Banyuwangi, (ANTARA News) - Kawasan Taman Nasional Meru Betiri, di Pantai Sukamade, Banyuwangi, Jawa Timur, menjadi tempat yang nyaman bagi pendaratan penyu hijau. Hal ini, karena hamparan pasir sejauh 700 meter dari tiga kilometer bibir pantai di kawasan tersebut, merupakan lokasi pendaratan penyu hijau, terutama pada bulan Mei, Juni dan bulan Juli bisa mencapai enam ekor lebih setiap malamnya. Efendi, salah seorang petugas penjaga penyu Sukamade, Minggu (2/4) mengatakan, setiap ekor penyu mampu bertelur sebanyak 100 hingga 150 butir. Karena itu, guna menjaga kelangsungan Pantai Sukamade sebagai habitat penyu hijau di pesisir selatan Pulau Jawa, pihak Taman Nasional Meru Betiri terus melakukan pengawasan. Panjang pantai Sukamade mencapai tiga kilometer, namun hamparan pasir yang biasa dipakai penyu bertelur hanya sejauh 700 meter. Sedang 2,3 kilometer lainnya, jarang digunakan penyu untuk bertelur karena tempat tersebut kurang cocok. Setiap malam Efendi harus menjaga penyu yang akan bertelur, karena penyu termasuk satwa yang sensitif, diantaranya tidak akan bertelur di pantai jika terkena cahaya atau gerakan yang berada di pantai Sukamade. Di pantai Sukamade, ada empat jenis penyu, selain penyu hijau, juga masih ada tiga jenis lainnya, seperti penyu slengkrah, penyu sisik dan penyu blimbing. Tetapi yang paling sering mendarat dan bertelur adalah penyu hijau. Telur-telur penyu itu harus segera diamankan agar bisa ditangkarkan serta terhindar dari hewan predator (pemakan telur penyu), seperti babi hutan, anjing hutan, dan biawak, selain tangan-tangan jahil manusia. Dalam setiap bertelur, penyu bisa menghasilkan antara 100 hingga 150 butir. Pada bulan-bulan di luar Mei, Juni dan Juli, di pantai Sukamade jarang ada penyu hijau yang bertelur. Dalam dua sampai empat hari, atau bahkan terkadang sampai satu minggu, hanya dapat dijumpai satu ekor penyu hijau yang bertelur. Penyu akan bertelur di suatu tempat yang mempunyai pasir yang cocok untuk penetasan telur, serta dekat dengan makanan laut, guna memudahkan bila telur sudah menetas dan menjadi tokik. Saat musim penyu bertelur pada bulan Mei, Juni dan Juli, penyu yang mendarat bisa mencapai 60 ekor setiap malamnya. Namun selama kurun waktu empat tahun terakhir ini, jumlah penyu yang mendarat rata-rata hanya enam ekor setiap malam. Pada tahun 2001 jumlah penyu yang mendarat sebanyak 400 ekor, sebanyak 250 diantaranya bertelur dengan jumlah 24.584 butir. Tahun berikutnya jumlah penyu yang mendarat mencapai 1.042 ekor, yang bertelur sebanyak 430 dengan jumlah 49.584 butir. Sedang pada tahun 2003 penyu hijau yang mendarat naik lagi menjadi 713 ekor, dengan yang bertelur sebanyak 326 dan 387 ekor hanya memeti, jumlah telur pada tahun ini mencapai 33.889 butir. Tahun 2004 penyu hijau yang mendarat sebanyak 960, sebanyak 444 ekor bertelur dengan jumlah telur 44.557. Kondisi ini berbeda dengan tiga jenis penyu yang juga pernah mendarat di kawasan pantai Sukamade, yakni penyu sisik, blimbing dan penyu slengrah. Bahkan, penyu jenis sisik dan lengkrah selama dua tahun terakhir tidak satu ekorpun yang mendarat di pantai Sukamade. Sedang penyu slengkrah pada tahun 2003 ada pendaratan seekor dan pada tahun 2004 tercatat sebanyak dua ekor, seekor memeti dan seekor lagi bertelur dengan jumlah telur 131 butir. Menurut Wartono, petugas Taman Nasional Meru Betiri, penangkaran penyu di kawasan pantai Sukamade dilakukan secara semi alam. Sehingga untuk melakukan penangkaran penyu-penyu ini, hanya diperlukan timba dan pasir pantai. Telur penyu yang telah diselamatkan tersebut akan menetas setelah ditaruh didalam pasir pantai selama dua bulan. Setelah menetas, penyu kecil atau biasa disebut tokik, kemudian dibersihkan dari pasir pantai dan ditaruh di bak besar, sampai kurang lebih 5 hari. Penyu yang baru lahir atau yang biasa disebut tokik ini, tidak membutuhkan makanan karena makanan tokik, sudah tersedia diplasentanya yang berada dibawah perutnya. Tingkat prosentase penetasan, tokik setelah dilakukan penangkaran sekitar 85-90 persen. Namun, jumlah populasi penyu yang bisa bertahan hidup ketika dilepas hanya sekitar 3 persen dari jumlah tokik yang dihasilkan dari penangkaran. Salah satu kendala yang dihadapi tokik hasil penangkaran setelah dilepas kelaut adalah predator dari tokik yaitu ikan. Sedang kendala yang lain adalah terseret arus laut dan kemungkinan terbentur karang yang berada laut. Telur penyu yang menetas dipantai atau penetasan secara alami, rawan terhadap gangguan terutama predator dari penyu. Saat masih menjadi telur, predator yang paling berbahaya adalah biawak dan babi, sedangkan untuk predator bagi tokik adalah kepiting, semut, elang. Selain itu, ancaman juga datang dari manusia yang tidak bertanggungjawab. Mereka biasanya mencuri telur penyu yang baru bertelur, untuk dijual. Setiap telur penyu biasanya dijual seharga 1.000-1.500 perbutir.(*)

Copyright © ANTARA 2006