London (ANTARA) - Hampir enam bulan lalu, Presiden Rusia Vladimir Putin mengerahkan puluhan ribu tentara ke Ukraina untuk melakukan "operasi militer khusus", invasi terbesar di Eropa sejak Perang Dunia Kedua.

Sejak itu, puluhan ribu orang telah kehilangan nyawa, jutaan lainnya mengungsi dan sejumlah kota di Ukraina hancur oleh bombardemen tanpa henti pasukan Rusia.

Berikut adalah sejumlah peristiwa penting dalam konflik tersebut:

Pidato Menakut-nakuti
Rusia berkali-kali membantah akan menginvasi Ukraina. Jika hal itu dilakukan, kata mereka, tujuannya adalah untuk "melucuti" Kiev, membersihkannya dari "para nasionalis" dan menghentikan ekspansi NATO, bukan merebut negara itu.

Namun, warga Ukraina mengatakan pidato Putin tiga hari sebelum invasi pada 24 Februari itu jelas menunjukkan bahwa dia berniat menaklukkan negara mereka dan menghilangkan identitas bangsa yang telah ada sejak seribu tahun lalu.

"Ukraina tidak sekadar negara tetangga bagi kami. Mereka adalah bagian tak terpisahkan dari sejarah, budaya dan ruang batiniah kami," kata Putin.

"Sejak dulu kala, orang-orang yang tinggal di bagian barat daya dari apa yang secara historis merupakan tanah Rusia telah menyebut diri mereka orang Rusia dan penganut Kristen Ortodoks."

Kekalahan Dini
Beberapa jam setelah invasi, Rusia mendaratkan pasukan komando di pangkalan udara Antonov, Kiev utara, untuk mengamankan jalur udara bagi serangan kilat ke ibu kota Ukraina itu.

Dalam satu hari, pasukan Ukraina berhasil mengalahkan pasukan para-elite Rusia dan menghancurkan landasan terbang di sana.

Meskipun iring-iringan kendaraan lapis baja Rusia pada akhirnya mencapai pinggiran utara Kiev, kegagalan mengamankan pangkalan udara itu pada hari pertama merusak rencana Moskow untuk merebut kota itu dalam waktu singkat.

"Saya Hadir"
Ketika Rusia menjatuhkan bom-bom ke Kiev dan penduduk kota itu bersembunyi di sejumlah stasiun kereta bawah tanah dan meninggalkan negaranya, Presiden Ukraina Volodymyr Zelenskyy menegaskan dirinya tak akan pergi ke mana-mana.

"Selamat pagi, rakyat Ukraina," kata mantan aktor itu sambil tersenyum ketika merekam video dirinya dengan ponsel di hari ketiga invasi. Di belakangnya terlihat sebuah bangunan terkenal di pusat Kiev.

"Ya tut," katanya, yang berarti "Saya di sini."

Zelenskyy terus berusaha menyatukan negaranya lewat pidato malam. Penampilannya yang kasual dan gaya bicaranya yang tegas menjadi simbol perlawanan Ukraina.

Sejak itu, dia memanfaatkan video untuk mengingatkan soal Martin Luther King kepada Kongres AS dan Tembok Berlin kepada parlemen Jerman, Bundestag.

Dia "muncul" di jalan-jalan Kota Praha, di acara penghargaan Grammy dan festival musik Glastonbury, di mana dia mengatakan kepada para penonton untuk "membuktikan bahwa kebebasan selalu menang".

Anak-Anak Titipan
Ketika Rusia menggempur kota-kota Ukraina, jutaan orang melakukan eksodus yang disebut PBB sebagai krisis pengungsi paling pesat dalam beberapa generasi.

Lebih dari 6,6 juta orang tercatat telah mengungsi ke berbagai wilayah Eropa, terutama negara-negara tetangga, yang menerima mereka dengan tangan terbuka. Kiev melarang penduduk laki-laki dewasa untuk meninggalkan Ukraina.

