Jakarta (ANTARA) - Tanpa disadari sudah 2,5 tahun lamanya, dunia berkenalan lebih dekat dengan COVID-19 yang disebabkan oleh koronavirus sindrom pernapasan akut berat 2 (SARS-CoV-2) itu.

Banyak gelombang varian dari Alfa, Beta, Delta, Omicron sampai dengan subvarian hasil mutasi, seperti BA.4 dan BA.5, datang tanpa diundang dan seenaknya memukul kehidupan manusia akibat mutasi yang terus terjadi.

Ketua Umum Pengurus Pusat Perhimpunan Alergi Imunologi Indonesia Iris Rengganis menjelaskan bahwa mutasi merupakan cara virus untuk bertahan hidup dari tekanan lingkungan yang ada di sekitarnya.

Inilah yang membuat Indonesia belum bisa dikatakan aman sepenuhnya dari penularan COVID-19, meski antibodi masyarakat yang terbentuk akibat vaksinasi maupun infeksi alami sudah tinggi.

“Walaupun antibodinya sudah meningkat, kita tetap bisa tertular. Jangan orang pikir tidak bisa tertular, tetap bisa tertular karena sudah terjadi mutasi virus,” kata Iris.

Bila diingat kembali, gejala awal yang ditimbulkan oleh COVID-19 berupa demam, batuk dan pilek. Sangat mirip dengan gejala influenza. Namun dapat ditambah dengan menggigil hebat dan sesak nafas jika orang yang terinfeksi terkena gejala sedang sampai berat.

Namun seiring berjalannya waktu, gejala yang ditimbulkan varian-varian baru COVID-19 semakin tidak memiliki kekhasan. Artinya, gejala dapat berubah-ubah akibat adanya mutasi tersebut.

Ketua Departemen Pulmonologi dan Kedokteran Respirasi Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia (FK UI) Prasenohadi membenarkan bahwa pada mulanya infeksi akibat COVID-19 menyerang saluran pernafasan bagian atas.

Pada kasus varian Delta, gejala yang paling banyak dilaporkan adalah sesak nafas. Tetapi pada varian Omicron, gejala yang paling banyak dirasakan adalah batuk. Seiring berjalannya waktu, ditemukan pula orang yang terpapar COVID-19 justru memiliki gejala seperti diare.

Dari titik di mana dunia dilanda ketakutan hebat karena ratusan hingga ribuan jiwa yang berharga meninggal setiap harinya, kini negara sudah bisa sedikit bernafas karena telah mengetahui kunci utama terhindar dari penularan COVID-19.

Sudah cukup dalam waktu 2,5 tahun kita merasa takut. Dalam kurun waktu tersebut kita sudah belajar bahwa penularan dapat dicegah dengan terus disiplin menerapkan protokol kesehatan atau 3M.

Sedari awal pandemi, 3M yang berupa memakai masker, rajin mencuci tangan dan menjaga jarak, terbukti efektif menekan laju penularan COVID-19 dari apapun jenis variannya. Protokol kesehatan yang diterapkan bahkan harus diimbangi dengan vaksinasi COVID-19 yang menjaga antibodi tetap terbentuk dalam tubuh.

Protokol kesehatan sendiri juga sangat perlu diterapkan di semua acara tanpa memperdulikan besar skala penyelenggaraannya. Contohnya, meski kini sedang menjabat sebagai ketua KTT G20 yang mengundang banyak delegasi asing, pemerintah tetap tanpa ampun menerapkan protokol kesehatan.


Protokol kesehatan G20

Tidak ada kata main-main bagi Indonesia bila itu menyangkut keselamatan rakyatnya. Dalam KTT G20 pun, pemerintah tak hanya meminta para delegasi mematuhi 3M, tetapi juga semua yang hadir di negara kepulauan ini harus sudah divaksinasi, setidaknya dosis lengkap dan terdata di PeduliLindungi, sebelum keberangkatan.

Tak tanggung tanggung, pemerintah menyerukan agar Aplikasi PeduliLindungi wajib diunduh dan digunakan saat semua orang ingin masuk ke ruang publik tertentu, baik hotel, venue acara atau tempat-tempat wisata yang akan dikunjungi.

“Penggunaan PeduliLindungi merupakan salah satu syarat Pelaku Perjalanan Luar Negeri untuk masuk ke Indonesia, baik bagi Warga Negara Indonesia (WNI) maupun warga negara asing (WNA). Ketentuan ini juga diberlakukan bagi peserta KTT G20 non-VVIP,” kata Chief of Digital Transformation Office Kemenkes Setiaji.

Ketika tiba di bandara, Kementerian Kesehatan bersama Satgas COVID-19 dan pihak bandara telah menyediakan layanan verifikasi, bagi delegasi yang belum verifikasi sertifikat vaksinasi di PeduliLindungi.

