Jakarta (ANTARA) -
Layaknya sebuah peradaban, ekonomi digital memiliki dunia sendiri yang dampaknya akan terasa bagi dunia nyata. Hanya tentang cara, bagaimana dunia digital ini dimanfaatkan untuk memberikan kemudahan memutar roda ekonomi bagi masyarakat luas.

 
 
Negara maju, sudah jelas memainkan peranan ini dengan baik. Bahkan, beberapa diantaranya menjadi produsen layanan digital tersebut, dan negara berkembang tentu saja masih menjadi pengguna atas layanan berteknologi canggih.

 
 
Meskipun ada jarak antara produsen layanan berteknologi canggih dengan pengguna, setiap tingkatan akan memberikan dampak ekonomi masing-masing, yang mana transaksi digital yang akan menjadi dominan atas pergolakan dunia digital ini.

 
 
Jika tingkatan antara "pemain besar", "pemain kecil" dan "pengguna" bisa diperpendek atau dijembatani dengan baik, maka efisiensi produksi serta maksimal margin bisa lebih ditingkatkan.

 
 
Pada gelaran G20, momentum tersebut terwujud. Digital Economy Working Group (DEWG) G20 adalah salah satu jembatan penghubung antarrantai penggerak perekonomian.

 
 
Kesepakatan-kesepakatan besar digital ekonomi, bisa saja muncul dari diskusi tersebut. Menteri Komunikasi dan Informatika Johnny G. Plate dalam perbincangan Podcast kepada Antara, mengatakan bahwa prediksi perkembangan Indonesia dalam pemanfaatan ekonomi digital setidaknya bisa meningkatkan delapan kali pertumbuhan ekonomi, sebuah loncatan besar.

 
 
Oleh karena itu, kesempatan DEWG akan menjadi hasil yang dapat dimanfaatkan. Target isu yang akan diangkat adalah arsitektur, transformasi digital dan sustainable energi atau energi keberlanjutan.

 
 
Khusus transformasi digital, Menkominfo memberi catatan utama, pertama konektiktivitas digital dan penanganan pascapandemi COVID-19 adalah isu yang utama diangkat untuk memulihkan kembali roda ekonomi yang pernah patah.

 
 
"Ini salah satu agenda utama kita," kata Johnny G Plate.

 
 
Selanjutnya adalah kemampuan serta literasi digital Indonesia, tentu saja cara dan strategi peningkatan akan dua hal iniz bisa memicu sumber daya manusia pengembang digital yang mumpuni.

 
 
Sedangkan yang ketiga adalah data lintas perbatasan antarnegara yang harus memiliki "trust issues" atau tingkat kepercayaan yang tinggi. Sebab, era big data adalah tambang emas baru bagi dunia digital yang dapat dimanfaatkan untuk produk turunan layanan. Hanya saja persoalan kerahasiaan data serta kepercayaan penggunaan masih menjadi perdebatan.

 
 
Strategi nyata untuk memberi dampak bagi ketiga hal isu utama tersebut Kominfo telah mengembangkan sepanjang 360 ribu km panjang kabel fiber optic, termasuk di dalamnya Palapa Ring, untuk membuka jendela seluruh Nusantara terhadap literasi digital.

 
 
Selanjutnya, sektor hilirisasi adalah pangkal utama dari pengembangan digital, beragam pelatihan keterampilan digital telah diupayakan untuk memberi kemampuan terhadap pemanfaatan digital.

 
 
"Hilirisasi adalah sangat tergantung dengan keterampilan penggunaan digital. Maka, pelatihan tiga tingkatan digital, ini kurikulum dirancang dalam program literasi digital, diantaranya kecakapan digital, keamanan digital, etika digital dan digital culture," kata Menkominfo menjelaskan.

 
 
Perlindungan data

 
 
Dengan adanya pemanfaatan big data, di mana soal keamanan data serta kerahasiaan data tersebut, maka perlindungan data akan menjadi isu utama dalam pemanfaatan data. Salah satunya bisa dimulai dari regulasi.