"Ayah mereka menitipkan dua anak ini kepada saya, dan mempercayai saya, menyerahkan paspor mereka untuk dibawa," kata Natalya Ableyeva (58).

Dia mengatakan itu saat tiba di perbatasan dengan Hongaria dua hari setelah invasi, sambil menggendong bocah laki-laki yang baru dikenalnya beberapa jam.

Di sisi Hongaria dari perbatasan itu, anak-anak tersebut kemudian bertemu dengan sang ibu yang berlinang air mata saat memeluk kedua anaknya.

"Kota Neraka"
Mariupol, kota pelabuhan yang ramai di Ukraina selatan, dihancurkan oleh pasukan Rusia dalam waktu tiga bulan yang disebut Palang Merah sebagai "neraka".

Ukraina mengatakan puluhan ribu warga sipil tewas, serta kelangkaan bahan pangan, air dan obat-obatan, dan pengeboman terus-menerus menyebabkan banyak orang terperangkap di ruang-ruang bawah tanah.

PBB mengatakan jumlah mereka yang tewas di sana tidak diketahui.

Pada 9 Maret, Rusia mengebom satu rumah sakit bersalin di Mariupol yang menewaskan tiga orang, termasuk seorang anak.

Organisasi Keamanan dan Kerja Sama Eropa menyebut insiden itu kejahatan perang. Moskow berdalih rumah sakit itu tidak dipakai dan diduduki para petempur.

Sepekan kemudian, satu teater yang jadi tempat berlindung sejumlah keluarga hancur setelah diserang. Tulisan "anak-anak" terlihat di atas tanah di luar gedung itu dalam foto-foto yang diambil dari satelit.

Kiev mengatakan Rusia sengaja mengebom teater itu untuk meruntuhkan semangat. Mereka juga mengatakan ratusan mayat diyakini telah dikubur secara massal.

Tanpa bukti, Rusia mengatakan bahwa insiden itu dibuat-buat.

Mayat bergelimpangan
Hingga akhir Maret, serangan Rusia di Kiev telah mengalami kegagalan.

Iring-iringan kendaraan lapis baja mereka menjadi sasaran empuk roket dan pesawat nirawak pasukan Ukraina. Rusia menelan kekalahan besar.

Moskow lalu mengumumkan penarikan pasukan dari Ukraina utara sebagai "tanda niat baik".

Namun, ketika pasukannya ditarik mundur, mereka meninggalkan bukti okupasi mereka di sejumlah kota dan desa yang hancur, di mana mayat-mayat tergeletak di jalanan.

Banyak korban ditemukan di daerah pinggiran bernama Bucha, beberapa di antaranya tewas dengan tangan terikat.

Rusia menolak disalahkan dan mengatakan, lagi-lagi tanpa bukti, bahwa semua pembunuhan tersebut sebagai rekayasa.

"Enyahlah kapal perang Rusia"
Beberapa jam setelah invasi, perwira Armada Laut Hitam Rusia di kapal utama Moskva lewat radio memerintahkan para penjaga Pulau Ular untuk menyerah atau mati.

Salah seorang penjaga lalu membalasnya, "Kapal perang Rusia, enyahlah kalian".

Kalimat itu lalu menjadi slogan nasional, terpampang di plakat, kaus, dan prangko dengan gambar yang memperlihatkan seorang penjaga Ukraina berdiri di pulau itu sambil menunjukkan jari tengahnya ke arah Moskva.

Pada hari prangko itu dirilis, 14 April, dua roket Ukraina menghantam Moskva, kapal perang terbesar dalam 40 tahun terakhir yang tenggelam dalam pertempuran.

Rusia secara resmi mengakui seorang pelautnya gugur dalam insiden itu, tetapi beberapa pakar Barat mengatakan mereka yakin sekitar separuh dari 450 kru kapal itu tewas.

Pada 30 Juni, pasukan Rusia menarik diri Pulau Ular setelah menelan kekalahan besar saat berusaha mempertahankannya. Mereka menyebut penarikan itu "tanda niat baik" yang lain.

