Mataram (ANTARA) - Objek wisata  Senggigi di Lombok Barat, Pulau Lombok, sangat populer karena kemolekan pantainya yang berpasir putih. Objek wisata ini berdampingan dengan wilayah  Lombok Utara yang terdapat objek wisata Gili Trawangan, Gili Meno dan Gili Air, tempat favorit bagi wisatawan asing.

Namun, pada Minggu (16/10), jalur  wisata sepanjang 10 kilometer  yang menghubungkan kawasan  Senggigi, Lombok Barat, menuju kawasan Lombok Utara,  tertimbun longsor bersama dengan empat dusun di sekitarnya yang diterjang banjir bandang.

Peristiwa ini sangat memprihatinkan. Apalagi  bencana ini terjadi di saat menjelang World Superbike (WSBK) yang menurut rencana digelar di Sirkuit Kuta Mandalika, Lombok Tengah, pada November 2022 mendatang.

Pariwisata di Nusa Tenggara Barat (NTB), khususnya di Pulau Lombok, berangsur-angsur pulih setelah hampir dua tahun lamanya didera pandemi COVID-19. Aktivitas pariwisata di "Bumi Gora" belakangan mulai menggeliat.

Pariwisata yang mulai menggeliat tersebut tentu diharapkan semakin bergairah guna menunjang perputaran ekonomi di Pulau Lombok yang selama ini juga disokong dari pertanian.  Wisata Pulau Lombok harus bangkit dengan tetap melakukan mitigasi, agar bencana alam yang terjadi, tidak terulang.   

Alam di Senggigi dan sekitarnya tetap harus dijaga kelestariannya. Pengelolaan alam harus mempertimbangkan keamanan dan keberlanjutan daya dukungnya. Daerah resapan air tidak boleh beralih fungsi, dan  lahan hijau tidak boleh digunduli, agar alam tidak menghukum setimpal dengan bencana.

"Bagaimana nantinya kita atur supaya di gunung ini tidak terlalu banyak vila dan lebih banyak lagi pepohonan, karena warga yang tinggal di bawah kasihan," kata Bupati Lombok Utara, H Djohan Sjamsu SH di sela penyerahan bantuan untuk korban banjir di Desa Malaka, Senin (17/10).

Orang nomor satu di Kabupaten Lombok Utara ini meminta warga untuk tidak menebang pohon sembarangan di perbukitan serta membuka saluran air ke laut. Warga harus menanamkan kesadaran untuk menjaga kelestarian alam di sekitar lokasinya sendiri.

Hal senada dikatakan Ketua Komisi IV Bidang Infrastruktur dan Pembangunan DPRD Nusa Tenggara Barat, Achmad Puaddi yang menduga penyebab banjir dan tanah longsor di sekitar kawasan wisata di Kecamatan Pemenang, Kabupaten Lombok Utara, diakibatkan alih fungsi lahan.

"Kemungkinan ada perubahan fungsi lahan di sana sehingga sampai terjadi longsor, karena dulu-dulu tidak pernah sampai begini," kata Achmad Puaddi menduga.

Jajaran DPRD NTB  berencana akan turun ke lapangan untuk meninjau lokasi tersebut guna memastikan kondisi lingkungan di sekitar. Karena dari informasi sementara yang dihimpun, terdapat banyak bangunan di atas perbukitan kawasan wisata tersebut. "Seperti apa tata ruangnya, kita akan tinjau perizinan bangunan yang ada di tempat itu," ujarnya.

Pemerintah daerah perlu meninjau lokasi tersebut secara komprehensif untuk mencari penyebab utama bencana longsor yang terjadi di kawasan wisata itu. Sebab,  bencana banjir dan longsor di wilayah itu diduga kuat bukan disebabkan karena tingginya curah hujan semata. Bencana banjir dan longsor diduga karena lingkungan rusak.

Namun demikian, terlepas dari apa penyebab banjir dan tanah longsor tersebut,  pemerintah provinsi dan kabupaten harus secepatnya melakukan penanganan sehingga dampak dari bencana tersebut dapat diminimalkan. Keselamatan jiwa masyarakat harus menjadi prioritas utama, meskipun tidak ada korban jiwa yang dilaporkan dalam bencana longsor tersebut.

Bencana tersebut  jika terlambat tertangani justru akan menimbulkan masalah sosial bagi masyarakat yang terdampak. "Pemerintah harus cepat hadir, jangan biarkan masyarakat terkatung-katung, karena tanggung jawab pemerintah menyelamatkan rakyat, segala kesulitan masyarakat tanggungjawab pemerintah mengatasinya," ucap Fuadi.

Mitigasi pariwisata

Sementara itu, Taufan Rahmadi, Indonesia Tourism Strategist dan anggota Tim Monev Akselerasi KEK Pariwisata Kemanparekraf RI, mengapresiasi kecepatan respons yang dilakukan Pemprov NTB dalam mengatasi longsor di Lombok Utara.

"Adalah hal yang sangat positif dan patut diapresiasi," katanya.

Mitigasi pariwisata adalah hal yang sangat penting untuk dipersiapkan oleh para pengelola destinasi wisata di dalam mengantisipasi dampak dari cuaca alam yang buruk seperti ini.

Karena itu,  dengan langkah cepat, masyarakat di destinasi wisata terlebih wisatawan yang tengah berlibur, akan merasa tertolong dan merasa diperhatikan di saat bencana terjadi.

Sementara itu, Kepala Dinas Lingkungan Hidup dan Kehutanan NTB, Julmansyah saat dikonfirmasi mengenai penyebab banjir dan tanah longsor di salah satu kawasan wisata di NTB itu, masih harus menunggu laporan secara lengkap dari tim dan Kesatuan Pemangkuan Hutan (KPH) Rinjani Barat.
 Tim Dinas dan KPH Rinjani Barat baru saja mengecek lokasi di Malaka, lokasi bencana.

Berdasarkan data Dinas Sosial NTB, jumlah warga yang terdampak akibat bencana banjir dan tanah longsor yang terjadi di kawasan wisata Pulau Lombok, pada Minggu sore (16/10), mencapai 473 kepala keluarga (KK) atau 1.419 jiwa. Sedangkan jumlah dusun yang terdampak meliputi Dusun Setanggi, Dusun Lendang Luar, Dusun Malimbu dan Dusun Badung.

Tidak hanya itu, banjir dan tanah longsor tersebut mengakibatkan jalan menuju kawasan wisata Senggigi di Kabupaten Lombok Barat dan kawasan wisata Malimbu di Lombok Utara, hingga Senin pagi (17/10) tertutup material longsor,  namun jalur tersebut sudah bisa dilalui.

Musibah bencana banjir dan tanah longsor tersebut  semoga menjadi pelajaran yang berharga untuk kembali menata diri di dalam menjalin persahabatan dengan alam. Kembalikan lagi lahan hijau atau hutan seperti sedia kala sebelum alam menghukum dengan hukuman setimpal. 

Editor: Slamet Hadi Purnomo
Copyright © ANTARA 2022