Jakarta (ANTARA News) - Menteri Keuangan Sri Mulyani Indrawati mengatakan defisit APBN 2006 diperkirakan akan membengkak dari target 0,7 persen dari Produk Domestik Bruto (PDB), atau Rp21,43 triliun, menjadi di atas 1,0 persen, atau sekitar Rp30 triliun-Rp35 triliun. "Defisit akan sedikit di atas 1,0 persen, antara lain akibat konsekuensi tarif dasar listrik (TDL) yang tidak naik, dan rencana peningkatan anggaran pendidikan," kata Sri Mulyani, usai Sidang Kabinet di Kantor Presiden, Jakarta, Selasa. Sementara untuk pertumbuhan ekonomi tahun 2006 diperkirakan hanya akan mencapai 5,9 persen, atau lebih rendah dari target yang ditentukan semula 6,2 persen. Hal itu lanjut Sri Mulyani, disebabkan rendahnya pertumbuhan investasi dan ekspor, meski pertumbuhan dari sisi konsumsi masih cukup tinggi. Sri Mulyani juga mengatakan, masih banyaknya permasalahan di sektor perbankan, dan sektor riil akan membuat pertumbuhan di sektor manufaktur juga rendah. Untuk laju inflasi 2006, Sri Mulyani memperkirakan secara year on year (YoY) akan di bawah 8 persen, sementara secara rata-rata diperkirakan mencapai 9 persen. Sedangkan untuk asumsi nilai tukar rupiah di APBN 2006, menurut Menkeu, diperkirakan akan jauh lebih rendah dari yang ditargetkan Rp9.900 per dolar AS. Ia menilai, penguatan nilai tukar rupiah memiliki dampak positif dan negatif, karena belanja untuk subsidi bahan bakar minyak (BBM) akan lebih rendah, namun penerimaan dari sektor migas akan menurun. Dalam kesempatan itu, Menkeu juga mengatakan, pemerintah akan melakukan penghematan belanja pemerintah yang tidak menjadi prioritas, atau kualitas program yang tidak diutamakan sekitar Rp10 triliun. Hal itu dilakukan selain adanya tambahan subsidi listrik, juga untuk menambah anggaran subsidi langsung tunai (SLT) sebesar Rp1,8 triliun. Sementara untuk tambahan anggaran pendidikan sesuai Keputusan Mahkamah Konstitusi, menurut Menkeu, masih akan dibicarakan kembali bersama DPR.(*)

Editor: Heru Purwanto
Copyright © ANTARA 2006