Jakarta (ANTARA) - Pengamat kepolisian dari Institute for Security and Strategic Studies (ISESS) Bambang Rukminto mengatakan salah satu upaya mengubah budaya (kultur) hedonis di kalangan anggota Polri dengan disiplin melaporkan Laporan Harta Kekayaan Penyelenggara Negara (LHKPN).

"Salah satunya dengan disiplin melaporkan LHKP bagi seluruh pejabat maupun calon pejabat polisi," kata Bambang saat dikonfirmasi ANTARA di Jakarta, Selasa.

Menurut Bambang, kultur hedonis di kalangan anggota Polri sudah ada sejak orde baru, diperparah setelah Polri keluar dari ABRI yakni setelah Reformasi 1998 dan setelah Undang-Undang Nomor 2 Tahun 2002 tentang Polri terbit. Peraturan ini memberikan kewenangan besar, anggaran besar tetapi minim pengawasan.

"Akibatnya seolah muncul euforia setelah 32 tahun menjadi adik bungsu dalam struktur ABRI," kata Bambang.

Baca juga: Hasil uji poligraf 3 tersangka pembunuhan Brigadir J berkata jujur

Baca juga: Polri periksa istri Ferdy Sambo sebagai tersangka pada Jumat


Mengamati tampilan Direktur Tindak Pidana Umum (Dirtipidum) Bareskrim Polri Brigjen Pol. Andi Rian Djajadi yang mengenakan kemeja dengan merk ternama pakaian luar negeri yang dipatok harganya lebih dari Rp1 juta. Bambang berpendapat edaran Kapolri Jenderal Pol. Idham Aziz tahun 2019 terkait larangan bergaya hidup mewah hanya dianggap aturan di atas kertas.

Menurut dia, imbauan tersebut tanpa ada petunjuk pelaksanaan (juklak) yang jelas, terkesan menjadi sebuah pencitraan, karena faktanya gaya hidup mewah masih terus berlangsung.

"Ukuran mewah bagi setiap orang tentu berbeda-beda. Mengapa seseorang perwira tinggi bisa menggunakan barang mahal tentu tak lepas dari pendapatan," ucap Bambang.

Ia mengatakan pendapatan seorang aparat polisi hanya berasal dari gaji dan tunjangan saja atau dari yang lainnya. Hal ini tidak bisa dijadikan justifikasi adanya pelanggaran yang dilakukan karena bisa jadi anggota polisi itu mempunyai pendapat sah lain di luar penghasilan resmi sebagai aparat, misalnya, dari warisan atau bisnis keluarga.

"Bisa juga kalau bukan berasal dari pembelian dengan penghasilan yang sah, bagi pejabat publik tentu ada kemungkinan gratifikasi," ujarnya.

Bambang menekankan hal penting dari edaran larangan bergaya hidup mewah dan lebih subtansi adalah kewajiban LHKPN bagi personel yang menjalankan assesment sebelum mendapatkan promosi jabatan tertentu. Reformasi kultural di tubuh Polri bukan hanya mengubah kultur militeristik saja, tetapi mengubah kultur hedonis.

"Selain kewajiban lapor LHKPN, upaya lainnya dengan membuat sistem pengawasan yang baik," tutur Bambang.

Baca juga: Bareskrim hentikan laporan dugaan pelecehan terhadap Putri Candrawathi

Bambang juga mengingatkan publik ada hal penting dari penampilan Brigjen Pol. Andi Rian yang jadi sorotan, yakni penuntasan “Kasus Sambo” dan turunannya.

"Kultur hedonis itu tak bisa diselesaikan hanya dalam 1-2 bulan ke depan. Edaran menjauhi gaya hidup mewah itu sudah berulang kali dan bertahun-tahun, tapi faktanya masih juga hedonis. Dan yang berpenampilan mahal itu bukan hanya Dirpidum saja, tapi banyak," tegasnya.

Terpisah, Kepala Divisi Humas Polri Irjen Pol. Dedi Prasetyo mengatakan sudah banyak imbauan dan arahan bagi anggota Polri untuk hidup sederhana. 

Jenderal bintang dua itu mengatakan Divisi Profesi dan Pengamanan (Propam) Polri mengingatkan seluruh anggota Polri untuk menampilkan pola hidup sederhana dan tidak hedonis sesuai dengan Peraturan Kapolri dan Surat Telegram Kapolri yang sudah dikeluarkan, yakni ST NOMOR: ST/30/IX/HUM.3.4/2019/DIVPROPAM

“Sudah ditindaklanjuti oleh propam, untuk seorang anggota Polri harus mencerminkan sederhana dan proporsional,” kata Dedi.

Pewarta: Laily Rahmawaty
Editor: Chandra Hamdani Noor
Copyright © ANTARA 2022