Sebagian besar prospek permintaan yang memburuk telah terjadi, sehingga tekanan ke bawah lebih lanjut mungkin bertindak lambat
Singapura (ANTARA) - Harga minyak naik di perdagangan Asia pada Selasa sore, karena dolar AS melemah terhadap mata uang utama lainnya, tetapi kenaikan dibatasi oleh kekhawatiran perlambatan pertumbuhan permintaan bahan bakar global di tengah data ekonomi bearish dari pengimpor minyak utama seperti China.

Patokan internasional harga minyak mentah berjangka Brent untuk pengiriman Desember menguat 3 sen menjadi diperdagangkan di 93,29 dolar AS per barel pada pukul 06.52 GMT, setelah jatuh 0,3 persen di sesi sebelumnya.

Harga minyak mentah berjangka West Texas Intermediate (WTI) AS untuk pengiriman Desember terangkat 11 sen menjadi diperdagangkan pada 84,69 dolar AS per barel, setelah merosot 0,6 persen di sesi sebelumnya.

Greenback melemah pada Selasa di tengah tanda-tanda kenaikan suku bunga Federal Reserve (Fed) AS mengerem ekonomi terbesar dunia itu, sementara sentimen risiko membaik karena Rishi Sunak bersiap untuk menjadi perdana menteri Inggris.

Dolar AS yang lebih lemah membuat minyak dalam denominasi dolar lebih murah bagi pemegang mata uang lainnya dan membantu mendorong harga lebih tinggi. Namun, tanda-tanda ketidakpastian aktivitas ekonomi di Amerika Serikat dan China, dua konsumen minyak terbesar dunia, membatasi kenaikan.

"Harga intraday berayun ke samping, Brent dan WTI berjangka terjebak dalam kisaran yang relatif sempit sejak Kamis (20/10/2022)," kata Pendiri Penyedia Analisis Pasar Minyak Vanda Insights, Vandana Hari.

Fundamental penawaran dan permintaan sebagian besar tetap stabil, meninggalkan sentimen ekonomi di panggung utama untuk pasar minyak, tambah Hari.

Baca juga: Harga Minyak jatuh di atas 1 persen, permintaan China mengecewakan

"Sebagian besar prospek permintaan yang memburuk telah terjadi, sehingga tekanan ke bawah lebih lanjut mungkin bertindak lambat," katanya.

Aktivitas bisnis AS mengalami kontraksi untuk bulan keempat pada Oktober, dengan perusahaan-perusahaan manufaktur dan jasa-jasa mengatakan dalam survei bulanan S&P Global terhadap manajer pembelian yang diterbitkan pada Senin (24/10/2022) bahwa permintaan klien turun.

Pelemahan itu dapat mengindikasikan bahwa kenaikan suku bunga Fed untuk melawan inflasi telah berhasil dan mungkin membujuknya untuk memperlambat kebijakan kenaikan suku bunganya, sebuah sinyal positif untuk permintaan bahan bakar.

Juga pada Senin (24/10/2022), data pemerintah menunjukkan impor minyak mentah China pada September adalah 2,0 persen lebih rendah dari tahun sebelumnya, melanjutkan tren penurunan impor pada saat yang sama melaporkan penjualan ritel melambat.

Persediaan minyak mentah AS juga diperkirakan akan meningkat minggu ini, yang dapat membatasi kenaikan harga. Analis yang disurvei oleh Reuters memperkirakan rata-rata bahwa persediaan minyak mentah naik 200.000 barel dalam seminggu hingga 21 Oktober.

Analis memperkirakan stok bensin turun sekitar 1,2 juta barel dan persediaan sulingan, yang meliputi solar dan minyak pemanas, diperkirakan turun 1,1 juta barel pekan lalu.

Secara terpisah, kepala Badan Energi Internasional Fatih Birol mengatakan pada Selasa bahwa dunia masih membutuhkan minyak Rusia untuk mengalir ke pasar meskipun ada batasan harga, dengan antara 80 persen hingga 90 persen merupakan "tingkat yang mendorong" untuk memenuhi permintaan.

Banyak detail dari batasan harga minyak Rusia masih harus diselesaikan, kata Birol selama Singapore International Energy Week.

Baca juga: Harga minyak Asia naik, dipicu perkiraan pasokan jelang sanksi Rusia

 

Penerjemah: Apep Suhendar
Editor: Risbiani Fardaniah
Copyright © ANTARA 2022