Soal gas air mata kedaluwarsa perlu pendalaman.
Jakarta (ANTARA) - Komisi Nasional Hak Asasi Manusia (Komnas HAM) RI mendalami dugaan gas air mata yang ditembakkan oleh aparat kepolisian di Stadion Kanjuruhan Malang, Jawa Timur, sudah kedaluwarsa.

"Soal kedaluwarsa itu informasinya memang kami dapatkan. Akan tetapi, memang perlu pendalaman," kata anggota Komnas HAM Mohammad Choirul Anam di Jakarta, Senin.

Menurut Anam, yang penting dalam kejadian itu ialah terkait dengan dinamika di lapangan, terutama soal penembakan gas air mata. Masalahnya hal itu pemicu utama timbulnya kepanikan sehingga banyak suporter atau Aremania yang turun berebut untuk masuk ke pintu keluar.

Mereka berdesak-desakan dengan kondisi mata yang sakit, dada sesak, susah bernapas, dan lain sebagainya menuju pintu yang terbuka namun kecil. Akibatnya, para suporter berhimpitan sehingga menyebabkan kematian.

"Jadi, eskalasi yang harusnya sudah terkendali kalau lihat dengan cermat, terkendali sebenarnya, itu terkendali. Akan tetapi, makin memanas ketika ada gas air mata," ujarnya.

Selain itu, lanjut dia, Komnas HAM juga menyoroti soal manajemen terkait dengan kuota di Stadion Kanjuruhan. Hal tersebut juga menambah konteks dalam melihat peristiwa nahas itu.

Sementara itu, Kepala Divisi Humas Polri Irjen Pol. Dedi Prasetyo membenarkan ada gas air mata yang sudah kedaluwarsa pada saat tragedi Kanjuruhan. Namun, efek yang ditimbulkan dari cairan kimia itu berkurang dibanding yang masih berlaku.

Meski belum diketahui berapa jumlah gas air mata kedaluwarsa yang digunakan, Dedi memastikan sebagian besar gas air mata atau CS (chlorobenzalmalononitrile) yang digunakan saat tragedi terjadi adalah gas air mata yang masih berlaku dengan jenis CS warna merah dan biru.

Baca juga: Polri benarkan ada gas air mata kedaluwarsa saat tragedi Kanjuruhan
Baca juga: Tim Pencari Fakta Masyarakat Sipil paparkan temuan tragedi Kanjuruhan

Pewarta: Muhammad Zulfikar
Editor: D.Dj. Kliwantoro
Copyright © ANTARA 2022