Minyak mentah berjangka Brent terangkat 31 sen atau 0,3 persen, menjadi diperdagangkan di 94,88 dolar AS per barel
Singapura (ANTARA) - Harga minyak membalikkan penurunan awal dan naik tipis di perdagangan Asia pada Jumat sore, didukung oleh pelemahan dolar dan penurunan persediaan minyak diesel AS, sementara Arab Saudi dan Washington terus berselisih mengenai rencana OPEC+ untuk memangkas produksi.

Minyak mentah berjangka Brent terangkat 31 sen atau 0,3 persen, menjadi diperdagangkan di 94,88 dolar AS per barel pada pukul 06.22 GMT. Sementara itu, minyak mentah berjangka West Texas Intermediate (WTI) AS naik 36 sen atau 0,4 persen, menjadi diperdagangkan di 89,47 dolar AS per barel.

"Melemahnya dolar AS dan rebound kuat dalam aset-aset berisiko mengangkat harga minyak. Momentum rebound mungkin berlanjut ke sesi Asia hari ini," kata Tina Teng, seorang analis di CMC Markets, karena dolar yang lebih lemah biasanya membuat komoditas berdenominasi dolar seperti minyak lebih murah bagi pemegang mata uang lainnya.

"Pemotongan produksi OPEC+ akan terus mendukung harga minyak mentah, bersama dengan kemungkinan pemulihan permintaan China pada kuartal keempat jika Beijing melonggarkan pembatasan COVID," tambah Teng.

China, importir minyak mentah terbesar di dunia, telah memerangi wabah COVID setelah libur Hari Nasional selama seminggu awal bulan ini dan tepat menjelang Kongres Partai Komunis utama di mana Presiden Xi Jinping diperkirakan akan memperpanjang kepemimpinannya.

Jumlah infeksi di negara itu kecil menurut standar global, tetapi mematuhi kebijakan nol-COVID sangat membebani kegiatan ekonomi.

Baik kontrak Brent maupun WTI turun untuk minggu ini sekitar 3,0 persen setelah dua minggu sebelumnya naik di tengah kekhawatiran resesi.

"Harga minyak mentah mengalami minggu yang sulit ... Prospek permintaan hancur karena kekhawatiran resesi global meningkat di tengah kekhawatiran inflasi akan memaksa The Fed memperketat kebijakan dan karena China terus berurusan dengan penguncian COVID," kata analis OANDA, Edward Moya, dikutip dari Reuters.

"Minggu lalu adalah tentang pengurangan produksi OPEC+ dan minggu ini tentang prospek global yang memburuk yang akan menjaga pasar ini tetap sangat ketat."

Organisasi Negara-negara Pengekspor Minyak dan sekutunya, yang dikenal sebagai OPEC+, pekan lalu mengumumkan pengurangan target produksi minyak sebesar 2 juta barel per hari.

Arab Saudi, pemimpin de factor OPEC+, dan Amerika Serikat telah berselisih mengenai keputusan tersebut. Arab Saudi menolak kritik oleh Washington sebagai "tidak berdasarkan fakta" dan bahwa permintaan AS untuk menunda pemotongan selama sebulan akan memiliki konsekuensi ekonomi yang negatif.

Gedung Putih mengatakan pihaknya memberi Saudi analisis yang menunjukkan pengurangan itu dapat merugikan ekonomi global dan menuduh Saudi menekan anggota OPEC lainnya dalam pemungutan suara. Pejabat dari kedua negara itu diperkirakan akan segera melanjutkan diskusi.

Harga minyak juga didukung oleh penurunan tajam dalam stok sulingan AS yang datang karena permintaan minyak pemanas diperkirakan akan meningkat saat musim dingin mendekat.

Stok sulingan, yang meliputi solar dan minyak pemanas, turun 4,9 juta barel menjadi 106,1 juta barel, terendah sejak Mei, dibandingkan ekspektasi untuk penurunan 2 juta barel, menurut Badan Informasi Energi AS pada Kamis (13/10/2022).

Hal ini terjadi di tengah lonjakan yang lebih besar dari perkiraan dalam penyimpanan minyak mentah AS, bersama dengan kenaikan stok bensin. Persediaan minyak mentah naik 9,9 juta barel dalam seminggu hingga 7 Oktober menjadi 439,1 juta barel, tambah EIA, jauh lebih besar dari ekspektasi analis dalam jajak pendapat Reuters untuk kenaikan 1,8 juta barel.

Baca juga: Minyak turun di Asia karena stok minyak mentah dan bensin AS melonjak
Baca juga: Arab Saudi-Amerika Serikat bentrok karena pemotongan minyak OPEC+
Baca juga: Minyak menetap lebih tinggi, hentikan penurunan beruntun tiga hari

Penerjemah: Apep Suhendar
Editor: Kelik Dewanto
Copyright © ANTARA 2022