Jakarta (ANTARA) - Kementerian Kesehatan (Kemenkes) menekankan bahwa resistensi antimikroba (AMR) mengancam aspek kesehatan dunia karena mampu menurunkan kualitas pelayanan kesehatan yang sudah dibangun sampai hari ini.

“Ancaman kesehatan yang disebut sebagai silent pandemic atau resistensi antimikroba adalah kemampuan mikro organisme, untuk bertahan hidup terhadap antimikroba sehingga efektifitas pengobatan berkurang, penyakit infeksi menjadi sulit untuk disembuhkan,” kata Perwakilan Direktur Pengelolaan dan Pelayanan Kefarmasian Kemenkes Hidayati Masud dalam Media Gathering Bersama WHO dan FAO di Jakarta, Rabu.

Hidayati mengatakan mutu pelayanan kesehatan dapat turun dan menyebabkan angka kesakitan hingga biaya pengobatan yang dikeluarkan oleh pasien akan semakin mahal.

AMR mampu meningkatkan potensi munculnya infeksi penyakit akibat resistensi. Operasi pun dikhawatirkan dapat tidak lagi dilakukan dan kematian yang terjadi akibat tetanus atau proses persalinan dapat meningkat.

Baca juga: Kemenko PMK minta produsen beri label antimikroba minimalisir AMR

Hal itu yang membuat resistensi antimikroba menjadi salah satu dari 10 ancaman kesehatan global yang patut diwaspadai bahkan sejak kini. Meski pada mulanya pemberian antimikroba menjadi pengobatan utama dalam tata laksana penyakit infeksi, tetapi saat ini penemuan mikroorganisme semakin menurun.

“Ini dikhawatirkan akan tiba kondisi seperti zaman sebelum ditemukan antibiotik di mana penyakit infeksi banyak bermunculan,” katanya.

Dia menekankan bahwa AMR dapat menghambat pencapaian pembangunan berkelanjutan (SGDs), termasuk membebani keuangan negara dalam pembiayaan Jaminan Kesehatan Nasional (JKN).

“Jumlah kematian akibat AMR yang terus bertambah harus menjadi perhatian kita bersama. Kejadian resisten antimikroba erat kaitannya dengan penggunaan antimikroba secara luas dan tidak tepat di komunitas,” katanya.

Dia juga khawatir bila kurangnya pengetahuan dan informasi tentang penggunaan antimikroba terutama antibiotik, dapat membuat AMR menyebar ke seluruh penjuru dunia.

Baca juga: Kemenkes: Resistensi antimikroba jadi pandemi senyap ancam dunia

Hidayati mengatakan pengendalian AMR membutuhkan upaya holistik dan multisektoral dengan pendekatan one health antara kesehatan manusia, hewan, ketahanan dan keamanan pangan, kehutanan, lingkungan dan pendidikan.

Salah satu tindak lanjut pemerintah dalam meningkatkan penanganan AMR adalah menyusun rencana aksi nasional pengendalian resistensi antimikroba tahun 2020-2024, yang dituangkan dalam Permenko Nomor 7 Tahun 2021.

Rencana itu merupakan gambaran dari kapasitas dan bentuk respon dalam menjawab destruksi dan tantangan AMR, di mana pada strategi kesehatan nasional ketiga yaitu peningkatan pengendalian penyakit di dalamnya, telah mencakup pengendalian AMR.

Ia juga mengatakan arah kebijakan pemerintah saat ini diprioritaskan untuk mendorong enam pilar transformasi kesehatan, yang mencakup penguatan, perwujudan, pelayanan kesehatan primer dan sekunder.

Termasuk di dalamnya sistem ketahanan kesehatan, penyediaan sumber daya manusia kesehatan yang berkualitas dan merata, perluasan cakupan sistem pembiayaan serta digitalisasi pada sistem pelayanan kesehatan.

Baca juga: G20 hadapi tantangan atasi ancaman AMR

"Berbagai strategi telah dilakukan oleh Kemenkes dalam rangka mendukung pelaksanaan tersebut pada tahun 2020-2024. Arah pembangunan kesehatan di antaranya penyusunan kebijakan dan regulasi, advokasi pelatihan edukasi dan pemberdayaan masyarakat, serta pemantauan evaluasi program dan pengendalian AMR,” ujarnya.

Pewarta: Hreeloita Dharma Shanti
Editor: Bambang Sutopo Hadi
Copyright © ANTARA 2022