"Tidak ada satu agama pun yang mentolelir pornografi. Kalau orang barat punya budaya seperti itu, tidak bisa dianggap sebagai representasi agama," kata Hasyim.
Jakarta (ANTARA News) - PBNU hari Senin mendesak DPR dan pemerintah untuk tidak membiarkan pro dan kontra RUU Anti Pornografi dan Pornoaksi berlangsung terus menerus, dengan segera menyelesaikan RUU itu demi keselamatan masyarakat. "Yang kita dukung adalah keselamatan masyarakat, utamanya generasi muda," kata Ketua Umum PBNU Hasyim Muzadi, di Jakarta, di sela-sela peluncuran buku "Mengukir Paradigma menembus Tradisi: Pemikiran tentang Keserasian Jender," karya Khofifah Indar Parawansa. Hasyim menyatakan, Pemerintah dan DPR harus berpihak pada moralitas bangsa. Adanya pihak yang keberatan dengan RUU APP, kata Hasyim, adalah hal yang wajar karena banyak industri pornografi yang terganggu kalau UU ini lahir, ditambah lagi adanya tekanan global. "Tetapi bagaimana kita bisa memproporsionalkan. Industri tetap jalan tanpa harus mengorbankan moralitas bangsa," katanya sambil memberi contoh pengecualian daerah pariwisata dan hiburan. Dengan demikian, masing-masing tidak saling merusak. Tidak logis kalau negara berpihak pada demokrasi dan kebebasan, tetapi berujung pada rusaknya generasi muda. Karena itu, generasi muda harus `diamankan` (dilindungi). "Untuk orang yang cari makan dari hiburan diberi tempat tersendiri," katanya. Hasyim membantah kalau pro dan kontra ini merupakan pertarungan antaragama. Kata Hasyim, "Tidak ada satu agama pun yang mentolelir pornografi. Kalau orang barat punya budaya seperti itu, tidak bisa dianggap sebagai representasi agama," kata Hasyim. "Banyak UU di Eropa yang dilawan oleh Katholik dan Kristen, tetapi tidak mampu. Karena di Barat "God is Death" (Tuhan telah mati)," katanya. Aktivis jender sekaligus anggota DPR RI, Khofifah Indar Parwansa, tidak melihat adanya unsur eksploitasi dalam RUU APP. "Saya sudah baca drafnya dan saya tidak menemukannya (eksploitasi perempuan)," kata Khofifah. Khofifah melihat ada pihak yang sebenarnya tidak membaca RUU APP tetapi kemudian menyebarkan citra (image) seperti itu. "Ada baiknya kita telaah bersama. Kita pelajari bersama. Draf ini masih awal dan DPR juga masih akan memperbaikinya," kata Khofifah. Ia justru melihat bahwa RUU APP masih terlalu longgar. Terlalu banyak pengecualian dalam draf itu. Keberadaan RUU APP merupakan kebijakan negara untuk mengatur ketertiban sosial masyarakatnya. Bukan pembatasan seperti yang selama ini disuarakan sejumlah kelompok. Sementara itu, anggota Pansus RUU APP Alfridel Jinu, menilai masyarakat tidak perlu terburu-buru atau memvonis untuk segera disahkan. Banyak pasal dari RUU APP itu yang perlu ada pembahasan secara khusus. "Kami tidak menolak tetapi perlu ada pembahasan lebih dalam lagi," katanya. DPR belum bisa membahas secara cepat, selain memasuki waktu reses, juga RUU itu perlu pendalaman lagi dari masyarakat. "Sampai sekarang belum dibahas, baru masuk DIM dari fraksi-fraksi," katanya.(*)

Editor: Heru Purwanto
Copyright © ANTARA 2006