Jakarta (ANTARA News) - Komando Pasukan Katak (Kopaska) Armada RI Kawasan Barat tengah menyusun pola baru operasi khusus pengamanan di Selat Malaka yang lebih komprehansif, sederhana dengan dampak guna tinggi, dan berbiaya rendah. "Intinya sederhana saja, ini wilayah kita maka yang paling berkepentingan dengan pengamanan di wilayah itu adalah kita ini. Bukan negara lain atau malahan yang berjauhan dari Selat Malaka itu," kata Komandan Komando Pasukan Katak Armada RI Kawasan Barat, Letnan Kolonel Irawan S, di Jakarta, Senin. Irawan menyatakan hal itu di sela peringatan ulang tahun ke-44 komando pasukan khusus matra laut itu. Di dalam peringatan di markasnya di Pondok Dayung, Tanjungpriok, Jakarta Utara, dilakukan simulasi pembebasan sandera dengan pemusnahan sarang teroris memakai TNT. Tentang mekanisme pola baru operasi itu, katanya, belum bisa diungkapkan apapun mengingat harus diuji terlebih dahulu di tingkatan satuan atas dan Markas Besar TNI. Secara garis besar, katanya, jika pola itu jadi diterapkan akan menghemat anggaran sangat berarti. "Karena jumlah personel yang dilibatkan akan menciut tanpa mengurangi keandalannya. Hal ini dimungkinkan karena intelijen maritim bisa lebih dimaksimalkan. Setiap orang pasti memiliki tempat tinggal. Perompak yang katanya suku laut juga memiliki kampung maka sebetulnya mudah melacak mereka," katanya. Menghadapi kemungkinan pemakaian pola baru terorisme berupa bom bunuh diri atau aksi penyebaran virus berbahaya, katanya, jajarannya telah melatih diri menghadapi berbagai kemungkinan soal itu. Salah satu langkah yang dilatihkan bersama US Navy SEAL beberapa waktu lalu di Pulau Laki, gugus Kepulauan Seribu, adalah mengerahkan penembak tepat jarak jauh (sniper) yang dikombinasikan dengan kecepatan dan ketepatan gerak personel lain. "Jadi si teroris langsung tewas di tempat tanpa sempat mewujudkan tuntutannya. Caranya bagaimana, sangat tergantung kondisi lapangan dan jenis ancaman yang dituntut mereka," katanya. Keberadaan satuan komando pasukan ini tidak lepas dari konfrontasi Indonesia-Belanda setelah negara penjajah itu mengklaim kepemilikan Irian Barat sebagai wilayahnya. Presiden Soekarno pada 1962 mengeluarkan komando Trikora, yang intinya merebut kembali Irian Barat dengan berbagai cara. TNI-AL kemudian menerjemahkan perintah itu dengan membentuk satuan anggotanya dengan keberanian serta kemampuan istimewa, yaitu bersedia menjadi torpedo berjiwa. Anggota TNI-AL itu diluncurkan dari dalam tabung peluncur torpedo bersama amunisi andal itu dan mengarahkannya ke sasaran yang diincar. Beberapa orang telah menunaikan tugasnya dalam palagan itu, yang pula berarti kehilangan nyawanya begitu torpedo itu sukses meledakkan lambung kapal perang yang disasar. Setelah operasi itu, Komando Pasukan Katak TNI-AL resmi beroperasi lebih lanjut dan belakangan terbagi menjadi dua gugus tugas utama, yaitu di wilayah barat dan timur Indonesia.(*)

Editor: Heru Purwanto
Copyright © ANTARA 2006