Jakarta (ANTARA) - Dokter ahli bedah onkologi dr. Walta Gautama, Sp.B(K)Onk menekankan pentingnya Periksa Payudara Sendiri (Sadari) saat kadar hormon estrogen tubuh serendah mungkin, yakni pada hari ketujuh hingga kesepuluh dihitung sejak hari pertama menstruasi.

"Payudara wanita itu sangat dipengaruhi oleh hormon estrogen. Jadi saat dia menstruasi, itu adalah hari tertinggi puncak hormon estrogennya. Makanya pada waktu menstruasi, wanita merasa kencang payudaranya," kata Walta dalam sebuah acara kesehatan di Jakarta, Kamis.

"Setelah itu hormon akan turun sampai hari ketujuh setelah dia menstruasi sampai hari kesepuluh. Jadi paling ideal adalah pada saat kadar hormon serendah mungkin, di mana payudara dalam kondisi yang tidak terlalu terpengaruh oleh hormon estrogen," sambungnya.

Dokter yang merupakan Ketua Perhimpunan Ahli Bedah Onkologi Indonesia (PERABOI) itu melanjutkan, hal tersebut juga berlaku pada wanita yang mengalami menstruasi tidak teratur dan wanita yang siklus menstruasi  sudah berakhir atau menopause.

Baca juga: YKPI sebut penanggulangan kanker payudara harus diperkuat

Baca juga: Kemenkes: 60-70 persen kanker payudara didiagnosis pada stadium lanjut


"Sama, (Sadari) dilakukan di saat yang sama setiap bulan," katanya.

Walta melanjutkan Sadari penting dilakukan sebagai upaya deteksi dini terhadap kanker payudara. Menurutnya, jika kanker payudara terdeteksi sedini mungkin maka hal tersebut akan meningkatkan angka kesembuhan pasien.

Sayangnya, dia mengatakan masih banyak wanita mengabaikan hal tersebut karena takut didiagnosis dan takut menjalani terapi seperti kemoterapi atau pengangkatan payudara. Padahal, kata dia, jika kanker ditemukan dalam stadium sedini mungkin maka terapi yang dilakukan akan semakin mudah dan tidak membutuhkan kemoterapi atau pengangkatan.

Selain itu, kata dia, seseorang juga kerap merasa dirinya baik-baik saja. Padahal, kata dia, kanker memang tidak akan memberikan masalah apapun selama belum memasuki fase metastasis (menyebarnya sel kanker ke organ atau jaringan tubuh lain).

Menurut dia, salah satu yang menjadi penyebab seseorang abai atau tak menyadari adanya penyakit tersebut sejak dini adalah banyaknya gambar-gambar yang memuat informasi salah terkait gejala kanker payudara.

"Gejala awal (kanker payudara) ini benjolan. Tidak ada yang lain. Kayaknya kita punya masalah dengan gambar-gambar soal kanker payudara. Informasi yang justru diberikan itu gambarnya yang sudah stadium 3 sampai 4. Karena digambarkan seperti itu, pasien akhirnya menunggu kondisi payudaranya seperti itu (baru periksa)," ujar Walta.

"Padahal kalau benjolannya sudah dua sentimeter ke atas atau di bawah lima sentimeter, di ketiak, sudah menjadi stadium IIB. Kalau sudah ada kelenjar sudah stadium IIIC. Jadi inilah kenapa harus fokus cari ada benjolan, keluar cairan dari puting, dan merasa tidak nyaman seperti biasanya, lalu datang untuk Sadanis (Periksa Payudara Klinis)," ujar dia.*

Baca juga: Donasi untuk pencegahan kanker payudara lewat segelas kopi

Baca juga: Pemeriksaan payudara untuk deteksi kanker bisa dilakukan sejak remaja

Pewarta: Suci Nurhaliza
Editor: Erafzon Saptiyulda AS
Copyright © ANTARA 2022