Tidak semua perkara harus dibawa ke kepolisian atau pengadilan.
Surabaya (ANTARA) - Sebanyak 750 anggota Pusat Mediasi dan Resolusi Konflik (PMRK) yang berasal dari lintas keilmuan siap membantu penyelesaian perkara lewat mediasi.

"Anggota PMRK bukan hanya berlatarbelakang hukum saja, melainkan juga dokter, apoteker, akuntan, psikolog, dan beberapa lainnya," kata Ketua PMRK Basuki Rekso Wibowo saat pelantikan pengurus PMRK 15 provinsi dan Seminar Nasional di Surabaya, Sabtu.

Menurut dia, dengan beragamnya latarbelakang keilmuan para mediator tersebut, justru lebih sesuai dengan kebutuhan di lapangan sebab sengketa yang dimediasi bukan hanya mencakup aspek hukum, melainkan jauh lebih kompleks.

Selain itu, Rekso juga mengakui rendahnya kesadaran masyarakat untuk mendapatkan solusi melalui musyawarah. Untuk itu, PMRK juga melakukan sosialisasi dengan menggandeng banyak pihak, baik dengan pengadilan, kepolisian, maupun kejaksaan.

"Ini untuk menekankan pentingnya pencegahan konflik melalui mediasi sehingga masyarakat menjadi tahu," kata dia.

Rekso mengatakan bahwa masyarakat Indonesia sebenarnya memiliki adat menyelesaikan masalah dengan musyawarah mufakat.

"Itu yang ingin kami revitalisasi," ujarnya.

Baca juga: Tokoh pemuda sarankan mediasi sebelum pemeriksaan Lukas Enembe
Baca juga: DPRD Maluku mediasi persoalan lahan HPH Perumda Panca Karya


Penyelesaian melalui rekonsiliasi, lanjut dia, juga akan mencegah konflik berkepanjangan sehingga kehidupan masyarakat bisa damai dan sejahtera.

"Jadi, tidak semua perkara harus dibawa ke kepolisian atau pengadilan," kata dia.

Sementara itu, Ketua Pengadilan Tinggi Surabaya Kresna Menon saat menjadi keynote speech pada acara Seminar Nasional bertema Prevensi & Resolusi Konflik Melalui Mediasi dan Konsiliasi mengatakan bahwa penyelesaian perkara di Surabaya yang tuntas melalui mediasi masih cukup kecil, khususnya perkara perdata.

Untuk itu, lanjut dia, peran mediator dinilai signifikan dalam membantu menyelesaikan sebuah perkara melalui mediasi, terutama sebelum masuk ke persidangan.

Selain Ketua Pengadilan Tinggi, acara ini juga menghadirkan perwakilan dari Kepolisian Daerah Jawa Timur, Kejaksaan Tinggi Jawa Timur, hingga Dinas Ketenagakerjaan Jawa Timur, dan Bawaslu RI. Masing-masing menjadi pemateri acara ini.

Mengutip data jumlah perkara yang dimediasi pada tahun 2021, jumlah perkara yang selesai lewat mediasi masih di bawah 5 persen.

"Artinya, sangat sedikit perkara yang diselesaikan melalui mediasi," kata Kresna.

Padahal, menurut dia, penanganan melalui rekonsiliasi lebih banyak mendatangkan keuntungan bagi pihak yang berkonflik, baik dari sisi proses maupun hasilnya.

Melalui mediasi, sengketa perselisihan bisa tuntas dengan mekanisme yang lebih sederhana ketimbang penyelesaian melalui proses hukum acara perdata. Selain itu, lanjut dia, lebih efisien, waktu singkat, rahasia, dan menjaga hubungan baik para pihak.

Pewarta: Abdul Hakim
Editor: D.Dj. Kliwantoro
Copyright © ANTARA 2022