Membangun keluarga merupakan isu lintas sektor. Tidak hanya menjadi tanggung jawab satu kementerian atau lembaga saja
Jakarta (ANTARA) - Badan Kependudukan dan Keluarga Berencana Nasional (BKKBN) menyatakan bahwa hasil IBangga pada tahun 2021 menunjukkan keluarga Indonesia berada pada kategori  berkembang namun belum mencapai kategori tangguh. 

“Dibutuhkan kontribusi kementerian/lembaga untuk meningkatkan beberapa variabel yang masih rendah,” kata Deputi Bidang Keluarga Sejahtera dan Pemberdayaan Keluarga BKKBN Nopian Andusti dalam Sosialisasi Indeks Pembangunan Keluarga yang diikuti secara daring di Jakarta, Rabu.

Menurut dia, bukan saja dari kementerian/lembaga terkait, tetapi juga pemerintah daerah, desa, harus berkontribusi langsung dalam upaya untuk meningkatkan indeks IBangga.

Nopian menyebut masuknya keluarga Indonesia ke dalam kategori berkembang karena tiga dimensi dalam capaian IBangga masih harus ditingkatkan.

Capaian ketiga dimensi itu yakni dimensi kebahagiaan 53,96 persen, dimensi ketentraman 55,99 persen, dan dimensi kemandirian 52,09 persen. Dari ketiga dimensi itu juga terlihat bahwa kemandirian keluarga Indonesia masih rendah.

Nopian menyebutkan variabel terendah dalam dimensi kemandirian ada pada variabel sumber tidak memiliki penghasilan tetap per bulan yakni sebesar 5,12 persen, serta variabel terdapat anggota keluarga yang sakit atau disabilitas sebanyak 9,76 persen.

Baca juga: Nestle dan BKKBN optimalkan dapur sehat untuk atasi stunting

Baca juga: BKKBN gerakkan santri percepat turunkan stunting pada anak


Kemudian variabel terendah dalam dimensi ketentraman keluarga terletak pada variabel keluarga yang tidak memiliki akta nikah sebesar 6,59 persen, variabel memiliki anak usia 0-17 tahun namun tidak memiliki akta lahir dan variabel keluarga yang mengalami konflik cerai hidup sebanyak 4,79 persen.

Adapun variabel terendah di dimensi kebahagiaan adalah keluarga yang tidak memiliki waktu untuk berinteraksi setiap hari 5,81 persen, variabel keluarga tidak melakukan pengasuhan secara bersama-sama 6,59 persen dan keluarga yang tidak ikut kegiatan sosial atau gotong royong yakni 17,87 persen.

Sedangkan Indeks Pembangunan Manusia (IPM) Indonesia dalam IBangga, menunjukkan bahwa IPM pada tahun 2020 sudah sebesar 53,57 (kategori berkembang).

Nopian berharap IPM akan terus meningkat menjadi 61,00 (kategori berkembang) pada tahun 2024 sesuai dengan yang ditargetkan oleh pemerintah dalam RPJMN 2020-2024.

“Membangun keluarga merupakan isu lintas sektor. Tidak hanya menjadi tanggung jawab satu kementerian atau lembaga saja, tapi tanggung jawab bersama lintas kementerian, lembaga serta pemerintah daerah sampai pemerintah desa,” ujarnya.

Baca juga: BKKBN: 3,17 juta keluarga terdata alami konflik cerai hidup

Nopian menekankan pembangunan keluarga sebagai unit terkecil di dalam masyarakat adalah tanggung jawab bersama. Oleh karenanya koordinasi dan sinergi, utamanya kementerian/lembaga yang bersinggungan langsung dengan BKKBN diharapkan dapat mempererat kerja sama sehingga semua keluarga di Indonesia dapat menjadi tangguh dan sejahtera.

“Besar harapan kami kolaborasi antar kementerian/lembaga dapat terus ditingkatkan dalam upaya meningkatkan IPM dalam mendukung pembangunan bangsa dan negara,” katanya.

IBangga merupakan indeks pengukuran kualitas keluarga yang dilakukan melalui tiga dimensi yaitu dimensi ketenteraman, kemandirian dan kebahagiaan keluarga.

Hasil pengukuran iBangga adalah status capaian pelaksanaan pembangunan keluarga di suatu wilayah yang diklasifikasikan menjadi tangguh, berkembang dan rentan.

Baca juga: Kepala BKKBN nilai pemahaman stunting di masyarakat masih rendah

Baca juga: BKKBN: IBangga indikator keberhasilan kebijakan pembangunan keluarga


Pewarta: Hreeloita Dharma Shanti
Editor: Agus Salim
Copyright © ANTARA 2022