PeduliLindungi sendiri telah diupgrade dengan menyediakan 13 bahasa agar pengguna nyaman melakukan verifikasi data. Seperti Indonesia, Inggris, China, Prancis, Jepang, Rusia, Arab, Korea, Spanyol, Portugis, Jerman, Italia dan Turki.

Penambahan bahasa sendiri dilakukan sebagai bentuk dukungan pengintegrasian PeduliLindungi dengan Vaccinated Travel Lane (VTL) dari Singapura

Kemudian saat di venue acara, tamu VVIP akan diberikan tes kesehatan berupa RT-PCR 1x24 jam sebelum acara dimulai. Sementara bagi non-VVIP dan peserta yang hadir disediakan tes antigen.

Para tamu juga diminta untuk memeriksakan suhu tubuh dan scan QR PeduliLindungi setiap masuk ke dalam venue. Bagi pihak yang terbukti suhu tubuhnya menyentuh 37,5 derajat Celcius atau lebih, maka harus dilakukan RT-PCR.

Dalam kegiatan berskala global yang membahas mengenai tatanan membangun arsitektur kesehatan secara global itu, semua pihak diwajibkan menggunakan masker agar potensi penularan COVID-19 di dalam ruangan dapat diminimalisir sekecil mungkin.

Epidemiolog dari Griffith University Australia Dicky Budiman menekankan kalau penggunaan masker tetap menjadi senjata penting meski cakupan vaksinasi suatu negara sudah terbilang tinggi.

Sebab tidak ada satu pun negara, yang benar-benar siap untuk melepaskan masker di tengah pandemi karena penularan masih akan terus terjadi di tengah masyarakat, meskipun laju penularannya cederung lebih mengecil.

“Masker adalah senjata atau perlindungan kita dalam menghadapi wabah sebetulnya. Dalam hal ini, masih dalam status pandemi COVID-19, penggunaan masker jadi sangat jelas karena masker dan vaksin adalah senjata yang sangat jelas dalam menekan kasus,” kata Dicky.

Layanan RT-PCR juga disediakan pemerintah bagi delegasi yang ingin pulang. Semua upaya dimaksimalkan agar tidak ada satupun kasus positif yang lolos dari pelacakan (screening) selama berada di Indonesia.


Indonesia bebas penularan

Indonesia memiliki tekad yang kuat untuk segera terbebas dari pandemi COVID-19. Target yang yang ingin diraih dalam waktu dekat ini pun adalah membawa negara memasuki endemi.

Namun terlepas dari bagaimana ketatnya pemerintah jatuh bangun menyusun kebijakan, semua tidak akan berarti apabila semua komponen bangsa tidak terlibat di dalamnya.

Jika para delegasi beserta rombongan dan peserta KTT G20 telah menaati protokol kesehatan yang berlaku, bukankah sebagai masyarakat kita harus menjadi contoh agar mereka semakin disiplin menjalankannya?

Data BPS yang dilakukan pada bulan Februari hingga Maret 2022 menyebut jika kesadaran masyarakat sudah menyentuh 91,6 persen. Artinya masyarakat sudah memahami risiko bahaya daripada tingginya risiko yang terjadi akibat penularan yang luas.

Dengan tingginya kesadaran masyarakat, para pengelola ruang publik harus bersama-sama mengetatkan kembali kebijakan yang berlaku supaya tidak ada lagi varian baru yang hadir dan mengancam aktivitas sehari-hari.

Bila mengutip kata Ketua Bidang Perubahan Perilaku Satgas COVID-19 Sonny Harry B. Harmadi, penerapan protokol kesehatan dalam masyarakat tidak dapat maksimal dilakukan, bila pihak institusi ruang publik seperti tempat wisata justru mengendurkan tata protokol kesehatan.

Maka dari itulah, mengukur suhu tubuh dengan teliti dan tepat, memastikan penggunaan Aplikasi Peduli Lindungi berjalan pada setiap individu serta mendirikan wastafel untuk mencuci tangan di sejumlah titik harus diutamakan.

Kini, semua mata dunia tertuju pada Indonesia sebagai pemimpin KTT G20. Sebuah kesempatan langka karena Tanah Air tercinta dianggap layak menunjukkan kemampuannya.

Sebagai bangsa para pejuang, sudah selayaknya kita ikut membuktikan bahwa Indonesia merupakan negara yang patuh terhadap protokol kesehatan, sehingga mampu tegak berdiri menyediakan lingkungan yang aman untuk ditinggali oleh semua kelompok masyarakat.

Editor: Masuki M. Astro
Copyright © ANTARA 2022