New York (ANTARA) - Mengakses tunjangan disabilitas bagi pasien COVID-19 yang berkepanjangan atau long COVID sesungguhnya sama rumitnya dengan mendapatkan bantuan untuk kondisi yang relatif baru ini, demikian dilansir ABC57 pada Selasa (30/8).

"Dokter tidak dapat memberikan jawaban kepada saya. Mereka tidak punya jawaban," keluh Brian Yost (63), warga Mishawaka, Indiana, kepada stasiun televisi lokal itu. "Dan Anda tidak bisa marah kepada mereka, karena semua ini hal baru bagi mereka, mereka tidak tahu."

Masalah terbaru untuk Yost dari Disability Determination Bureau adalah persyaratan "pemeriksaan status kejiwaan" dengan psikolog klinis, menurut ABC57.

Sementara itu, Yost yakin bahwa Administrasi Jaminan Sosial menunda pembayaran hingga dia mencapai usia 65 tahun, ketika tunjangan disabilitas secara otomatis berubah menjadi tunjangan pensiun, imbuhnya.

Hampir satu dari lima orang dewasa yang didiagnosis tertular COVID-19, atau diperkirakan 24,8 juta orang, masih menderita long COVID, menurut Pusat Pengendalian dan Pencegahan Penyakit (Centers for Disease Control and Prevention/CDC) Amerika Serikat (AS).

Dengan beberapa gejala termasuk kabut otak (brain fog), masalah paru-paru, dan pembekuan darah, Administrasi Jaminan Sosial menyatakan long COVID sebagai sebuah kondisi disabilitas yang memenuhi syarat untuk menerima Asuransi Disabilitas Jaminan Sosial.


 

Penerjemah: Xinhua
Editor: Teguh Handoko
Copyright © ANTARA 2022