Jakarta (ANTARA) - Faisal Hadi awalnya anti dengan asuransi. "Karena menurut saya, menjaminkan keselamatan seperti ditawarkan asuransi adalah mendahului takdir," kata pria kelahiran Malang pada 7 November 1958 ini.

Pandangan itu tak berubah meskipun pada 30 Desember 2014, terutama karena dorongan istrinya, Lilis Dewi Ariani, Hadi sudah terdaftar sebagai peserta BPJS Kesehatan.

Hadi tetap tak mau berurusan dengan asuransi, sampai September 2017 ketika kecelakaan saat bekerja membuat wajahnya, tepatnya bagian pipi, mengalami luka parah yang membutuhkan operasi.

Untuk pertama kali dalam hidupnya, Hadi berurusan dengan asuransi ketika dia menggunakan asuransi BPJS Kesehatan.

Hadi yang rutin membayar iuran BPJS Kesehatan, kaget setelah mendapati pengalaman yang kemudian mengubah pandangannya kepada BPJS Kesehatan.

Bukan hanya karena luka parah pada pipinya tertangani dengan baik oleh paramedis di Rumah Sakit Dr. Suyoto di Jakarta Selatan di mana dia rawat saat itu dan hingga kini menjadi rumah sakit pilihannya.

Tetapi itu juga lebih karena setelah mengetahui tak sepeser pun uang yang dia keluarkan untuk operasi yang normalnya bisa memaksa orang mengeluarkan puluhan juta rupiah itu.

Kalaupun ada uang yang mesti dikeluarkan Hadi, maka itu adalah bensin yang digunakannya untuk kendaraan yang dia pacu dari rumahnya di Pondok Picung, Bintaro, Tangerang Selatan, sampai RS. Dr Suyoto di Jakarta Selatan. Selain tentu saja, iuran BPJS Kesehatan sebesar Rp35 ribu yang dia bayarkan setiap bulan.

Pengalaman pertamanya menggunakan BPJS Kesehatan itu seketika memupus anggapan miring tentang asuransi ini bahwa prosedurnya akan berbelit atau bahwa penanganan kesehatannya tidak profesional.

"Ternyata semua itu tidak benar. Semua di rumah sakit ini suportif sekali, dari petugas administrasi sampai suster dan dokter. Tak ada perbedaan perlakuan antara mereka yang menggunakan BPJS Kesehatan dengan yang tidak," kata Hadi.

Baca juga: BPJS Kesehatan tingkatkan aksesibilitas pelayanan jaminan kesehatan

Sejak detik itu dia mengandalkan BJPS Kesehatan untuk membuatnya tetap sehat dalam usianya yang sudah kepala enam.

Dia gunakan asuransi kesehatan ini untuk banyak hal, mulai untuk pemeriksaan CT scan, mendapatkan obat, sampai konsultasi dokter syaraf dan terapi rehabilitasi medik yang rutin dilakukannya setelah belum lama tahun ini terserang stroke.

Hadi masih bolak balik ke RS Suyoto guna menjalani terapi rehab medik yang lambat laun menjauhkannya dari stroke. Semula jadwal terapinya beberapa hari sekali, kini tak lagi sekerap itu karena sudah perlahan membaik, sampai dokter menyatakannya sembuh di kemudian hari.

"Untuk semua ini saya tak mengeluarkan apa-apa lagi selain membayar iuran BPJS Kesehatan," sambung Hadi saat berbincang dengan ANTARA, Minggu 28 Agustus lalu.

Didorong oleh pengalaman baik yang dianggap Hadi pantas dan harus dibagi kepada semua orang, dia dan istrinya, Lilis Ariani, kompak aktif mengajak orang-orang mengikuti BPJS Kesehatan.

Pria yang dulu anti asuransi itu kini malah aktif mengajak siapa pun yang dia kenal dan bahkan yang baru dia kenal, untuk memakai asuransi BPJS Kesehatan.

Mereka memulainya dari keluarga. Dan berhasil. Dua keluarga besar dalam dua generasi dari pihak Hadi dan pihak Lilis, menjadi peserta aktif BPJS Kesehatan.

Selesai dengan keluarga, Hadi dan istri mengajak pula tetangga, teman dan kenalan agar menggunakan BPJS Kesehatan, tidak saja saat mereka sakit, tetapi juga saat mengobrol biasa.

Tak ada yang menyuruh mereka melakukan ini, selain karena keinginan mengajak semua orang menyelami pengalaman baik yang sudah mereka rasakan dan membuat mereka tertolong dalam banyak hal.

"Kalau perlu saya antar mereka ke petugas yang mengurus BPJS Kesehatan," kata Hadi. "Tapi tak semua menanggapi ajakan saya, khususnya mereka yang memiliki uang banyak yang mungkin menganggap BPJS Kesehatan ini ecek-ecek, enggak qualified, dan seterusnya."

Hadi menganggap asumsi miring kepada BPJS Kesehatan ini lebih karena orang tidak mengetahui manfaat besar BPJS Kesehatan karena tak pernah menikmati manfaatnya.

"Lebih enak menyampaikan kepada keluarga dan teman karena mereka kenal kita, siapa kita, dan tahu apa yang sudah kita alami. Mereka biasanya langsung percaya," kata Hadi.

Baca juga: BPJS Kesehatan: Manfaat program JKN semakin dirasakan oleh masyarakat
Baca juga: Penderita sakit gula manfaatkan JKN-KIS jadi jaminan biaya pengobatan

Selanjutnya : Gethok tular
Ilustrasi - BPJS Kesehatan untuk pelayanan kesehatan masyarakat yang lebih baik (ANTARA/Juns)


Gethok tular

Salah satu yang merasakan manfaat BPJS Kesehatan setelah Hadi memperkenalkan asuransi ini kepada mereka adalah kakaknya sendiri yang pernah terpaksa diamputasi kakinya akibat kecelakaan di jalan raya.

