Natuna (ANTARA) - Polisi Sektor Serasan Kabupaten Natuna Kepulauan Riau mengatakan akan menindak tegas bagi para pelaku penjual telur penyu di wilayah tersebut.

"Polri akan mengawasi dan menindak sesuai dengan undang undang yang berlaku bagi oknum yang menghambat ekosistem keberlangsungan hidup penyu serta kegiatan memperjualbelikan telur penyu," kata Kapolsek Serasan IPTU A. Malik Mardiansya melalui keterangan pers yang diterima di Natuna, Minggu.

Berada di perbatasan Indonesia dan Malaysia Pulau Serasan pelaku diketahui kerap melakukan perdagangan telur penyu secara terang-terangan.

Menurutnya selain melanggar hukum kegiatan tersebut merupakan tindakan yang akan menghambat keberlangsungan kelestarian ekosistem laut.

"Penyu adalah bagian dari ekosistem laut dan hewan yang di lindungi karena terancam punah, perburuan induk penyu dan memperjualbelikan telur penyu sangat dilarang," kata Malik.

Karena hal tersebut, Ia bersama pemerintah setempat pada Jumat (7/10) telah melakukan sosialisasi melalui kegiatan pelepasan 430 tukik penyu di Pantai Sisi Kecamatan Serasan, Natuna.

"Penyu di lepaskan berasal dari penangkaran yang sudah ada dari program pemerintah setempat untuk menjaga kelestarian penyu dari kepunahan ataupun pemburuan liar," kata Kapolsek.

Sementara, Komunitas Jelajah Bahari Natuna mengungkapkan penjualan telur penyu masih kerap dijumpai di daerah tersebut yang dilakukan oleh warga setempat.

"Tidak hanya Natuna, masyarakat kepulauan Anambas juga masih kita jumpai melakukan penjualan telur penyu," kata Daeng Cambang pemerhati lingkungan Komunitas Jelajah Bahari Natuna (JBN).

Menurutnya pelarangan menjual telur penyu dan bagian lainnya dari penyu tertuang dalam undang undang nomor 15 tahun 1990 dan disebutkan bahwa pelaku perdagangan satwa termasuk telur penyu bisa diancam dengan hukuman penjara 5 tahun serta denda Rp100 juta.

"Saya pernah jumpai telur penyu dijual bebas kepada penumpang kapal di pelabuhan salah satu kecamatan di Natuna dan itu di depan mata saya, sangat miris, tapi itu terjadi setahun lalu," tambahnya.

Karena itu, Ia mengatakan penting dilakukan kegiatan pelepasan tukik secara rutin di Natuna bagian dari upaya menjaga kelestarian penyu dan menjaga ekosistem perairan.

Selain itu, Ia juga mengatakan kegiatan pemanfaatan sumberdaya alam secara ilegal termasuk telur penyu dan kegiatan lainya sudah menjadi hal yang lumrah bagi sebagian masyarakat.

"Karena itu butuh edukasi agar tumbuh kesadaran bersama, memang tidak mudah tetapi itu bisa," kata Cambang.

Hal senada juga diungkapkan oleh Direktur Reserse Kriminal Bareskrim Polri, Brigadir General Pipit Rismanto melalui daring dalam keterangannya saat menjadi pembicara pada kegiatan Workshop Combatting Nature Crimes In Indonesia untuk jurnalis yang dilaksanakan oleh US. Agency for Global Media, Department of State United States of America serta The Society of Indonesia Environmental Jounalists (SIEJ) yang diikuti oleh puluhan wartawan dari berbagai daerah, Selasa (27/9).

"Faktor budaya dan kurangnya edukasi menyebabkan persepsi atau adanya perbedaan pandangan di masyarakat, ada yang beranggapan bahwa kegiatan pengelolaan sumberdaya alam ilegal sudah turun temurun dan merupakan hal yang lumrah," kata dia.

Ia juga tidak menafikan kebiasaan dan anggapan masyarakat atas hal tersebut menjadi lumrah karena adanya keterlibatan para oknum penegak hukum itu sendiri.

"Namun upaya penindakan tetap dilakukan. Jika pelakunya sipil, oknum dari kementerian atau kepolisian itu akan ditindak dengan peradilan umum, jika menyangkut oknum TNI kita akan berkoordinasi kepada pihak terkait dan akan ditindak secara peradilan militer," katanya.

Ia berpendapat bahwa kegiatan pemanfaatan sumber daya alam secara ilegal karena budaya itu dilihat dari faktor kebiasaan turun temurun tergantung lingkungan tempat tinggal masyarakat itu sendiri.

Selain itu, kegiatan pertambangan emas dan ilegal logging misalnya, penyalahgunaan perizinan juga kerap terjadi di tengah masyarakat.

"Jika mereka tinggal di hutan makan mereka akan memanfaatkan hutan, kita tidak juga menyoroti masyarakat, kita menyoroti secara umum dalam kita membuat kesimpulan, itu suatu temuan yang kita kumpulkan, jika ada perbedaan dalam kita melihat itu sah sah saja, misalnya pertambangan emas atau batu bara kejahatannya berbeda beda, modus-nya berbeda beda, illegal logging misalnya mungkin dulu mencuri kayu itu terang terangan, kalau sekarang dengan perkembangan teknologi informasi perizinan bisa dipakai dengan melapisi sepertinya kegiatan itu benar," kata dia.

Ia juga menyebutkan bahwa faktor budaya menjadi masalah karena tidak ada yang merubah itu dan perlu adanya edukasi serta pemahaman di masyarakat terkait hal tersebut, karenanya butuh kerjasama semua pihak.

Pewarta: Cherman
Editor: Agus Setiawan
Copyright © ANTARA 2022