Denpasar (ANTARA) - Film Balada Si Roy yang diputar dalam ajang Balimakarya Film Festival menyimpan pesan agar anak-anak muda Bali senantiasa menjaga kelestarian lingkungan, apalagi di tengah posisi Bali sebagai daerah tujuan wisata internasional.

"Bali sebagai tujuan wisata internasional mesti tetap terjaga lingkungannya. Wawasan anak-anak muda Bali harus terbuka, sehingga industri pariwisatanya bisa menyesuaikan zaman dan selalu relevan," kata Fajar Nugros, sutradara Film Balada Si Roy di Denpasar, Rabu.

Balimakarya Film Festival 2022 digelar di Pulau Dewata dari 16-21 Oktober merupakan ajang festival yang melibatkan para penggiat film se-Asia Tenggara.

Fajar pun turut menyaksikan film Balada Si Roy, saat karya filmnya yang ke 20 ini diputar di Park 23 dalam ajang Balimakarya Film Festival, Selasa (18/10) malam.

Menurut Fajar, anak-anak muda Bali jangan sampai meninggalkan kearifan lokal dan karakter Bali. Anak-anak yang mencintai daerahnya, mereka akan membuat daerahnya menjadi lebih baik.

Baca juga: Jourdy Pranata ungkap tantangan syuting "Balada Si Roy" saat pandemi

Baca juga: Abidzar Al-Ghifari tak pakai "stuntman" di "Balada Si Roy"


"Kalau ada upaya-upaya yang tidak pas, mereka akan kritik. Anak muda mesti menjaga lingkungan agar lebih baik, karena anak muda itu tidak mempunyai kepentingan sendiri. Inginnya asyik, maju daerahnya," ucapnya.

Fajar secara khusus meluangkan waktu untuk datang ke Bali menyaksikan langsung respon anak-anak muda Bali terhadap karya yang syutingnya dilakukan di daerah Pantai Kalianda, Sumatera Selatan itu.

"Saya apresiasi Balimakarya, karena Balada Si Roy bisa masuk dan diputar," ujarnya.

Balada Si Roy ini mengisahkan anak muda yang harus berani berjuang untuk lingkungannya menjadi lebih baik.

"Ketika Balada Si Roy tayang di Bali, saya meluangkan waktu untuk melihat reaksi teman-teman di Bali. Anak muda di Bali ternyata merespon sangat baik. Selesai menonton mereka menjadi lebih semangat, sehingga ada harapan saya bisa tercapai," ucap pria asal Yogyakarta ini.

Fajar menyampaikan, Balada Si Roy ini kisah yang sentimental. Novelnya sangat lama tahun 87-an, dan akhirnya bisa ditayangkan untuk publik yang ke dua, setelah sebelumnya tayang di festival Jakarta Film Week Jakarta.

"Itu juga menjadi tantangan terbesar, novel populer zaman dulu, tetapi bisa dilakukan anak-anak di zaman sekarang. Setelah berhasil menemukan kuncinya, yaitu anak muda dulu dan zaman sekarang memiliki sifat sama yang selalu ingin memberontak," ucapnya.

Mereka itu ingin berbuat sesuatu untuk lingkungan. Cerminannya itu tetap sama, bahwa Roy zaman dulu dan relevan dengan era sekarang.

Tantangan yang lain, adalah mencari alat-alatnya yang sesuai dengan di tahun 87-an, seperti mencari makeup, alat-alat, gestur dan gaya bicara agar sama seperti di tahun 80-an.

"Melalui film ini, saya berharap anak muda harus peduli dengan lingkungannya, tak boleh cuek, dan anak muda mesti berjuang untuk lingkungannya," kata Fajar.

Sementara Abidzar Al Ghifari sebagai pemeran Roy mengaku melalui film Balada Si Roy ini pertama kali ia menjadi pemeran utama. Sebelumnya, tak pernah menjadi pemain utama, selalu menjadi pemeran pendukung saja.

"Ini tantangan terbesar saya yang selama ini saya alami, karena semua prosesnya baru kenal, ada metode-metode yang harus dipelajari. Menguasai cerita, bukan perkara sekadar menghapal, tetapi mengerti apa yang diinginkan sutradara, selain penjiwaan," ujarnya.

Balada Si Roy, diadaptasi novel dengan judul yang sama karya Heri Hendrayana Harris atau yang lebih dikenal dengan nama Gol A Gong.

Dalam film ini, Roy digambarkan sebagai anak muda yang ramah yang memiliki hobi naik gunung serta memelihara anjing bernama Joe.


Baca juga: Serba-serbi Jakarta Film Week, Jourdy Pranata hingga "Balada si Roy"

Baca juga: "Balada si Roy" jadi film pembuka Jakarta Film Week 2022
Fajar Nugros, sutradara film Balada Si Roy (kanan) yang karyanya diputar dalam ajang Balimakarya Film Festival. ANTARA/Ni Luh Rhismawati

Pewarta: Ni Luh Rhismawati
Editor: Zita Meirina
Copyright © ANTARA 2022