Jakarta, (ANTARA News) - Fitoplankton diketahui berperan besar mengendalikan iklim global yang mampu menyerap 40 miliar hingga 50 miliar ton karbon (C) per tahun, hampir sama dengan tumbuhan daratan yang menyerap sekitar 52 miliar ton karbon per tahun. "Bila saja semua fitoplankton laut ini mati maka kandungan CO2 di atmosfer akan dapat meningkat sampai 35 persen dan membuat suhu bumi naik hingga tak layak dihuni banyak jasad hidup," kata Pakar Oseonografi dari Lembaga Ilmu Penelitian Indonesia (LIPI), Dr Anugerah Nontji, saat Peluncuran Buku karyanya berjudul "Plankton" di Jakarta, Rabu (19/4). Selain itu dengan naiknya suhu bumi maka akan naik juga permukaan laut yang bakal menenggelamkan pulau dan kawasan pesisir yang rendah, ujar mantan Kepala Pusat Penelitian dan Pengembangan Oseonologi LIPI itu. Fitoplankton adalah plankton nabati atau tumbuhan yang melayang di laut, yang meskipun kecil, fitoplankton juga berfotosintesis dengan menyerap energi matahari dan mengubah bahan inorganik menjadi bahan organik dan sebagai sumber energi yang menghidupkan seluruh fungsi ekosistem di laut. Dikatakannya, sejak revolusi industri atau dalam kurun waktu 150 tahun telah terjadi peningkatan konsentrasi gas rumah kaca di atmosfer, khususnya CO2 yang meningkat dari 290 ppmv (part per million by volume) menjadi 350 ppmv. Bila pertumbuhan penduduk, gaya hidup dan konsumsi tidak berubah, diperkirakan 100 tahun mendatang konsentrasi CO2 akan meningkat dua kali lipat dari zaman pra industri atau mencapai 580 ppmv. "Ini akan meningkatkan suhu rata-rata bumi menjadi 4,5 derajat Celcius dan berdampak luar biasa bagi kelestarian lingkungan dan kelangsungan kehidupan manusia," kata Nontji. Melihat hal tersebut, ujarnya, kemudian timbul pertanyaan, seberapa jauh peran fitoplankton di samudra meredam CO2 setelah tumbuhan daratan terus terdesak keberadaannya oleh kepentingan manusia. Menjawab itu tiga kelompok kerja independen di AS, Jerman dan Selandia Baru mengadakan percobaan memupuk laut dengan unsur besi di samudra selatan (dekat antartika). "Hasil sementara menunjukkan bahwa dengan menyerbarkan satu ton larutan yang mengandung besi (FeSO(4)2 -red), pada area 300km2 telah menghasilkan kenaikan produktivitas primer fitoplankton sebesar 10 kali lipat dalam waktu delapan minggu," katanya. Akibatnya, akan terjadi penurunan kadar karbon dioksida dalam atmosfer yang selama ini dituduh menyebabkan kenaikan suhu bumi sehingga suhu bumi pun bisa turun, ujarnya. "Namun ketika dipertanyakan apakah perlu pemupukan besar-besaran tersebut direalisasikan untuk mengurangi pencemaran karbon, mereka menyatakan tunggu dulu, jangan-jangan akan ada sistem kehidupan lain yang berubah yang sementara ini belum bisa diprediksi," katanya. Dalam kesempatan itu, Nontji juga mengatakan, fitoplankton tidak saja mempengaruhi iklim global, tetapi juga menerima dampak dari perubahan itu sendiri. Suatu studi menunjukkan bahwa produktivitas fitoplankton di dunia kini telah berkurang sejak tahun 1980an, di mana kemampuan produktivitas bersih fitoplankton dunia telah berkurang rata-rata enam persen dalam dua dekade terakhir.(*)

Copyright © ANTARA 2006