 
 
Pengesahan Undang-Undang Perlindungan Data Pribadi idealnya dapat mendukung capaian pertumbuhan ekonomi digital, salah satunya melalui mekanisme yang lebih jelas mengenai perlindungan kerahasiaan data.

 
 
“Pengesahan UU ini memberikan jaminan dan kepastian hukum dan tanggung jawab yang jelas untuk terhadap semua pemangku kepentingan dalam ekonomi digital untuk melindungi data dan kerahasiaannya, walaupun masih ada beberapa poin dalam UU yang perlu dievaluasi,” kata  Head of Economic Opportunities Research dari Center for Indonesian Policy Studies (CIPS), Trissia Wijaya.

 
 
Trissia menjelaskan, pertumbuhan ekonomi digital Indonesia berpotensi terus meningkat karena terakselerasi pandemi COVID-19, salah satunya karena perubahan kebiasaan masyarakat dalam bertransaksi dan berbelanja. Namun, pertumbuhan tersebut harus dibarengi dengan perlindungan terhadap kerahasiaan data pribadi.

 
 
Berkat percepatan adopsi layanan internet dan ukuran pasar yang besar, Indonesia telah menjadi negara dengan pertumbuhan ekonomi digital tercepat di ASEAN.

 
 
Data Statista 2022 menyebut pertumbuhan e-commerce di Indonesia mencapai 43,4 miliar dolar AS pada 2021 dan diperkirakan akan mencapai 62,59 miliar dolar AS di tahun berikutnya.

 
 
Kerahasiaan data melibatkan adanya persetujuan (consent) yang diberikan dari subjek atau pemilik data kepada pengendali data, dan pemberitahuan khusus serta kewajiban lain dalam proses pengelolaan data. Kerahasiaan data merupakan perlindungan terhadap privasi konsumen.

 
 
Kerahasiaan data pribadi adalah hak subyek data individu. Hal ini mengacu pada tujuan pengumpulan data dan pemrosesan, preferensi kerahasiaan, dan cara lembaga mengelola data pribadi. Mengingat hak ini dimiliki oleh semua orang tanpa terkecuali, kerahasiaan data pribadi memberikan kuasa bagi para individu untuk menentukan penggunaan data pribadi mereka.

 
 
Pemilik data memiliki hak untuk mengizinkan pengelola data memproses dan menggunakan data mereka. Sementara itu jumlah datanya harus dibatasi sesuai dengan apa yang dibutuhkan untuk tujuan yang telah disetujui oleh pemilik data.

 
 
“Agar menarik bagi investor, ekonomi digital Indonesia idealnya sudah menerapkan prinsip-prinsip perlindungan data pribadi yang memadai dan mengakomodir semua kepentingan. Perlu diperhatikan pula kalau prinsip-prinsip yang diterapkan dalam regulasi terkait perlindungan data pribadi harus memperhatikan berbagai dinamika yang terjadi dalam ekonomi digital saat ini, setidaknya yang terjadi di Indonesia,” ucap Trissia menambahkan.

 
 
Pembahasan mengenai RUU Ketahanan dan Keamanan Siber perlu dilanjutkan untuk, bersama dengan UU PDP, dapat menciptakan rasa aman dan memberikan kepastian terkait konteks investasi di Indonesia.

 
 
Hal ini juga menjadi landasan penting dalam cross border data flow yang melibatkan negara lain. Aturan pidana dalam RUU PDP membuat pelaku pelanggaran kerahasiaan data dapat dituntut karena tindak kriminal.

 
 
Pemberlakuan sanksi UU PDP dilakukan setelah diputuskan bahwa seseorang atau sebuah lembaga telah melanggar kerahasiaan data pribadi. Akan tetapi, perlu dilakukan penyesuaian dalam UU PDP untuk menjelaskan tingkat pengawasan di tengah kompleksitas ekosistem digital dan beratnya sanksi yang tergantung pada volume data yang dilanggar dan kerugian yang disebabkan oleh pihak yang tidak patuh.

 
 
Jika regulasi serta infrastruktur sudah ideal, maka bukan tidak mungkin Indonesia menjadi pemain besarnya, bukan lagi hanya jembatan penghubung.

Editor: Slamet Hadi Purnomo
Copyright © ANTARA 2022