Sang kakak semestinya mengeluarkan ratusan juta rupiah untuk operasinya itu, tetapi asuransi BPJS Kesehatan membuat si kakak nyaris tak mengeluarkan apa-apa.

"Alhamdulilah sudah banyak orang yang kami ajak mengikuti BPJS Kesehatan," kata Hadi.

Uniknya, setiap orang dan setiap keluarga yang berhasil diajaknya menjadi peserta BPJS Kesehatan, melakukan hal serupa dengan dia, yakni menularkan pengalaman baiknya bersama BPJS Kesehatan kepada kerabat, teman, rekan kerja, sampai kenalan mereka.

Hadi menyebut metode ini dengan gethok tular, menyampaikan informasi dari mulut ke mulut tentang sesuatu yang dianggap baik dan berhasil yang layak dirasakan oleh sebanyak-banyaknya orang.

Faisal Hadi dan jutaan orang lain seperti dia di seluruh Indonesia adalah bagian dari faktor besar yang membuat BPJS Kesehatan semakin luas digunakan masyarakat negeri ini.

Tanpa dia sadari dan tanpa diminta siapa pun, Hadi telah membantu terciptanya brand awareness. Hadi sendiri tak berharap apa-apa kecuali senang melihat semua yang sakit tertangani dengan baik tanpa dipusingkan oleh uang dan biaya kesehatan.

Ini fenomena unik di balik pengaruh BPJS Kesehatan kepada masyarakat yang tidak melulu tentang kesehatan. Asuransi ini ternyata memupuk empati sosial, selain secara tidak langsung membantu orang hidup lebih layak secara finansial.

Baca juga: BPJS Kesehatan fokus berupaya meningkatkan mutu pelayanan

"Ada teman yang tak pernah telat membayar iuran tapi juga tak pernah menggunakannya. Dia bilang, saya belum perlu, yang membutuhkan saja dulu," kata Faisal Hadi.

Sadar atau tidak, orang-orang semacam teman Faisal Hadi itu telah ikut membangun empati sosial dengan tak pernah telat membayar iuran BPJS Kesehatan. Dengan cara ini, mereka telah membantu menutup kebutuhan berobat mereka yang sakit.

BPJS Kesehatan juga membantu orang dalam mengelola situasi keuangan menjadi lebih baik, khususnya karena orang bisa terobati manakala sakit tanpa mengganggu keseimbangan keuangan mereka.

Misal, orang yang harus mengeluarkan puluhan juta untuk sebuah operasi, bisa menggunakan puluhan juta itu untuk keperluan lainnya, karena puluhan juta rupiah itu telah ditanggung asuransi BPJS Kesehatan. Faisal Hadi dan istri, serta keluarganya yang lain, mengalami hal ini.

Tak heran, produk yang awalnya disepelekan dan sempat dijauhi sejumlah rumah sakit itu pun kini malah menjadi andalan baik untuk masyarakat yang ingin sehat dan sembuh, maupun untuk industri rumah sakit.

Lihat saja data terbaru yang dikeluarkan BPJS Kesehatan belum lama ini bahwa sampai Januari 2022 sudah 235,7 juta jiwa atau 86 persen dari total penduduk Indonesia menjadi peserta Program Jaminan Kesehatan Nasional (JKN) yang dikelola BPJS Kesehatan.

Baca juga: BPJS Kesehatan jaring masukan demi peningkatan penyelenggaraan JKN

Dalam periode yang sama, sudah 23.608 unit Fasilitas Kesehatan Tingkat Pertama (FKTP) dan 2.810 Fasilitas Kesehatan Rujukan Tingkat Lanjutan (rumah sakit) digandeng oleh BPJS Kesehatan.

Dengan jumlah fasilitas kesehatan sebanyak itu, kini betapa luas kesempatan masyarakat dalam mendapatkan pelayanan kesehatan sehingga semakin banyak pula masyarakat sakit yang tersembuhkan.

Sampai 31 Desember 2021, jumlah kunjungan sakit dan kunjungan sehat dengan memanfaatkan asuransi ini mencapai 392,9 juta kunjungan atau 1,1 juta kunjungan per hari. Sedangkan pemanfaatan skrining kesehatan selama tahun 2021 mencapai 2,2 juta skrining.

Tak heran awal Juli lalu Direktur Utama BPJS Kesehatan Ghufron Mukti berkata bahwa "80 sampai 90 persen pasien di rumah sakit adalah peserta Peserta BPJS Kesehatan."

Pernyataan Ghufron tak saja menyimpulkan semakin luasnya penetrasi BPJS Kesehatan, namun juga menjadi petunjuk mengenai kian lancarnya iuran yang dibayarkan peserta BPJS Kesehatan. Ini karena tak mungkin orang dicakup oleh asuransi ini jika mereka tidak membayar iuran BPJS Kesehatan.

Data BPJS Kesehatan menunjukkan total penerimaan iuran sampai 31 Desember 2021 mencapai Rp143,3 triliun. Selain lebih besar dari target, angka ini juga naik dibandingkan setahun sebelumnya yang mencapai Rp139,8 triliun.

Kenaikan semua statistik itu sudah pasti terjadi karena banyak faktor termasuk inovasi yang dilakukan BPJS Kesehatan, namun peran orang-orang seperti Faisal Hadi tak bisa diabaikan.
 
 

Editor: Junaydi Suswanto
Copyright © ANTARA 2022