Jakarta (ANTARA) - Praktisi Perbankan Abiwodo mengingatkan Indonesia tak boleh lengah dan tetap harus waspada meski stabilitas keuangan dan ketahanan perbankan domestik masih terjaga serta mampu merespons guncangan yang muncul, pasalnya ketidakpastian ekonomi global masih ada di depan mata.

"Memang betul, perjuangan kita belum ada apa-apanya dibandingkan pahlawan yang merebut kemerdekaan. Tapi wajiblah semangatnya kita adaptasi saat menghadapi ancaman krisis global ini," ujar Abiwodo dalam keterangan resmi di Jakarta, Jumat.

Dampak pandemi COVID-19 dan perang Rusia-Ukraina merupakan faktor besar penyebab resesi ekonomi hingga lonjakan harga pangan dan energi yang memicu inflasi, sehingga berhasil menggoyang ketahanan perbankan di beberapa negara. Perusahaan pemeringkat kredit obligasi, Moody's Investor Service pun melaporkan sektor perbankan dunia sedang terpukul.

Ia menjelaskan lembaga perbankan adalah kontributor utama dalam menjaga kondisi perekonomian agar tetap kondusif. Perbankan berperan dalam dunia
pembangunan dan perdagangan terkait penyediaan modal usaha, termasuk pemenuhan kebutuhan masyarakat.

Meski menilai perbankan global sedang terpukul, Moody's Investor Service menyebutkan Indonesia dinilai masih memiliki resiliensi atau ketahanan perbankan di tengah gejolak ekonomi ini.

Baca juga: KSSK: Stabilitas sistem keuangan terjaga di tengah tekanan global

"Dari pelajaran berharga krisis moneter 1997, tatkala alarm krisis berbunyi, pemerintah, Bank Indonesia, serta otoritas terkait, selalu proaktif melakukan pencegahan dan menerbitkan kebijakan yang tepat demi menjaga ketahanan perbankan," tuturnya.

Ia mencontohkan saat COVID-19 dinyatakan sebagai pandemi pada awal 2020, Peraturan Otoritas Jasa Keuangan (POJK) Nomor 11/POJK.03/2020 tentang Stimulus Perekonomian Nasional Sebagai Kebijakan Countercyclical Dampak Penyebaran COVID-19 atau yang dikenal dengan kebijakan relaksasi pun diterbitkan untuk menjaga ketahanan perbankan.

Belakangan pada 2 September 2021, Rapat Dewan Komisioner OJK memutuskan untuk memperpanjang kembali masa relaksasi restrukturisasi kredit perbankan menjadi hingga 31 Maret 2023. Perpanjangan relaksasi restrukturisasi kredit ini juga berlaku bagi Bank Perkreditan Rakyat/Syariah (BPR/BPRS)

Relaksasi restrukturisasi kredit ini diharapkan memberikan kepastian bagi perbankan maupun pelaku usaha dalam menyusun rencana bisnisnya, khususnya mengenai skema penanganan debitur restrukturisasi dan skema pencadangan.

Karena itu, Abiwodo berharap Indonesia bisa pulih lebih cepat dan bangkit lebih kuat, sesuai dengan tagline Hari Ulang Tahun ke 77 Republik Indonesia. Kalimat ini dinilai seperti mantra pembakar semangat dalam upaya pemulihan ekonomi di tengah ketidakpastian global.

"Bagi kami para bankir, ini semacam panggilan Ibu Pertiwi untuk terus mengawal ketahanan perbankan kita," tegasnya.

Baca juga: OJK: Stabilitas sistem keuangan terjaga karena sinergi pemerintah

 

Pewarta: Agatha Olivia Victoria
Editor: Risbiani Fardaniah
Copyright © ANTARA 2022