Jakarta (ANTARA) - Pengamat Kebijakan Publik dari Universitas Gadjah Mada (UGM), Satria Aji Imawan menyarankan agar pemerintah melakukan berbagai upaya untuk menurunkan angka konsumsi rokok, antara lain melalui kenaikan tarif cukai yang didorong dengan pendekatan sosial dan advokasi kepada pemangku kepentingan dan masyarakat.

Baca juga: Deteksi dini kanker penting agar peluang sembuh kian besar

Menurut dia, upaya menurunkan angka perokok tidak akan berjalan optimal jika hanya mengandalkan kenaikan cukai karena daya beli masyarakat untuk kalangan tertentu ternyata masih mampu untuk membeli produk tersebut.

"Perlu adanya intervensi sosial yang dapat mengubah kebiasaan para perokok dengan sebuah insentif sosial ketimbang ekonomi,” kata Satria pada Rabu.

Pemerintah, menurutnya, perlu melakukan riset untuk memperoleh bukti-bukti penyebab kenapa perokok tetap membeli rokok meski harga dan cukainya tinggi. Hasil riset kemudian selanjutnya diadvokasikan kepada para pemangku kepentingan.

Baca juga: Pengamat: Perokok dewasa berhak dapatkan informasi produk alternatif

“Pendekatan-pendekatan sosial penting sebagai pelengkap pendekatan ekonomi yang sering dilakukan pemerintah selama ini,” kata Satria.

Strategi pengurangan jumlah perokok dapat dilakukan dengan masif dan persuasif. Masif, lanjutnya, menggunakan media konvensional dan media online. Sementara persuasif lebih bersifat ringan.

"Tidak mendikte, tapi melibatkan banyak kreator agar kampanye bersifat mengimbau ketimbang melarang,” ucapnya.

Dalam kegiatan Global Forum on Nicotine (GFN) 2022 yang diselenggarakan secara daring dari Warsawa, Polandia, membahas tentang produk tembakau alternatif, seperti produk tembakau dipanaskan, rokok elektrik, dan kantong nikotin, sebagai opsi bagi perokok dewasa yang kesulitan untuk berhenti dari kebiasaan merokok. Isu tersebut menjadi pembahasan dalam tema “Misinformation: who can we trust?”

Salah satu narasumber dalam diskusi tersebut, Cother Hajat, Dokter Kesehatan Masyarakat dan Ahli Epidemiologi sekaligus Anggota Royal College of Physicians dan Fakultas Kesehatan Masyarakat di Inggris. Ia menyampaikan bahwa tembakau alternatif efektif dalam menurunkan prevalensi merokok.

Baca juga: Penyaluran BLT buruh rokok di Kudus capai 80 persen

Contohnya adalah Swedia. Negara Skandinavia itu mendukung penggunaan kantong nikotin sehingga memiliki prevalensi perokok pria yang terendah di Uni Eropa dengan besaran 5 persen.

Rendahnya angka tersebut juga berkorelasi dengan sedikitnya jumlah kematian yang diakibatkan oleh konsumsi rokok pada pria usia 30 tahun atau lebih.

“Swedia telah menunjukkan melalui regulasi, produk tembakau alternatif telah meminimalkan bahaya,” kata Cother.

Atas dasar itu, Cother mendorong penggunaan produk tembakau alternatif untuk membantu negara-negara yang selama ini kesulitan dalam menurunkan prevalensi merokok.

“Bersama dengan bukti ilmiah yang telah berkembang dari peran mereka dalam mengurangi tingkat merokok dan tidak adanya pelarangan, kanton nikotin dan produk tembakau alternatif lainnya sebagai opsi yang lebih baik, produk ini harus diizinkan di Asia Tenggara,” kata Cother.



Baca juga: Hoaks! COVID-19 bisa diobati dengan Nikotin

Baca juga: Alasan mengapa perokok dewasa perlu dikenalkan tembakau alternatif

Baca juga: Asosiasi dorong riset tembakau alternatif cegah disinformasi

Pewarta: Alviansyah Pasaribu
Editor: Ida Nurcahyani
Copyright © ANTARA 2022