Jakarta (ANTARA News) - Menteri Luar Negeri Hassan Wirajuda mengatakan bahwa Republik Indonesia (RI) masih menunggu sikap politk Australia, setelah Indonesia menyatakan protes keras terkait kebijakan Australia memberikan visa sementara kepada 42 warga Papua. "Kita tunggu saja," kata Menlu menjawab pertanyaan wartawan yang meliput Sidang ke-62 Komisi Ekonomi dan Sosial Perserikatan Bangsa-Bangsa untuk Asia dan Pasifik (UNESCAP), di Balai Sidang Jakarta, Senin pagi. Sikap politik itu diungkapkan Wirajuda di tengah hubungan Indonesia-Australia yang sedang berada pada "jalan yang sulit", menyusul kebijakan dengan standar ganda Canberra soal permohonan suaka politik oleh 42 warga Papua. Meskipun Jakarta telah menunjukkan kekecewaannya, masyarakat dan kalangan parlemen di tanah air pun mengecam keras kebijakan Negeri Kangguru itu, Pemerintahan Perdana Menteri John Howard nampaknya masih bakal jauh dari membatalkan kebijakan pemberian visa sementara tersebut. Beberapa hari lalu, John Howard mengumumkan pihaknya akan meninjau ulang kebijakan pemberian suaka yang selama ini diterapkan oleh instansi imigrasi Australia. Namun dalam pemberitaan koran lokal Australia "The Sydney Morning Herald" edisi Minggu (9/4) disebutkan bahwa Menteri Luar Negeri Australia Alexander Downer menyatakan keraguannya Pemerintah Australia dapat mempengaruhi keputusan imigrasi tentang pemberian visa perlindungan kepada para pencari suaka di Australia. Alexander Downer mengungkapkan sebenarnya secara historis seorang menteri luar negeri memiliki kekuasaan untuk mengubah keputusan Imigrasi menjadi kebijakan luar negeri. Namun ia menekankan kekuasaan tersebut agak tidak mungkin digunakan jika terjadi pengajuan permintaan suaka, karena Australia sendiri terikat oleh kewajiban-kewajiban yang digariskan oleh Konvensi PBB tentang Pengungsi. "Mengubah kebijakan adalah masalah yang sulit," katanya. Menlu Downer mengaku ia telah berbicara dengan Menlu Hassan Wirajuda - sebagai bagian dari upaya Pemerintah Australia untuk mengurangi ketegangan kedua negara. Di tanah air, wujud kecaman terhadap kebijakan pemberian visa itu ditujukkan lewat pemboikotan terhadap produk-produk impor asal Australia oleh Gabungan Importir Nasional Indonesia (GINSI). Berdasarkan data BPS (Badan Pusat Statistik) selama tahun 2005, nilai impor Indonesia dari Australia mencapai 2,567 miliar dolar AS sedangkan ekspor Indonesia ke Australia senilai 2,227 miliar dolar AS. Barang Australia yang banyak diimpor oleh Indonesia antara lain gandum (447,71juta dolar AS), susu (127,6juta dolar AS), binatang hidup (109,686juta dolar AS), garam (1,3juta ton), pulp atau bubur kayu (29,37juta dolar AS), dan kapas (122,908juta dolar AS). Sementara itu ekspor Indonesia ke Australia antara lain berupa plastik dan barang plastik senilai 76,527 juta dolar AS, karet senilai 37,078 juta dolar AS, kopi, teh dan rempah-rempah senilai 14,226 juta dolar AS, cokelat senilai 15,118 juta dolar AS, kertas/karton senilai 146,934 juta dolar AS serta buku dan barang cetakan senilai 13,482 juta dolar AS.(*)

Editor: Suryanto
Copyright © ANTARA 2006