Jakarta (ANTARA News) - Deutsche Bank akan menjadi investor PT Garuda Indonesia, jika saja pemerintah menerbitkan surat jaminan (undertaking letter). "Itu (Deutsche Bank--red) salah satunya, tapi belum pasti karena harus tetap menunggu "undertaking letter," ujar Dirut PT Garuda Indonesia, Emirsyah Satar, di Depkeu, Jakarta, Senin. Menurutnya, saat ini pemerintah masih membicarakan siapa yang menjadi penerbit "undertaking letter," kemudian, secara bersamaan Garuda mencari investor. Emirsyah menjelaskan, Garuda dalam jangka pendek butuh 105 juta dolar AS, yakni 55 juta dolar AS untuk membayar utang jatuh tempo kepada kreditor, dan 50 juta dolar AS untuk modal kerja. "Undertaking letter", katanya, merupakan hal yang sederhana, walaupun ada sejumlah opsi, tapi yang penting adalah adanya jaminan pemerintah. Ditanya soal komitmen pendanaan investor, jika saja ada jaminan pemerintah, Emirsyah menegaskan, "Kalau itu sih bisa semuanya didanai," ujarnya. Sebelumnya, Rapat Dengar Pendapat Menteri Keuangan, Sri Mulyani, dan Meneg BUMN Sugiharto dengan Komisi XI DPR-RI (Rabu, 21/3), tidak tercapai kesepakatan soal siapa yang menerbitkan "undertaking letter". Menkeu tidak memungkinkan mengeluarkan "undertaking letter" karena terbentur pada Kepres No.59 Tahun 1972 yang intinya melarang badan usaha negara meminta jaminan dari pemerintah termasuk dari Bank Indonesia untuk mendapat pinjaman luar negeri. Sementara, hasil uji tuntas pembentukan "undertaking letter" di pemerintah (Depkeu dan Kementerian BUMN), surat jaminan diusulkan diterbitkan Menneg BUMN Sugiharto, dan disampaikan ke DPR. Usulan penerbitan "undertaking letter" oleh Meneg BUMN, dimungkinkan karena terkait dengan UU Nomor 1 Tahun 1995 tentang Perseroan Terbatas dan UU No.19 Tahun 2005 tentang BUMN. Rapat tersebut akhirnya memutuskan, penyelesaian Garuda dibahas dalam Sidang Kabinet, Selasa (28/3). Sementara itu, Menhub Hatta Rajasa, menjelaskan, secara fundamental penyelesaian permasalahan Garuda tidak hanya pendanaan, tetapi bagaimana ke depan dapat memperbaiki kinerja, sehingga tidak lagi merugi. "Menyangkut pendanaan saya tidak mau ngomong. Pokok persoalan adalah mengatasi utang macet, sehingga pemerintah harus turun tangan," ujar Hatta. Teknis pembiayaannya seperti apa, kata Hatta, dirinya tidak akan menjawab, tetapi yang pasti secara politik pemerintah dan DPR sudah sepakat turun tangan menyelamatkan Garuda dan PT Merpati Nusantara Airlines. Hatta juga tidak bersedia berkomentar, kemungkinan BUMN memiliki likuiditas seperti PT Jamsostek, PT Taspen membiayai perusahaan "plat merah" itu.(*)

Editor: Heru Purwanto
Copyright © ANTARA 2006