Kota Palu (ANTARA) -
Kelompok Peduli Kampus Universitas Tadulako (KPK Untad) mendesak Kejaksaan Tinggi Provinsi Sulawesi Tengah untuk mengusut dugaan korupsi dana badan layanan umum (BLU) di kampus setempat.
 
"Aparat penegak hukum harus segera mengambil langkah konkret karena hal tersebut sudah kami laporkan sejak lama baik itu ke Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK RI) maupun Kejati Sulteng," kata Ketua KPK Untad, Prof Djayani Nurdin di Palu, Selasa.
 
Ia menjelaskan desakan tersebut melalui surat Nomor: 006/KPK-UTD/VIII/2021 perihal permohonan penjelasan kepada Kejati Sulteng, untuk memperoleh pertimbangan hukum berkaitan dengan data-data dugaan penyelewengan Keuangan BLU.
 
Surat tersebut menyusul laporan KPK Untad berkaitan dengan potensi kerugian negara yang ditemukan Dewan Pengawas atas pengelolaan dana BLU sebesar Rp10.284.835.000.
 
Jumlah itu, lanjut Djayani, merupakan gabungan dari rekapitulasi alokasi dana dan biaya operasional pada lembaga tidak terdaftar dalam Organisasi Tata Kelola Untad sejak 2018 hingga 2020.
 
"Desakan itu merupakan sikap maupun cara untuk memperjuangkan integritas, dan kebebasan akademik sebagai bagian tidak terpisahkan dari prinsip-prinsip penegakan hukum yang adil," jelas Djayani.
 
Dia juga mengatakan salah satu dasar desakan tersebut, adalah terbitnya surat hasil audit investigasi Inspektorat Jendral Kementerian Pendidikan, Kebudayaan, Riset dan Teknologi nomor 0812/G.G6/RHS/WS.00.02/2022, perihal untuk mengembalikan hasil audit.
 
Oleh karena itu, pihak KPK Untad turut mendorong Kemendikbudristek menjatuhkan sanksi disiplin maupun administratif berat, terhadap oknum pejabat Untad yang terbukti melakukan penyalahgunaan wewenang sehingga menyebabkan kerugian negara miliaran rupiah.
 
Sebelumnya, Yayasan Lokataru Foundation menyatakan kesediaan untuk mengadvokasi dugaan penyelewengan dana badan layanan umum (BLU) di Universitas Tadulako (Untad).
 
Direktur Eksekutif Lokataru Foundation, Haris Azhar di Palu, menjelaskan perkara dugaan korupsi tersebut merupakan hal serius sehingga harus mendapatkan advokasi tidak hanya berskala daerah melainkan berskala nasional.

Pewarta: Muhammad Izfaldi
Editor: Agus Setiawan
Copyright © ANTARA 2022