Tokyo (ANTARA) - Pasar saham Asia memperpanjang aksi jual saham global pada perdagangan Rabu pagi, karena kekhawatiran investor tentang pengetatan moneter yang agresif semakin diperparah oleh data pekerjaan AS yang kuat.

Laporan JOLTS (Job Openings and Labor Turnover Survey) semalam tentang lowongan pekerjaan - diawasi ketat oleh Federal Reserve - menunjukkan kondisi tenaga kerja yang sangat ketat, menantang upaya pengetatan Fed sejauh ini dan memperkuat kasus untuk berbuat lebih banyak.

Untuk mencegah spekulasi tentang penurunan suku bunga tahun depan, Presiden Fed New York John Williams mengatakan pada Selasa (30/8/2022) bahwa bank sentral kemungkinan perlu mendapatkan suku bunga di atas 3,5 persen, dan tidak mungkin menurunkan suku bunga sama sekali pada tahun 2023.

"Data JOLTS yang kuat dan retorika Fed adalah narasi yang luar biasa," memukul saham lebih jauh dan mendorong imbal hasil obligasi, Tapas Strickland, seorang analis di National Australia Bank, menulis dalam sebuah catatan kepada klien.

"Kondisi keuangan adalah mekanisme transmisi utama untuk kebijakan moneter, dan ekuitas adalah bagian dari itu."

Indeks Nikkei Jepang merosot 0,6 persen, sementara indeks acuan saham Australia ASX 200 turun 0,4 persen dan Kospi Korea Selatan kehilangan 0,5 persen.

Saham-saham unggulan China CSI300 melemah 0,5 persen dan indeks Hang Seng Hong Kong merosot 1,8 persen, dengan saham teknologinya jatuh 2,5 persen.

Indeks MSCI dari saham Asia Pasifik melemah 0,7 persen. Indeks ekuitas dunia merosot 0,9 persen pada Selasa (30/8/2022), untuk kerugian hari ketiga berturut-turut.

Baca juga: Saham Asia beragam, fokus geser ke data inflasi dan ketenagakerjaan AS

Ekuitas berjangka AS menunjukkan beberapa jeda, dengan indeks S&P 500 berjangka menunjukkan rebound 0,3 persen dari penurunan indeks 1,1 persen pada Selasa (30/8/2022).

Investor sekarang akan lebih memperhatikan laporan pekerjaan bulanan AS yang akan dirilis pada Jumat (2/9/2022).

Pada Selasa (30/8/2022), data menunjukkan inflasi Jerman naik ke level tertinggi dalam hampir 50 tahun pada Agustus, memperkuat kasus Bank Sentral Eropa untuk juga melakukan kenaikan suku bunga super besar pada bulan depan.

Pasar uang saat ini menempatkan peluang 68,5 persen untuk kenaikan 75 basis poin oleh The Fed pada 21 September.

Imbal hasil obligasi pemerintah AS dua tahun, yang relatif lebih sensitif terhadap prospek kebijakan moneter, mencapai tertinggi baru 15 tahun di 3,497 persen semalam, tetapi turun kembali ke 3,4558 persen di perdagangan Tokyo.

Imbal hasil obligasi pemerintah AS 10-tahun, yang mencapai tertinggi dua bulan di 3,153 persen pada Selasa (30/8/2022), berada di 3,1137 persen.

Indeks dolar, yang mengukur greenback terhadap enam mata uang utama lainnya, sedikit melemah menjadi 108,69, setelah memulai minggu ini dengan menandai tertinggi baru dua dekade di 109,48.

Emas sedikit berubah pada 1.723,62 dolar AS per ounce, melayang di dekat level terendah satu bulan di 1.719,56 dolar AS, yang ditetapkan pada Senin (29/8/2022).

Minyak mentah rebound dari penurunan lebih dari lima dolar AS semalam, karena data industri menunjukkan stok bahan bakar AS turun lebih dari yang diperkirakan.

Minyak mentah berjangka West Texas Intermediate (WTI) AS naik 64 sen menjadi diperdagangkan di 92,28 dolar AS per barel di awal perdagangan Asia, setelah meluncur 5,37 dolar AS pada sesi sebelumnya didorong oleh kekhawatiran resesi.

Minyak mentah berjangka Brent menguat 48 sen atau 0,5 persen, menjadi diperdagangkan di 99,79 dolar AS per barel, memangkas kerugian 5,78 dolar AS pada Selasa (30/8/2022).

Baca juga: Saham Asia jatuh, dolar dan imbal hasil obligasi naik tajam

Baca juga: Saham Asia naik, harapan kesepakatan audit dorong teknologi China

Penerjemah: Apep Suhendar
Editor: Satyagraha
Copyright © ANTARA 2022