Jakarta (ANTARA) - Wakil Ketua MPR RI Ahmad Basarah mengatakan harus adanya terobosan baru guna mengeliminasi kekerasan yang terjadi di lingkungan pendidikan nasional.

“Harus ada terobosan baru yang dilakukan Kemendikbudristek dan Kementerian Agama untuk mengeleminasi kekerasan demi kekerasan di dunia pendidikan nasional kita," kata Ahmad Basarah dalam keterangan tertulisnya yang diterima di Jakarta, Jumat.

Ia mengatakan tidak ada pembenaran apa pun untuk semua kekerasan di dunia pendidikan.

Basarah mengungkapkan keprihatinannya atas kekerasan demi kekerasan yang terjadi di dunia pendidikan nasional. Ia kemudian mengutip kasus seorang santri Ponpes Gontor yang meninggal akibat penganiayaan rekan-rekannya pada akhir Agustus 2022.

Baca juga: Wakil Ketua MPR tolak tegas upaya pembubaran Ponpes Gontor

Kemudian, kasus seorang siswa SMAN 9 Kupang, Nusa Tenggara Timur (NTT), yang dikeluarkan oleh dewan guru akibat menendang dan menganiaya guru perempuan di sekolahnya. Basarah mengaku mendukung penuh keputusan yang diambil tersebut.

"Masa guru sampai dianiaya muridnya sendiri? Fenomena ini menggambarkan masih ada sistem pendidikan yang masih kurang sesuai dalam dunia pendidikan kita," ucapnya.

Ia berharap Menteri Pendidikan, Kebudayaan, Riset, dan Teknologi (Mendikbudristek) Nadiem Anwar Makarim dan Menteri Agama (Menag) Yaqut Cholil Qoumas untuk memberi perhatian khusus atas kekerasan demi kekerasan yang terjadi di lingkungan pendidikan nasional.

Baca juga: Wakil Ketua MPR paparkan relasi negara dan agama dalam Pancasila

"Sesuai amanat UU Nomor 14 Tahun 2005 tentang Guru dan Dosen. Pasal 39 undang-undang itu menyatakan, 'Pemerintah, pemerintah daerah, masyarakat, organisasi profesi, dan/atau satuan pendidikan wajib memberikan perlindungan terhadap guru dalam pelaksanaan tugas'," paparnya.

Anggota Komisi X DPR RI yang membidangi pendidikan itu menyebut keprihatinannya sangat beralasan karena sejumlah kekerasan di dunia pendidikan seolah terjadi tanpa henti, baik yang dilakukan murid kepada murid, guru kepada murid, ataupun murid kepada guru.

Sekretaris Dewan Penasihat PP Baitul Muslimin Indonesia itu mengusulkan agar pendidikan budi pekerti di kalangan pelajar harus diperkuat dengan metode ajar yang menarik dan bahan bacaan yang representatif.

"Sistem pendidikan nasional yang kini bertumpu pada UU Nomor 20 Tahun 2003 sudah bagus karena Pancasila dan UUD NKRI Tahun 1945 menjadi dasarnya," katanya.

Baca juga: MPR ajak masyarakat perkuat "benteng" Pancasila hadapi era metaverse

Basarah mengusulkan agar sebaiknya jajaran Kemendikbudristek dan Kemenag menyajikan materi yang berisi falsafah dan kearifan lokal bangsa Indonesia yang penuh dengan nilai-nilai kemanusiaan untuk dijadikan teladan semua siswa di Indonesia.

Kedua kementerian itu, ujarnya, bisa mengumpulkan cerita-cerita teladan yang baik tersebut, lalu menerbitkannya dengan desain gambar dan visual yang menarik.

"Jika kita sisipkan nilai-nilai Pancasila di dalamnya, itu akan lebih bagus sebab metode itu lebih sesuai dengan selera generasi milenial saat ini," kata Basarah.

Dosen Universitas Islam Malang, Jawa Timur, itu mengusulkan agar Kemendikbudristek dan Kemenag menjalin koordinasi yang efektif dengan Mabes Polri untuk memperketat peredaran minuman keras dan narkotika di kalangan pelajar maupun pemuda karena dapat mendorong mereka berperilaku 'barbarian'.

"Pihak sekolah harus aktif menjalin komunikasi dengan Polri dan BNN (Badan Narkotika Nasional), begitu mencium gelagat sekolah mereka dirasuki peredaran minuman keras, apalagi disusupi jaringan narkoba, maka jangan takut melapor demi menjaga kualitas dan masa depan anak bangsa," ujarnya.

Pewarta: Melalusa Susthira Khalida
Editor: Herry Soebanto
Copyright © ANTARA 2022