuhan ekonomi di negara lain dapat melemahkan permintaan.

Minyak mentah berjangka Brent untuk pengiriman Oktober terangkat 2,94 dolar AS atau 3,1 persen, menjadi menetap di 96,59 dolar AS per barel di London ICE Futures Exchange.

Sementara itu, minyak mentah berjangka West Texas Intermediate (WTI) AS untuk pengiriman September menguat 2,39 dolar AS atau 2,7 persen, menjadi ditutup pada 90,50 dolar AS per barel di New York Mercantile Exchange.

Harga naik lebih dari satu persen selama sesi sebelumnya, meskipun Brent pada satu titik jatuh ke level terendah sejak Februari, karena tanda-tanda perlambatan meningkat di beberapa tempat.

"Harga minyak reli setelah data ekonomi AS yang mengesankan mendorong optimisme untuk prospek permintaan minyak mentah yang membaik," kata Edward Moya, analis pasar senior di perusahaan data dan analitik OANDA. Moya juga mencatat bahwa OPEC tidak akan membiarkan penurunan harga minyak baru-baru ini berlanjut lebih jauh.

Jumlah orang Amerika yang mengajukan klaim baru untuk tunjangan pengangguran turun minggu lalu dan data periode sebelumnya direvisi lebih rendah, menunjukkan kondisi pasar tenaga kerja tetap ketat meskipun momentum lebih lambat karena suku bunga yang lebih tinggi.

Sekretaris jenderal baru Organisasi Negara-negara Pengekspor Minyak (OPEC) Haitham Al Ghais, mengatakan kepada Reuters bahwa pembuat kebijakan, pembuat undang-undang dan investasi sektor minyak dan gas yang tidak mencukupi harus disalahkan atas harga energi yang tinggi, bukan kartel.

Pada pertemuan berikutnya pada September, Al Ghais mengatakan OPEC+, yang mencakup pemasok minyak lainnya seperti Rusia, "dapat memangkas produksi jika perlu, kami dapat menambah produksi jika perlu... Itu semua tergantung pada bagaimana keadaan berlangsung."

Stok minyak mentah AS turun 7,1 juta barel dalam seminggu hingga 12 Agustus, data Badan Informasi Energi AS (EIA) menunjukkan, terhadap ekspektasi penurunan 275.000 barel, karena ekspor mencapai rekor 5 juta barel per hari (bph).

Larangan oleh Uni Eropa pada ekspor minyak Rusia dapat secara dramatis memperketat pasokan dan menaikkan harga dalam beberapa bulan mendatang.

"Embargo Uni Eropa akan memaksa Rusia untuk menutup sekitar 1,6 juta barel per hari produksi pada akhir tahun, naik menjadi 2 juta barel per hari pada 2023," kata penelitian konsultan BCA dalam sebuah catatan.

Namun, Rusia memperkirakan peningkatan produksi dan ekspor hingga akhir 2025, sebuah dokumen kementerian ekonomi yang dilihat oleh Reuters menunjukkan, mengatakan pendapatan dari ekspor energi akan naik 38 persen tahun ini, sebagian karena volume ekspor minyak yang lebih tinggi.

Harga minyak naik meskipun ada kemungkinan peningkatan pasokan dari Iran dan kekhawatiran bahwa permintaan bisa turun jika China memberlakukan lebih banyak penguncian untuk menghentikan penyebaran COVID, bersama dengan perlambatan pertumbuhan ekonomi karena bank sentral menaikkan suku bunga untuk mengendalikan inflasi yang tak terkendali.

Pasar sedang menunggu perkembangan dari pembicaraan untuk menghidupkan kembali kesepakatan nuklir Iran 2015 dengan kekuatan dunia, yang dapat mengarah pada peningkatan sekitar 1 juta barel per hari dalam ekspor minyak Iran.

Open interest di minyak berjangka AS turun pada Rabu (17/8/2022) ke level terendah sejak Januari 2015 karena investor mengurangi aset-aset berisiko seperti komoditas, khawatir bank sentral akan terus menaikkan suku bunga.

Sementara itu, indeks dolar AS mencapai level tertinggi hampir lima minggu pada Kamis (19/8/2022).

Dolar yang lebih kuat mengurangi permintaan minyak karena membuat bahan bakar lebih mahal bagi pembeli yang menggunakan mata uang lain.

Penerjemah: Apep Suhendar
Editor: Adi Lazuardi
Copyright © ANTARA 2022