Jakarta (ANTARA) - Komite Penasehat Ahli Imunisasi Nasional (Indonesian Technical Advisory Group on Immunization/ITAGI) masih mengumpulkan bukti ilmiah yang lengkap sebelum merekomendasikan program vaksinasi COVID-19 pada balita di Indonesia.

"Kami belum menginjak di program vaksinasi pada balita. ITAGI selalu berdasarkan bukti ilmiah," kata Ketua ITAGI Prof Sri Rezeki yang dijumpai dalam peluncuran EUA vaksin dalam negeri di Gedung BPOM RI Jakarta, Jumat.

Sri mengatakan pemberian dosis vaksin pada anak perlu mempertimbangkan hasil studi klinis yang mendasari hal itu. Sebab, pemberian dosis pada anak berbeda dengan dewasa.

Hasil pengamatan ITAGI pada pemberian vaksin balita di Amerika Serikat menggunakan platform mRNA seperti Pfizer dan Moderna, kata Sri, masih dilakukan secara hati-hati.

Baca juga: Satgas: Ada peluang vaksinasi COVID-19 anak usia lima tahun ke bawah

Baca juga: Satgas: Vaksin Indovac dan Inavac untuk booster tunggu ITAGI dan BPOM


"Untuk anak itu diturunkan dosisnya. Kita harus tahu penurunannya berapa, kalau program vaksinasi balita dari luar negeri, mereka sepertiga dosis. Apakah Indonesia juga mau pakai seperti itu, ini masih dalam kajian," katanya.

Selain itu, vaksinasi pada balita di luar negeri belum bersifat wajib, tapi diserahkan keputusannya kepada orang tua. "Sampai saat ini ITAGI belum merekomendasikan vaksin yang tepat untuk balita," katanya.

Sri mengatakan program vaksinasi penting untuk anak, sebab infeksi SARS-CoV-2 penyebab COVID-19 pada anak yang sehat kerap tanpa gejala dan tidak disadari pasien.

Sehingga bila virus menular pada mereka yang rentan, seperti berkomorbid, bisa memberi efek komplikasi yang berat, kata Sri menambahkan.

Hingga saat ini, ITAGI telah merekomendasikan program vaksinasi COVID-19 kepada anak di atas 6 tahun di Indonesia.

"Kalau untuk balita yang sehat itu masih bisa dikendalikan oleh orang tua. Tapi anak di atas 6 tahun, sekolah SD, SMP, SMA itu sudah bisa jalan sendiri, ketemu dengan orang banyak," katanya.

Untuk itu, program vaksinasi pemerintah diterapkan secara bertahap mulai dari remaja 11 hingga 17 tahun.

"Yang penting vaksinnya aman, tidak ada efek samping dan penerimaannya bagus. Sekarang vaksinasi remaja sudah hampir 90 persen," ujarnya.

Setelah itu, cakupan sasaran diarahkan pada siswa SD usia 6 hingga 11 tahun.

"Kalau dilihat sekarang, sekolah masih ada yang dibuka dan ditutup lagi, karena mereka (siswa SD) cakupannya masih belum tinggi," katanya.

Dilansir dari Dasboard Vaksinasi Kemenkes RI per hari ini, cakupan vaksinasi COVID-19 dosis 2 pada usia 12 hingga 17 tahun mencapai 22 juta lebih peserta atau setara 82,72 persen dari jumlah sasaran 26,70 juta orang. Sedangkan dosis 1 mencapai 25,63 juta jiwa atau 95,98 persen dari target.

Sedangkan vaksinasi dosis 2 kelompok usia 6 sampai 11 tahun mencapai 17,51 juta peserta atau 66,36 persen dari target 26 juta jiwa lebih. Dosis 1 mencapai 21,15 juta peserta atau 80,14 persen dari sasaran.*

Baca juga: ITAGI belum rekomendasikan vaksin dosis empat untuk masyarakat umum

Baca juga: Vaksin booster COVID-19 penting untuk kesehatan lansia

Pewarta: Andi Firdaus
Editor: Erafzon Saptiyulda AS
Copyright © ANTARA 2022