Azovstal
Pengepungan Mariupol terus berlanjut, sebagian besar luput dari perhatian dunia.

Wartawan Reuters yang tiba di kota itu dari sisi yang dikuasai Rusia menemukan kawasan yang sunyi dan menyeramkan.

Sejumlah warga sipil muncul dari ruang bawah tanah di bawah reruntuhan untuk mengubur kerabat yang tewas di tanah berumput di sisi jalan.

Sejumlah tentara Ukraina berlindung di Azovstal, salah satu pabrik baja terbesar di Eropa, yang lorong-lorong di bawahnya digunakan sebagai bungker.

Pada 16 Mei, Staf Umum Ukraina meminta mereka menyerah untuk menyelamatkan diri. Wartawan Reuters melihat mereka muncul dari bungker, mendorong rekan mereka yang terluka dengan kursi roda ke arah bus yang membawa mereka ke kamp tawanan yang dijaga kelompok separatis pro-Rusia.

Moskow berjanji memperlakukan tawanan Azovstal menurut Konvensi Jenewa, tetapi menolak tawaran Ukraina untuk bertukar tawanan.

Pada 29 Juli, puluhan petempur Azovstal tewas dalam tahanan separatis pro-Rusia akibat ledakan di sebuah penjara.

Kiev menyebut insiden itu kejahatan perang atas perintah Moskow, tetapi Moskow mengatakan penjara itu telah diserang oleh roket Ukraina, tanpa menjelaskan kenapa tak satu pun penjaga yang pro-Rusia terluka.

Kedutaan Besar Rusia di London mengatakan tawanan Azov yang selamat harus menjalani hukuman gantung, karena "mereka pantas mati secara memalukan".

Pertempuran Donbas
Setelah gagal menguasai Kiev, Rusia mengubah sasaran perangnya dengan memfokuskan serangan ke Donbas, wilayah timur berisi dua provinsi yang sebagian dikuasai kelompok separatis. Perubahan itu memicu pertempuran darat paling hebat selama konflik berlangsung.

Pada pertengahan Mei, satu batalion tentara Rusia dihancurkan saat berusaha menyeberangi Sungai Siverskiy Donets. Foto-foto satelit menunjukkan puluhan kendaraan lapis baja teronggok di kedua tepi sungai itu.

Pasukan Rusia terus menekan, menggunakan keunggulan senjata artileri mereka untuk mengepung tentara Ukraina dari tiga sisi.

Sepanjang Juni, kedua pihak mengklaim telah membunuh ribuan tentara lawan.

Setelah merebut kota-kota Sievierodonetsk dan Lysychansk, Putin menyatakan kemenangan di daerah itu pada 4 Juli, tetapi pertempuran terus terjadi.

"HIMARS O'Clock"
Perang Rusia-Ukraina kini terfokus di selatan, di mana Kiev telah berjanji untuk merebut kembali wilayah terbesar yang diduduki Rusia selama invasi. Rusia telah menerjunkan lebih banyak tentara.

Sejak awal Juli, Ukraina telah mengerahkan roket-roket canggih yang dipasok Barat, yaitu M142 High Mobility Artillery Rocket System (HIMARS).

Mereka kini mampu menyerang jembatan, jalur kereta, pos komando dan gudang amunisi jauh ke dalam wilayah Rusia dan berharap hal itu dapat mengubah bandul peperangan yang menguntungkan mereka.

Para pendukung Ukraina di internet mengunggah foto-foto ledakan di wilayah yang diduduki Rusia disertai frasa "HIMARS O'Clock" atau "waktunya HIMARS beraksi". Sementara Rusia menegaskan operasi mereka berjalan sesuai rencana.

Sumber: Reuters

Baca juga: Ledakan bermunculan di Krimea, Ukraina
Baca juga: Ukraina pamerkan kendaraan militer Rusia yang berhasil dilumpuhkan

Editor: Bayu Prasetyo
Copyright © ANTARA 2022