Jakarta (ANTARA) - Komisi Yudisial (KY) mengatakan sidang dugaan pelanggaran HAM berat kasus Paniai yang akan diadakan di Pengadilan Negeri (PN) Makassar, Sulawesi Selatan, harus mempertimbangkan masalah keamanan.

"Pandangan saya, terbuka untuk umum itu bukan berarti terbuka di setiap gawai karena alasan keamanan," kata Juru Bicara KY Miko Susanto Ginting di Jakarta, Selasa.

Miko menjelaskan masalah keamanan tersebut, misalnya pada saat pembuktian di mana saksi yang dihadirkan di persidangan tidak memungkinkan disorot atau disiarkan secara langsung karena menyangkut keamanannya.

Baca juga: Empat hakim adhoc segera siapkan sidang kasus pelanggaran HAM Paniai

"Sebab, saksi itu harus independen tidak terkontaminasi dengan kesaksian lain," kata Miko.

Oleh sebab itu, Miko berpandangan tidak semua sesi persidangan harus atau disiarkan secara langsung karena beberapa pertimbangan, salah satunya keamanan.

Namun, menurut dia, jika siaran langsung diadakan hanya di sekitar ruang persidangan tidak masalah apabila ruangan persidangan tidak mampu menampung jumlah individu yang hadir.

Baca juga: LPSK belum terima permohonan perlindungan saksi kasus Paniai

"Misalnya ruang sidang dipasang layar dengan visual dan suara yang bisa dilihat dan didengar jelas," kata dia.

Sementara itu, Ketua Perhimpunan Bantuan Hukum dan HAM Indonesia (PBHI) Julius Ibrani mengatakan KY harus bisa memastikan setiap peradilan memenuhi asas keterbukaan, kecuali masalah asusila dan anak.

Baca juga: Komnas HAM pastikan saksi kasus Paniai tidak terbebani

"Selebihnya harus ada asas keterbukaan," kata dia.

Ia mengatakan mengacu pada Undang-Undang Kekuasaan Kehakiman dan Undang-Undang Mahkamah Agung disebutkan ada asas keterbukaan bahwa seluruh proses persidangan terbuka untuk umum.

"Tidak ada pengecualian 'live streaming', datang ke TKP 'offline'. Kecuali substansinya asusila anak," ujar dia.

Pewarta: Muhammad Zulfikar
Editor: Herry Soebanto
Copyright © ANTARA 2022