Sydney (ANTARA) - Bank sentral Selandia Baru, Reserve Bank of New Zealand (RBNZ) pada Rabu menaikkan suku bunga acuannya ke level tertinggi tujuh tahun dan memperingatkan lebih banyak rasa sakit yang akan datang ketika berjuang untuk mendinginkan inflasi panas dalam ekonomi yang terlalu tegang.

Komite kebijakan RBNZ menaikkan suku bunga acuan official cash rate sebesar 50 basis poin menjadi 3,5 persen, langkah besar kelima dan kenaikan kedelapan dalam 12 bulan.

Komite tersebut bahkan memperdebatkan apakah akan menaikkan sebesar 75 basis poin mengingat tekanan harga yang intens dalam perekonomian, tetapi memutuskan untuk mengambil langkah setengah poin.

"Komite setuju bahwa tetap tepat untuk terus memperketat kondisi moneter dengan kecepatan untuk menjaga stabilitas harga dan berkontribusi pada pekerjaan berkelanjutan yang maksimal," kata Gubernur RBNZ Adrian Orr dalam sebuah pernyataan, dikutip dari Reuters.

"Inflasi harga konsumen inti terlalu tinggi dan sumber daya tenaga kerja langka."

Komentar hawkish kontras dengan perubahan dovish oleh bank sentral Australia, Reserve Bank of Australia (RBA) yang turun ke kenaikan seperempat poin pada pertemuan kebijakan pada Selasa (4/10/2022).

Investor bereaksi dengan mendorong dolar kiwi naik 0,9 persen menjadi 0,5782 dolar AS, sementara suku bunga swap dua tahun naik 6 basis poin menjadi 4,51 persen. Kiwi telah jatuh 25 basis poin pada Selasa (4/10/2022) dalam penurunan harian terbesar sejak 2001.

Pasar memperkirakan peluang yang lebih baik dari 60 persen bahwa RBNZ akan menaikkan suku bunga 50 basis poin lagi di pertemuan berikutnya pada November, dan memperkirakan suku bunga memuncak pada 4,5 persen pada Mei.

"Pernyataan itu punchy dan hawkish, dan menyoroti perlunya menghancurkan inflasi kembali ke target," kata Jarrod Kerr, kepala ekonom di Kiwibank.

"Lebih banyak kenaikan suku bunga diperlukan untuk memenuhi mandat," tambahnya. "Kami terus memperkirakan puncak dalam siklus ini 4,0 persen. Meskipun risikonya jelas condong ke arah pengetatan kebijakan yang lebih besar lagi menjadi 4,5 persen."

Penerjemah: Apep Suhendar
Editor: Kelik Dewanto
Copyright © ANTARA 2022